Maryam

Guru SD Negeri Sidalang 01, Kecamatan Tersono, Kabupaten Batang...

Selengkapnya
Navigasi Web
Jodohku Tak Semulus Ujian CPNSku

Jodohku Tak Semulus Ujian CPNSku

Tantangan Hari ke - 23

#TantanganGurusiana

Ujian hidup setiap orang memang berbeda. Ada yang diuji dengan melalui karirnya. Ada yang diuji melalui keluarganya. Ada yang diuji melalui ekonominya. Pun ada yang diuji melalui jodohnya. Dan aku termasuk diantaranya. Aku diuji melalui jodohku. Aku seorang guru lajang dengan usia melewati angka kepala tiga. Usia yang bukan usia ideal menikah. Usia yang sudah kelewat masa subur. Banyak orang mengatakan bahwa masa subur wanita itu pada usia 20an, dan itu merupakan usia yang tepat untuk menikah. Tapi, aku sudah keluar dari zona istimewa itu. Dan yang paling menyedihkan adalah predikat yang disematkan padaku oleh masyarakat sekitarku “perawan tua”.

Menjadi perawan tua itu bukanlah keinginanku. Aku sudah berikhtiar, aku sudah berusaha. Aku juga telah berdoa. Namun jodoh itu tak kunjung datang juga. Julukan itu sangat menyesakkan dadaku, membuat tangisku pecah dalam sujudku. Jika bukan karena orang tuaku, aku sudah berlari meninggalkan tanah kelahiranku ini ke tempat lain yang lebih bisa menerima keadaanku.

Namaku Resti, aku dilahirkan tiga puluh tiga tahun yang lalu oleh ibu yang sangat menyayangiku. Aku seorang guru PNS di salah satu sekolah dasar di sebuah desa. Dalam hal karir aku tidak masalah. Aku sangat bersyukur sangat dimudahkan oleh Allah. Ketika lulus program diploma II, aku lansung lolos ujian CPNS formasi umum. Anugrah dan berkah luar biasa, aku sangat bersyukur karenanya. Karena saat ini ujian CPNS diadakan dengan sangat seleksi yang sangat rumit. Banyak teman – temanku satu angkatan kuliahku yang hingga kini masih berstatus guru honorer, karena belum beruntung dalam seleksi yang sudah diikuti berkali – kali.

Kulanjutkan program sarjanaku di universitas yang sama pada saat D2 dulu. Alhamdulillah aku lulus tepat waktu dengan predikat cum loude. Prestasi yang cukup membanggakan untukku. Setahun kemudian aku lolos seleksi PLPG dalam jabatan yang diadakan oleh pemerintah. Aku mengikuti program tersebut dan lulus dengan hasil UTN yang jauh melampaui dari ambang batas yang ditetapkan. Akhirnya aku berhasil mendapatkan sertifikat pendidik, dan di tahun berikutnya aku sudah berhak mendapat tunjangan profesi. Luar biasa, aku mengucap syukur kepada Sang Maha Kuasa atas segala nikmat yang tak terkira.

Begitulah dalam bidang karir, aku sangat dimudahkan, sangat dilancarkan dan sangat dimuluskan oleh Allah. Namun tak demikian dengan jodohku. Seringkali aku berkaca, kutatap pantulan diriku di sana. Aku tak melihat cela yang berarti. Kulitku kuning langsat, tinggiku standar wanita Indonesia, bentuk tubuhku cukup nyaman dipandang mata. Dengan tinggi badan 157 cm dan berat 48 kg, kupikir ini cukup proporsional. Mataku bulat dengan bulu mata cukup lentik. Hidungku cukup mbangir dan saat senyum terdapat lesung pipit di bagian pipi kiriku. Kata ibu aku sangat terlihat manis saat tersenyum, karena perpaduan lesung pipit dan gigi gingsulku. Secara fisik aku tak menemukan kekurangan yang berarti.

Setiap malam, menjelang tidur aku selalu berbicara pada diriku sendiri. Apa yang salah denganku. Hingga jodoh teramat menjauhiku. Aku berusaha menjadi pribadi yang lebih baik dan ramah dengan tetangga. Kuluapkan segala keluh kesahku pada Sang Khalik di setiap sepertiga malam terakhir. Kupasrahkan semuanya hingga air mata membasahi sajadah dan mukena.

Selama ini, bukannya tak ada yang mendekatiku. Beberapa kali beberapa pria datang menghampiri dan menyatakan isi hati. Anton seorang guru olahraga dari sekolah tetangga mencoba menawarkan cinta. Entah kenapa aku tak bisa menerima, aku merasa ia hanya modus belaka. Aku tak merasa ketulusan pada dirinya. Pernah juga aku coba dikenalkan dengan anak dari kepala sekolahku. Orangnya tampan, berpendidikan tinggi,dan memiki pekerjaan mapan. Aku sudah cukup merasa dekat dengannya hingga suatu ketika aku menemukan kejanggalan pada seorang teman laki – lakinya. Aku menyadari bahwa dia bukanlah lelaki sejati. Dia memiliki kepribadian lain yang membuatku bergidik ngeri. Aku memilih mundur tanpa mengatakan alasan pada atasanku di sekolah. Dan karena hal itu juga kini hubunganku dengan kepala sekolahku lumayan merenggang. Predikat wanita pemilih melengkapi predikat perawan tua. Tapi aku bisa apa? Aku tak ingin menikah karena terpaksa. Aku tetap ingin menikah dengan dasar cinta sebagaimana mestinya.

Dan pria ketiga yang datang ke rumah adalah Pak Jalil. Seorang pria kaya, pengusaha penggilingan padi terbesar di daerah kami. Dia datang melamarku dua bulan yang lalu dengan alasan kasihan padaku. Cih, aku tak butuh belas kasihanmu Pak. Kini aku sudah pasrah. Aku tak lagi akan memikirkan omongan tetangga tentangku seorang perawan tua. Mereka tak lagi sembunyi – sembunyi membicarakanku. Sedih hati ini mendengarnya.

“Lebih baik menikahi janda daripada perawan tua, janda sih sudah jelas statusnya, kalau perawan tua pasti ada cacatnya,” ucap salah satu tetanggaku saat belanja bareng di kios dekat rumah.

“Iya, kadang orang itu nggak ngaca, berapa usianya, dilamar bos kaya raya kok nggak mau, bikin noda di desa saja,” timpal ibu yang satunya.

Aku sungguh geram rasanya. Aku yang belum menikah, kenapa mereka yang repot. Sebenarnya aku juga stress dengan keadaan ini. Tapi ini juga bagian dari takdir Illahi yang harus aku jalani. Aku kini hanya selalu berdoa, jika memang jodohku ada, semoga disegerakan waktunya. Kini, aku banyak menutup diri. Aku tak pernah lagi berbincang dengan tetangga dari pada selalu dicela.

Malam itu, malam Jum’at. Seusai membaca alqur-an aku mendengar suara ketukan. Terdengar pintu terbuka dan ibu mempersilakan seseorang. Beberapa menit kemudian terdengar percakapan. Sepertinya suara ayah dengan seorang pria. Aku tak dapat mendengar jelas pembicaraan mereka karena mushola rumahku memang letaknya di sebelah belakang.

“Nduk, ada yang ingin bertemu denganmu,” kata ibu yang tiba – tiba ada di belakangku.

“Siapa, Bu?” tanyaku.

“Lihat sendiri saja,” kata ibu.

Kulepas mukenaku dan kupakai jilbab instan yang tergantung di hanger. Aku berjalan menuju ruang tamu dengan langkah ragu. Siapa dia yang ingin berjumpa. Saat sampai di ruang tamu, kulihat seorang lelaki berkemeja biru tersenyum ke arahku. Pandangan mata kami bertemu, seketika jantungku berdebar keras. Benarkah yang kulihat? Pria yang pernah menorehkan luka sebelas tahun silam. Pria yang dengan sadisnya meninggalkan kekasihnya dan menikah dengan wanita lain pilihan ibunya. Luka itu kembali menganga, sakitnya hingga kini masih terasa. Namun kuakui di sudut hati ini masih tersisa cinta untuknya.

Malam itu dia melamarku. Istri yang dinikahinya 11 tahun silam telah meninggal karena penyakit yang mendera. Dia datang dengan seorang anak laki – laki berusia 9 tahun. Anak laki – laki itu ingin memanggillku dengan panggilan ibu. Haruskah aku terima?

Batang, 6 Februari 2020

Cerpen

Ini sih ora kecandak joko tak enteni dudamu hahahaha….

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Huss ora parenggg...ngenteni dudane kesuwen...ndak selak tuwiiirrr..hhhhh ada ada aja temanku yang satu ini. Mantap tulisannya yang mengalir deras bagaikan hujan di bulan Desember tanpa henti.Barakalllah fikk

07 Feb
Balas

Wakakaka......terimaksih bunda. Soale saya belum bisa nulis yang ilmiah kayak njenengan. Latihane ya membual dulu ........

07 Feb



search

New Post