Mashudi

Mashudi Lahir di Banyuwangi pada 25 Maret 1972 Saat ini berprofesi sebagai KS di SMP Negeri 1 Muncar. Menjadi guru adalah pangggilan jiwa karena kata orang b...

Selengkapnya
Navigasi Web
MENGGUGAH KESADARAN DIRI GURU
Foto: Gmeet Pembekalan Pengajar Praktik Guru Penggerak

MENGGUGAH KESADARAN DIRI GURU

Saya menyadari betul bahwa menciptakan “ruang pembelajaran” adalah pekerjaan yang sulit dan menantang. Anak-anak saat ini mengalami tekanan dari tantangan-tantangan emosi, mental, dan fisik yang memengaruhi perilaku dan kemampuan belajar mereka. Sayangnya, kita sebagai guru acapkali mengabaikan hal ini.

Ruang pembelajaran yang menuntut banyak sekali persediaan kesabaran dan kebijaksanaan sangat minim didapatkan oleh anak-anak. Anak-anak didik kita dihadapkan pada satu target yang harus dicapai. Kita melupakan fakta perbedaan pada mereka. Tidak jarang beberapa anak merasa tidak nyaman berada di kelas. Mereka melakukan berbagai aktivitas kontra belajar. Lebih ekstrim mereka menjawab, “Tidak bisa!” ketika guru mengajukan pertanyaan atau memberikan tugas. Kondisi semacam ini seringkali memicu adrenalin guru yang tidak siap dengan banyak kesabaran tadi. Sebagai guru kita sering kali tidak sadar bahwa anak-anak dengan sikap kontra belajarnya itu telah membawa kita pada batas kelenturan jiwa. Jika kita tidak lentur, pasti akan patah. Tahu artinya? Ya, kita patah di tengah waktu pembelajaran.

Pada gilirannya, setiap waktu istirahat dari jam mengajar, kita gunakan untuk berbagi strategi perlawanan terhadap “para musuh kelas” ini. Setuju ya bahwa sebenarnya kita bukanlah orang jahat, tetapi kita adalah orang-orang dewasa yang mudah lupa dengan masa kecil kita sendiri.

Oleh karena itu, alangkah istimewanya, jika kia mampu meminimalkan ketidaknyamanan anak-anak di kelas serta mampu menghalau para musuh kelas ini. Apa yang mesti kita lakukan?

Pertama, saat berada di ruang kelas berusahalah mencipta suasana “di sini dan sekarang” (here and now, pinjam istilahnya Fritz Perls ). Anak-anak diarahkan untuk leluasa memahami apa yang ada pada diri dan sekitarnya. Pada momentum ini anak-anak benar-benar dibawa untuk memahami lingkungan sebagai bagian dari setiap aktivitasnya.

Kedua, posisikan diri kita di sisi anak-anak dengan cara “kekeluargaan” (affinity). Hindari pembedaan guru vs murid (among). Fasilitasi anak-anak untuk memperbincangkan (mendiskusikan) apa yang mereka pikir-rasakan dan apa yang alami. Mereka juga perlu dipahamkan bahwa semakin baik kemampuan mereka dalam berkomunikasi akan semakin sukses dalam belajar, dalam kehidupan pribadi, bahkan dalam kehidupan sosialnya.

Ketiga, berikan kesempatan kepada anak-anak untuk bersinar. Bahwa ternyata anak-anak mampu berbuat sesuatu jika diberi kesempatan, belum banyak kita sadari. Kita lebih sering menarik simpulan sebelum melakukan kajian. Anak ini tidak mampu, kelas ini termasuk kelas bawah, si A bodoh, si B nakal, dan sebagainya adalah contoh-contoh simpulan yang ditarik dari premis yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Jika ini masih terus dilakukan, dampak terburuk adalah anak akan merasa tidak dihargai, tidak diperhatikan, dan tidak berguna. Saatnya kita harus percaya bahwa setiap manusia berdaya dengan akal dan karsanya, termasuk anak-anak murid kita.**

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Akhirnya ketemu pak Mashudi juga di CPP, salam guru penggerak pak!!!

25 Jun
Balas

Hebat bos satu ini semua dipaparkan secara terperinci agar siswa kita mendapat bimbingan sesuai dengan waktu dan suasana pembelajaran menggunakan sarana yang ada dengan memaksimalkan kegunaanya dan dibarengi dengan bahasa hati. Terima kasih bapak Mashudi menginspirasi ku keren banget

26 Jun
Balas

Mantapu jiwaa!! Seringkali kita lupa, bahwa anak2pun juga manusia yg tidak nyaman ketika merasa tertekan. Jika mereka belajar dlm keadaan tertekan...bagaimana mereka bisa menyukai belajar??

25 Jun
Balas

Luar biasa, Pak. "Setiap manusia berdaya dengan akal dan karsanya"

25 Jun
Balas



search

New Post