Maskurdi

Maskurdi lahir di Kampung Nelayan Paseser Jumiang Desa Tanjung Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan pada 1972. Menempuh pendidikan formal secara nurmal. Seles...

Selengkapnya
Navigasi Web
KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1

(Maskurdi_CGP A7_Kelas 282_Pamekasan)

Kegiatan Pemantik:

Bacalah kutipan ini dan tafsirkan apa maksudnya:

“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik” (Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best). Bob Talbert

· Dari kutipan di atas, apa kaitannya dengan proses pembelajaran yang sedang Anda pelajari saat ini?

Kaitan kutipan di atas dengan pembelajaran modul 3.1 ini, bahwa seorang anak memiliki kepandaian kognitif itu memang sudah seharusnya karena tujuan belajar memang untuk meningkatkan kecerdasan murid. Tetapi sebagai guru kita juga harus menyadari bahwa kecerdasan yang harus dimiliki oleh murid itu bukan hanya IQ tapi juga harus berimbang dengan EQ dan SQ. Seorang murid yang cerdas secara IQ saja akan bermasalah ketika dia berhadapan dengan kasus-kasus yang berkaitan dengan dilema etika dan bujukan moral. Menyelesaikan kasus dilema etika dan bujukan moral tidak bisa dihadapi hanya dengan kecerdasan intelgensi tetapi sangat membutuhkan kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ).

· Bagaimana nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang kita anut dalam suatu pengambilan keputusan dapat memberikan dampak pada lingkungan kita?

Pengambilan keputusan dengan memandang nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang kita anut akan lebih “melembutkan” keputusan yang kita ambil karena menimbulkan kesan yang tidak bertentangan dengan etika yang ada disekitar kita. Nilai-nilai atau prinsip-prinsip itu secara perlahan akan diterima dan menjadi langkah pengambilan dan pengujian keputusan yang diambil. Tujuan akhirnya adalah mengedapankan keputusan yang berpihak pada murid dapat dipertanggungjawabkan.

· Bagaimana Anda sebagai seorang pemimpin pembelajaran dapat berkontribusi pada proses pembelajaran murid, dalam pengambilan keputusan Anda?

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, dalam melakukan pengambilan keputusan saya akan selalu berusaha untuk mengedepankan keberpihakan pada murid. Melalui prinsip-prinsip pembelajaran berdiferensiasi, nilai-nilai kompetensi sosial emosional, dan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan yang sudah saya pahami, setiap pengambilan keputusan atas kasus dilema yang saya ambil akan selalu mempertimbangkan kebutuhan murid.

Rangkuman Kesimpulan Pembelajaran

Pratap Triloka sebagai filosofi pendidikan KHD dikenal dengan sistem among memiliki unsur-unsur yaitu “Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani”. Ing ngarsa sung tulada berarti di depan memberi teladan/contoh. Kaitannya dengan penerapan pengambilan keputusan adalah bahwa seorang pemimpin harus senantiasa dapat mengambil dan menentukan keputusan yang baik yang dapat menjadikan dirinya telah menjadi teladan atau contoh bagi murid dan warga sekolah lainnya.

Selanjutnya, Ing madya mangun karsa berarti di tengah membangun prakarsa/semangat. Kaitannya dengan penerapan pengambilan keputusan adalah bahwa seorang pemimpin harus bisa mengambil keputusan yang dapat memberikan semangat kepada warga sekolah agar tidak pernah menyerah untuk selalu mengambil keputusan yang baik. Apapun masalahnya, seperti apapun kasus, lelah, marah, kecewa bahkan stuck sekalipun harus tetap bisa mengutamakan keputusan yang baik. Tidak ada kata menyerah untuk selalu berbuat yang baik dengan penerapan pengambilan keputusan yang baik.

Terakhir, tut wuri handayani berarti di belakang memberikan dukungan. Kaitannya dengan pengambilan keputusan sebagai pemimpin adalah bahwa pemimpin harus selalu mengambil keputusan yang dapat memotivasi serta mendorong dirinya dan warga sekolah lainnya untuk terus berkembang sesuai potensinya.

Ibarat diri kita adalah sawah maka tanaman yang ditanam pada sawah itu haruslah tanaman yang baik-baik. Apabila kita menanam padi maka yang kita panen nanti adalah buah padi. Jika yang kita tanam adalah rumput maka yang akan kita panen nanti adalah rumput. Nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita akan sangat berpengaruh pada pengambilan keputusan. Oleh karena itu maka nilai-nilai yang ditanamkan kepada murid kita haruslah merupakan nilai-nilai yang baik. Hal ini penting sekali karena kelak murid-murid kita menjadi orang-orang yang memiliki prinsip-prinsip baik dan dapat mengambil keputusan yang baik pula.

Dalam kegiatan coaching sebelum modul 3.1 ini, saya mendapatkan pengetahuan dan pengalaman bagaimana memandu orang lain (coachee) dalam mencari solusi permasalahnnya sendiri. Saya juga mendapatkan wawasan baru dalam mencari solusi permasalahan ketika mendapatkan coaching dari teman CGP lain, dari PP, dan dari Fasilitator. Dengan menggunalan alur TIRTA, solusi itu sampai pada satu keputusan yang saya ambil.

“Rencana” (R) aksi telah saya putuskan dan Tanggung tawab (TA) telah saya laksanakan juga. Tetapi hasilnya masih belum sesuai dengan harapan saya. Keputusan yang telah saya ambil dan laksanakan itu sepertinya masih harus saya uji kembali.

Dalam modul 3.1 ini saya mendapat pengetahuan baru yaitu 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan dan pengujian kasus. Disinilah saya mendapatkan pengetahuan untuk meninjau ulang keputusan yang telah saya ambil pada waktu coaching kemarin. Saya masih akan melihat kembali berdasarkan paradigma dan prinsip penyelesaian kasus terutama berdasarkan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Melihat kembali keputusan yang sudah diambil pada waktu coaching kemarin, mencoba mengombinasikan alur TIRTA dengan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan dan mencari kemungkinan adanya opsi trilema sehingga bisa mendapatkan keputusan baru yang lebih baik.

Erat sekali korelasi antara kemampuan sosial emosional seorang pemimpin dengan kemampuan pengambilan keputusan dalam masalah dilema etika. Semakin tinggi dan bagus kesadaran diri seorang pemimpin, kesadaran sosialnya, kemampuan berelasinya, manajemen dirinya, dan kemampuannya dalam pengambilan keputusan yang bertanggung jawab maka akan semakin bagus juga kemampuan dia dalam mengambil dan menguji keputusan masalah dilema etika yang dia hadapi.

Pengambilan dan pengujian keputusannya akan dilakukan dengan kesadaran penuh, dapat menghadirkan opsi dilema pilihan bahkan opsi trilema dengan berpegang pada paradigma dan prinsip-prinsip dilema etika serta langkah-langkah pengujian yang benar sehingga dia dapat mengetahui konsekwensinya dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya.

Seorang pendidik akan sering berhadapan dengan kasus dilema etika dalam proses pelaksanaan tugas-tugasnya. Memutuskan sebuah keputusan yang terbaik dari setiap kasus yang dihadapinya adalah sebuah beban sekaligus amanah. Untuk bisa menemukan keputusan yang terbaik sebagai prioritas terpenting, didukung oleh nilai-nilai yang dianut oleh pendidik tersebut. Karena itu penting sekali penanaman nilai-nilai kebajikan universal sejak dini kepada murid agar kelak mereka bisa menjadi pengambil keputusan yang bijaksana pula.

Bagi seorang guru penggerak, nilai-nilai yang dianutnya itu bisa berupa hasil interpretasi dari pemahaman dia atas refleksi filosofi pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara, nilai dan peran guru penggerak, visi guru penggerak, budaya positif, pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid, pembelajaran sosial dan emosional, dan coaching. Hasil interpretasi dia atas pemahaman materi di atas sangat mendukungnya ketika dia harus melakukan pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin. Semua pemahaman materi tersebut menjadi bahan pijakan dalam hal dia menentukan paradigma dilema etika apa yang sedang dihadapinya, prinsip dilema etika apa yang akan dia pakai, dan bagaimana dia akan mengambil dan menguji keputusan dilema etika yang dihadapinya.

Dalam hal ini, seorang pemimpin yang telah memiliki pemahaman paradigma dan prinsip-prinsip dilema etika serta langkah-langkah pengambilan dan pengujian keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan universal akan menggunakan pemahamannya tersebut ketika dia memimpin sebuah musyawarah dalam menghadapi permasalahannya. Ketika musyawarah yang dilakukan oleh setiap institusi sekolah sudah dipimpin menggunakan pemahaman tersebut maka akan dihasilkan keputusan yang baik dan tepat. Semua warga sekolah akan dapat menerima dan mendukung keputusan tersebut karena telah sesuai dengan tuntunan/filosofi pendidikan, budaya positif, berpihak pada murid, dan berpijak pada nilai-nilai kebajikan universal. Dengan demikian penerimaan dan dukungan dari semua warga sekolah akan berdampak pada terciptanya lingkungan positif, kondusif, aman dan nyaman.

Selama saya menjadi pendidik di institusi pendidikan, sering sekali dihadapkan pada masalah dilema etika. Nilai-nilai kebajikan yang muncul saling bertentangan seperti rasa kebebasan, kesetiaan, kebenaran, disiplin peraturan, keadilan, cinta, kasih sayang, empati, kasihan, toleransi, tanggung jawab, persatuan dan nilai-nilai etika lainnya.

Ada beberapa tantangan yang saya hadapi dalam lingkungan saya, yakni; rekan sejawat yang masih menganut “ego senioritas” dan kebiasaan “zona nyaman”. Disini dilema etika yang muncul adalah antara menerapkan aturan secara benar ataukah menjaga persatuan. Ada pula budaya atasan adalah yang terhormat sehingga “harus dilayani”. Disini dilema etika yang muncul adalah antara melaksanakan aturan secara benar ataukah kesetiaan. Selain itu masih ada juga sebagian masyarakat/orang tua/wali murid yang beranggapan bahwa belajar di sekolah non pesantren (baca: SDN) ilmu yang didapat tidak bisa dipakai sebagai “tiket masuk sorga” sehingga dukungan untuk keaktifan murid dan pendidikan di SDN (anaknya) sangat rendah. Dalam hal ini dilema etika yang muncul adalah antara disiplin peraturan ataukah rasa kasihan.

Beberapa tantangan yang saya sampaikan diatas berkaitan dengan paradigma yang selama ini ada dalam lingkungan saya, seperti paradigma bahwa senior selalu lebih banyak tahu dan benar, harus takut pada atasan, dan lebih penting pengetahuan agama dari pada pengetahuan umum

Pengambilam keputusan yang kita ambil seharusnya senantiasa berpihak pada kebutuhan dan kepentingan murid. Dengan demikian akan menghasilkan keputusan yang dapat memerdekakan murid. Misalnya, dengan berdasarkan pada pemetaan kemampuan murid kita yang berbeda maka pembelajaran yang kita rancang dan terapkan seharusnya berdiferensiasi konten. Dengan berdasarkan pada tipe belajar murid kita yang berbeda maka pembelajaran yang kita rancang dan terapkan seharusnya berdiferensiasi proses. Jika dasar yang kita jadikan pemetaan murid adalah minat murid yang berbeda maka pembelajaran yang kita rancang dan terapkan seharusnya berdiferensiasi proses atau produk.

Dengan penerapan pembelajaran yang berdiferensiasi, kita dapat memenuhi kebutuhan belajar murid. Selanjutnya hal itu akan dapat mengembangkan potensi murid kita. Selain itu juga dapat membelajarkan murid melakukan pengambilan keputusan yang bertanggung jawabyaang bersumber pada bakat, minat, pengetahuan dan pengalaman belajarnya, dan nilai-nilai kebajikan yang dipegangnya.

Ketika seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran dihadapkan pada masalah dilema etika yang berkaitan dengan muridnya, keputusan yang dia ambil seharusnya berpihak pada murid. Misalnya seorang guru dihadapkan pada kasus dilema etika dimana seorang murid sering tidak masuk, secara paradigma dilema etika; di satu sisi benar jika dia menerapkan peraturan sekolah (tidak diluluskan) sebagai bentuk keadilan tetapi disisi lain benar juga jika dia menolong muridnya sebagai bentuk rasa kasihan kepadanya (karena dia ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi).

Dengan prinsip dilema etika care-based thinking-berpikir berbasis peduli maka seorang guru akan memikirkan masa depan muridnya yang akan melanjutkan sekolahnya. Dengan langkah pengambilan dan pengujian keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan universal, seorang guru juga akan mengedepankan nasip muridnya untuk masa depannya.

Seorang guru akan memahami filosofi pendidikan KHD bahwa mendidik adalah sebuah proses menuntun tumbuh kembang murid sesuai dengan kodrat alam dan zamannya agar mencapai kebahagiaan sebagai individu ataupun sebagai masyarakat jika didukung oleh pengetahuan guru tersebut tentang nilai, peran, dan visi guru yang sebenarnya sebagai penggerak pendidikan. Apabila hal itu sudah terpenuhi maka akan menghasilkan budaya positip yang tercipta di sekolahnya. Terciptanya budaya positip di lingkungan sekolah tersebut dapat diinterpretasikan melalui pembelajaran yang memenuhi kebutuhan murid, pembelajaran sosial emosional, dan coaching untuk supervisi akademik yang dilakukan oleh pemimpin pembelajaran.

Dalam pelaksanaannya sehari-hari, apa yang dijelaskan di atas tersebut pasti akan beriringan dengan tantangan-tantangan yang muncul sebagai kasus dilema etika dan bujukan moral. Oleh karena itu, untuk dapat memenuhi dan melaksanakan semua teori di atas dibutuhkan pemimpin yang memahami dan menerapkan paradigma dan prinsip dilema etika. Dalam memutuskan solusi tantangan dilema etika tersebut dibutuhkan kemampuan pengambilan dan pengujian keputusan dilema etika yang berdasar pada nilai-nilai kebajikan.

Dilema Etika merupakan situasi dimana seorang pemimpin dihadapkan pada dua atau lebih nilai-nilai kebajikan yang saling bertentangan tetapi harus diputuskan tindakan apa yang akan diambil. Nilai-nilai kebajikan yang bertentangan tersebut sama-sama benar. Yang dimaksud bujukan moral adalah situasi dimana kita dihadapkan pada dua pilihan dengan opsi yang muncul adalah antara benar dan salah. Sehingga dalam kasus bujukan moral ini akan lebih mudah mengambil keputusan karena pemimpin pasti akan memilih kebenaran.

4 Paradigma Pengambilan Keputusan :

a. Individu lawan masyarakat (individual vs community)

b. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

c. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

d. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

3 Prinsip Pengambilan Keputusan yaitu :

a. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (End-Based Thingking)

b. Berpkkir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thingking)

c. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thingking)

9 langkah pengabilan dan pengujian keputusan:

1. Apa nilai-nilai yang saling bertentangan dalam studi kasus tersebut?

2. Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut ?

3. Apa fakta-fakta yang relevan dengan situasi tersebut ?

4. Mari kita lakukan pengujian benar atau salah terhadap situasi tersebut!

a. Apakah ada aspek pelanggaran hukum dalam situasi tersebut? (Uji legal)

b. Apakah ada pelanggaran peraturan/kode etik profesi dalam kasus tersebut? (Uji regulasi)

c. Berdasarkan perasaan dan intuisi Anda, apakah ada yang salah dalam situasi ini? (Uji intuisi)

d. Apa yang anda rasakan bila keputusan Anda dipublikasikan di media cetak/elektronik maupun viral di media sosial? Apakah anda merasa nyaman? (Uji Publikasi)

e. Kira-kira, apa keputusan yang akan diambil oleh panutan/idola Anda dalam situasi ini?

5. Jika situasinya adalah situasi dilema etika, paradigma mana yang terjadi pada situasi tersebut?

6. Dari 3 prinsip penyelesaian dilema, prinsip mana yang akan dipakai?

7. Apakah ada sebuah penyelesaian yang kreatif dan tidak terpikir sebelumnya untuk menyelesaikan masalah ini (Investigasi Opsi Trilemma)?

8. Apa keputusan yang akan Anda ambil?

9. Coba lihat lagi keputusan Anda dan refleksikan

Hal yang diluar dugaan saya adalah; dulu saya mengetahui cara penyelesaian masalah dilema etika ataupun bujukan moral itu hanya dengan cara musyawarah. Itu pun dalam jalannya musyawarah, saya tidak mengetahui adanya langkah-langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Setelah belajar modul 3.1 ini, sekarang menjadi lebih jelas bagaimana cara untuk memutuskan sebuah masalah yang merupakan dilema etika. Saya merasakan cara ini lebih terarah dan sistematis.

Saya pernah berhadapan dan memutuskan masalah dilema etika. Waktu itu saya belum bisa membedakan antara dilema etika dan bujukan moral. Secara paradigma dilema etika, sebenarnya saya sudah menggunakannya walaupun waktu itu saya belum tahu klasifikasinya. Begitu juga dengan prinsip dilema etika, saya juga sudah menggunakannya tetapi waktu itu saya belum mengenal macamnya. Sedangkan untuk 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan saya memang tidak pernah menerapkannya. Saya hanya menggunakan cara musyawarah setiap kali saya memutuskan keputusan dilema etika yang saya hadapi.

Setelah mempelajari modul 3.1 saya merasa tercerahkan. Sekarang saya telah memiliki pengetahuan tentang bagaimana seharusnya saya memutuskan sebuah kasus dilema etika dan kasus bujukan moral. Dengan menggunakan 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan saya merasa lebih tepat dan percaya diri untuk menghadapi kasus-kasus yang akan muncul di lingkungan saya.

Sangat penting bagi saya mempelajari topik modul ini. Sebagai individu, saya menjadi lebih tenang untuk menghadapi masalah-masalah dilema etika dan bujukan moral yang muncul. Sebagai pemimpin, saya menjadi lebih percaya diri ketika harus memimpin musyawarah menghadapi kasus dilema etika dan bujukan moral karena saya telah memahami sistematika dan langkahnya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terima kasuh kepada admin telah mengizinkan tulisan ini tayang.

21 Apr
Balas



search

New Post