Maskurdi

Maskurdi lahir di Kampung Nelayan Paseser Jumiang Desa Tanjung Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan pada 1972. Menempuh pendidikan formal secara nurmal. Seles...

Selengkapnya
Navigasi Web
HARI TERBERATKU BULAN MEI 2022

HARI TERBERATKU BULAN MEI 2022

Oleh : Maskurdi

Aku pernah membaca sebuah artikel yang menceritakan tentang asal muasal munculnya Aswaja adalah karena hadirnya pemikiran para ulama yang menjadi penengah keberadaan antara Golongan Jabariyah dan Golongan Muktazilah. Golongan Jabariyah merupakan kelompok ulama dan pengikutnya yang berpendapat bahwa segala yang terjadi atas manusia adalah atas kehendak Allah sedangkan manusia tidak usah mengusahakan apapun. Sebaliknya Golongan Muktazilah berpendapat bahwa segala yang terjadi ini atas upaya manusia sedangkan Allah sudah tidak cawe-cawe lagi sejak alam dan manusia selesai diciptakan. Begitulah kesimpulan kecil tentang kedua golongan tersebut.

Kedua golongan itu selalu hadir dalam pertentangan dan pertikaian pendapat. Karena semakin lebarnya kesenjangan praktek sosial keagamaan dalam masyarakat islam yang tercipta akibat perbedaan-perbendaan mereka, maka muncullah kelompok ulama yang berusaha menjadi jembatan keduanya. Kelompok itu kemudian disebut Golongan Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja).

Nahdlatul Ulama berada dalam golongan yang terakhir ini. Tapi ketika saya menyorot kegiatanku hari ini, keberangkatan bersama ke acara Kongres III Pergunu yang di laksanakan di Pondok Pesantren Amanatul Ummah, Pacet Mojokerto, sepertinya di Nahdlatul Ulama itu masih perlu dibagi lagi menjadi tiga golongan. Ada NU yang masuk kategori Jabariyah dan ada juga yang masuk kategori Muktazilah. Sementara yang murni Aswaja juga ada.

Apa premis-premis yang menyebabkan saya membagi tiga kategori seperti di atas? Itu berawal dari cerita berikut ini.

Rabu, 25 Mei 2022, kami rombongan peserta yang akan hadir sudah membuat list dan kesepakatan bahwa akan berangkat bersama dari kantor PCNU Pamekasan pada pukul 06.00 WIB Kamis pagi. Teknis keberangkatan sudah diatur sedemikian rupa. Namun hasil rapat tekhnis tak berjalan sesuai kesepakatan.

Aku tiba di kantor PCNU Pamekasan pukul 06.03 menit. Parkir motor, lalu masuk aula bawah.

“Wah, terlambat, “pikirku.

Begitu aku melongokkan kepalaku ke ruangan itu, sepi. Akupun melenggang masuk. Ku turunkan tas punggung dan meletakkannya di atas lantai berkarpet hijau, warna identitas NU. Aku duduk menyantaikan diri sambil menunggu kedatangan teman-teman pergunu yang lain.

“Mungkin mereka masih dalam perjalanan menuju ke sini”, gumamku sendirian.

Beberapa menit kemudian datang Mr Rosyada, full timer kantor yang cakep, membawa makanan. Aku disilakan mencicipi makanan itu. Dia makan nasi goreng dan mie-nya. Aku, karena hanya disilahkan mencicipi, ya hanya mencicipi saja.

Tak terasa sudah setengah jam aku menunggu, belum juga ada teman lain yang datang. Aku sms pada ketua, jawabannya suruh menunggu lagi. Akupun berusaha menyantaikan diri, kembali menunggu. Waktu berlalu satu jam. Ada tambahan personel. Anggota pergunu yang dari Pasean tiba. Kami melanjutkan menunggu. Untuk mengusir bosan, kami bincang-bincang tanpa tema. Kadang-kadang juga diselingi buka-buka HP, tentu dengan harapan ada info yang ”mencerahkan” dari teman-teman yang sedang kami tunggu.

He he he..... infonya macam-macam. Aku bingung untuk men-justificate info itu mencerahkan atau “memburamkan”. Ada yang belum berangkat karena masih harus mengantarkan uang ke dhâlem-nya kyai, ada yang masih menyiapkan keberangkatan mantenan saudara (padahal kesepakatannya mau ke acara kongres pergunu), ada yang masih menunggu hujan reda baru mau berangkat (kalau hujannya reda nanti sore atau besok pagi, kapan berangkatnya ya?).

Jam sudah menujukkan pukul 08.00, Pak Ketua datang juga. Artinya sudah dua jam aku menunggu. Acara menunggu dilanjutkan dengan acara telpon-teleponan. Hubungi semua teman-teman yang sudah ngisi list kehadiran kemarin hari. Akhirnya kumpul juga. Tapi itu baru enam orang. Jam sudah sampai pada titik 09.00. Akhirnya yang lima orang memutuskan untuk berangkat duluan. Sisanya biar ikut rombongan kedua.

Lumayan. Tiga jam menunggu untuk bisa berangkat. Ini terjadi karena teman-teman NU Golongan Jabariyah dan Golongan Muktazilah di atas.

Pertama, yang NU Golongan Jabariyah, jika alasan teman yang belum berangkat tadi terkait hujan, lalu solusinya adalah menunggu hujan reda, ini namanya menyerah tanpa usaha. Padahal hanya dengan usaha sedikit, pakai jas hujan lalu berangkat, itu tidak perlu membuat teman lain yang NU aswaja harus menunggu selama tiga jam

Kedua, yang NU Muktazilah, jika sudah deal akan berangkat pukul 06.00, mengapa masih harus ada rencana lain pada jam itu juga. Ini namanya terlalu banyak rencana dan menganggap kemampuan dirinya selayaknya superman (he he he, Sory). Hasilnya yang NU Aswaja harus menunggu tiga jam lamanya.

Akhirnya karena NU itu adalah NU, maka yang label Jabariyah dan Muktazilah di atas itu dihilangkan juga sehingga yang ada tinggal hanya Aswaja saja. Jadi kesimpulan dari keterlambatan ini adalah SUDAH TAKDIR.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post