Tidak sekadar tradisi, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW sudah menjadi sarana untuk mempererat tali silaturahmi tidak hanya interumat beragama, tetapi juga antarumat beragama. Masyarakat dari berbagai kelas sosial berinteraksi untuk menyiapkan agenda tahunan ini. Berbagai keperluan pernak-pernik peringatan kelahiran Rasulullah Muhammad SAW diadakan dan disiapkan dengan bergotong royong. 

Demikian pun di lembaga sekolah. Sepekan ini aktivitas anak-anak tampak sangat religius dekat dengan karakter saleh salehah. Tampak di jalanan, anak-anak berangkat ke sekolah dengan berbusana muslim-muslimah. Kesantunan tergambar ketika mereka memasuki pintu gerbang dengan bersapa dan bersalam takzim. Indah sekali. Ketika gambaran kesantunan ini terjaga, konsisten, dan membudaya, tak ayal sekolah akan menjadi tempat terindah dan menyenangkan bagi seluruh warganya. Tidak ada berita tentang kekerasan dan perundungan di sekolah. Tidak ada keluh kesah karena kebutuhan dan kepentingan anak-anak tidak terlayani dengan baik. 

Kesalehan anak-anak adalah bukti implementasi kesalehan para guru. Kekuatan Islam yang telah terinternalisasi dalam diri guru menjadi pondasi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan belajar mengajar (KBM). Guru tidak sekadar memfasilitasi anak murid untuk menguasai materi ajar. Akan tetapi, lebih dari itu para guru menyisipkan keteladanan yang bersumber dari akhlak Rasulullah Muhammad SAW. KBM di kelas tidak sekadar rutinitas kejar target kurikulum atau tuntas modul ajar. Anak murid lebih diarahkan pada komitmen "saya belajar apa atau saya bisa berbuat apa setelah KBM ini."

Harmonis dan kuat menjadi frasa kunci setiap kesuksesan. Sekolah sebagai sistem lembaga yang di dalamnya bertumbuh dan berkembang berbagai kepentingan harus berjalan seiring laksana bentangan rel kereta. Tidak boleh saling beririsan atau berseberangan tetapi mengarah pada stasiun yang sama: terwujudnya profil pelajar Pancasila.**