MEMBACA ... BIKIN HIDUPKU LEBIH HIDUP LAGI

Membaca, satu kata yang sudah mendarah daging dalam kehidupanku sedari kecil hingga kini saat aku sudah menjadi oma dari ketiga cucu lelakiku. Aku bersyukur pada Allah SWt selalu, atas karunia cinta membaca ini. Berterima kasih yang tiada terhingga kepada papa dan mamaku yang telah dengan bahagia memberikan pengalaman masa kecil dengan cinta membaca padaku dan kedua saudara lelakiku, mas Eko dan adek Erry. Sungguh, menjadi pengalaman yang sangat berkesan sampai kapan pun.

Dulu, di akhir tahun 1970-an dan di awal 1980-an, di masa aku masih duduk di bangku sekolah dasar, aku dan saudara-saudaraku sudah mempunyai perpustakaan mini. Masing-masing, karena selera bacaan kami berbeda-beda. Kami mempunyai lemari buku sendiri-sendiri untuk menyusun koleksi buku bacaan kami. Waktu itu, papa dan mama rajin mengajak kami ke toko buku terbesar dan terlengkap di masa itu, Gramedia di jalan Basuki Rahmad Surabaya.

Minimal sebulan sekali, acara keluarga diisi dengan pergi berlima ke Gramedia untuk memuaskan kesenangan membaca kami. Papa dan mama mengizinkan kami memilih dan membeli buku-buku bacaan yang kami senangi. Tentu saja, pulang dari Gramed, kami selalu tersenyum riang. Selain karena puas membenamkan diri di antara rak-rak buku yang berjajar penuh berisi buku-buku keren, juga karena bertambah lagi koleksi buku untuk perpustakaan mini kami.

Aku masih mengingat dengan baik buku-buku yang aku gemari dan koleksi waktu itu. Ada cerita-cerita anak buah karya H.C. Andersen. Ada cerita Putri Salju, Putri Tidur, Gadis Korek Api, Aladin dan Lampu Wasiat, Kisah 1001 Malam, dan lain-lain. Ada juga buku cerita komik tiga warna seperti Gulliver di Negeri Liliput dan Mobidick Si Ikan Paus. Tak ada rasa bosan walau berkali-kali aku membacanya.

Sesekali, buku-buku cerita koleksiku itu kubawa ke sekolah. Aku dan beberapa temanku, saling bertukar buku cerita dilanjutkan dengan membahas atau menceritakan ulang bagian-bagian seru yang ada dalam cerita. Pokoknya mengasyikkan banget.

Begitu aku menginjak jenjang kelas tinggi atau lanjut, koleksi bacaanku mulai berubah aliran. He he he. Aku tidak lagi membaca cerita anak seperti sebelum-sebelumnya tapi sudah ke buku-buku cerita yang lebih tebal dan bergenre detektif. Ada Lima Sekawan, Pasukan Mau Tahu, dan Sapta Siaga. Dari ketiga judul buku detektif ini, Lima Sekawan karya Enid Blyton adalah buku detektif yang paling aku gemari dan paling banyak aku koleksi buku ceritanya.

Buku ini menceritakan tentang persahabatan lima personil. Tiga orang kakak beradik, yaitu Julian, Dick, dan adik perempuannya ... si Anne. Seorang lagi adalah saudara sepupu mereka, si Georgina yang biasa dipanggil George beserta anjing kesayangan keluarga ... si Timmy. Mereka menghabiskan masa liburan bersama di rumah keluarga Georgina di Teluk Kirrin Inggris.

Kekuatan Enid Blyton mendeskripsikan keadaan dan suasana selalu membawaku pada ruang perenungan tersendiri. Kadang aku merasa seakan melihat dan mengalami apa yang dilihat dan dialami para tokoh ceritanya. Kadang juga, aku merasa tegang saat para tokoh cerita dikejar-kejar oleh tokoh-tokoh antagonisnya. Dari buku cerita ini, aku jadi tahu bahwa di Inggris ada acara minum teh dengan ditemani Roti sandwich. Aku pun jadi tahu apa itu Roti Sandwich. Roti tawar yang ditumpuk dan dipotong diagonal sehingga menjadi roti berbentuk segitiga. Di dalamnya, ada sayur slada, tomat, dan daging panggangnya. Hemmm sedap sekali tampaknya. Sering, aku jadi menelan ludah sendiri membayangkan roti enak yang sedang disantap oleh Julian dan saudara-saudaranya itu. Alhamdulillah, saat aku SMA, aku baru bisa merasakan makan Roti Sandwich itu. Eyang yang membelikan untukku.

Setiap kali membaca sebuah buku cerita, selalu ada pengalaman batin yang mencerahkan atau menginspirasiku. Aku juga jadi tahu banyak hal dan bisa mempelajari berbagai karakter manusia. Aku pun bisa beroleh pengetahuan baru yang beragam. Kalau ada kalimat keren yang mengantarkan aku pada kesadaran diri untuk bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi, aku hanya bisa kagum pada penulisnya. Betapa mereka dapat menginspirasi pembacanya hanya melalui kalimat-kalimat yang mereka tuliskan. Sungguh, aku jadi pengen bisa seperti mereka, menulis untuk mencerahkan banyak orang.

Sebagai seorang anak dan remaja waktu itu, aku pun mengalami permasalahan dalam kehidupanku. Tak ada lagi papa dan mama sebagai kawan berdiskusi dan menceritakan permasalahanku. Mereka berpulang saat aku masih duduk di kelas II SMP. Selain bersimpuh di atas sajadah, membaca adalah obat penawar bagi semua permasalahan hidupku. Membaca buku selalu sukses membangkitkan lagi semangat hidupku. Sehebat apa pun badai kehidupan itu ... aku punya Allah ... juga buku-buku sebagai teman setiaku.