Malam itu tak tentu. Biasanya hari gini, jam segini Rindang sudah dapat pesan melalui kolom chat WA dari pacarnya. "Yang, seperti biasa ya, tunggu Mamas di dekat stasiun!" Entahlah, sampai azan isya usai dikumandangkan si mamas belum juga kasih kabar. Apa sebab gerimis ini ya dia enggan nulis pesan? Tanya hati rindang.

Jarum pendek jam klasik di dekat loket karcis perlahan mendekat ke angka 7, sementara jarum panjangnya di angka 3. Itu artinya, kereta Sri Tanjung yang dari Jogja akan segera tiba. Sudah hampir sejam yang lalu, Rindang mondar-mandir dari ruang tunggu penumpang KA ke kantin dan sebaliknya. Gelisah sekali raut mukanya.

Sejurus berlalu. KA Sri Tanjung melanjutkan perjalanan menuju stasiun pungkasan di kabupaten berjuluk The Sunrise of Java ini, Stasiun Ketapang. Rindang makin tampak galau. Di luar kontrol kakinya menendang tong sampah hingga menimbulkan bunyi, "glontaaaang....." Semua mata tertuju pada Rindang. Serta merta dia meminta maaf dan mengembalikan tong di tempat semula. Saat itulah, mata Rindang menatap sosok mamas bersama lelaki renta sedang bercengkerama di kantin. Mereka tersenyum bahagia sambil menikmati secangkir kopi.***