Masni,S.Pd

Masni Guru MAN KOta Pariaman...

Selengkapnya
Navigasi Web

KPPL kemenag Kota Pariaman

Tunggu buk!

“Kemana tadi?”, Buk Amina bertanya kepada Haiki yang baru datang masuk kelas. Sudah satu jam lebih dia telat. Setiap hari ada saja kelakuan anak ini. Setiap hari Senin semua orang mengikuti Upacara Bendera, tetap dia tidak pernah nampak dalam barisan. Hari Kamis adalah hari menampilkan bakat dan minat anak anak, dia tidak pernah nampak puncak hidungnya. Pagi telat, istirahat siang juga telat.

“Ke kedai, buk”, jawabnya santai.

“Mengapa di kedai?, sudah jam berapa ini?, sudah hampir satu jam kamu terlambat”, sebenarnya kamu mau sekolah atau tidak?

“Iyalah bu”, jawab Haiki cengengesan

“Aduuuhh …Sampai kapan kamu akan seperti ini?”, tanya ibuk Amina sambil menepuk jidatnya sendiri.

Haiki tersenyum saja tanpa rasa bersalah yang membuat Buk Amina, wali kelasnya, tambah kesal.

“Kamu kalau akan tetap seperti ini, rasanya ibu tidak pandai lagi dengan sikap kamu, mempertahankan kamu supaya bisa naik kelas nanti rasanay suslit bagi ibuk”, jawab Ibu Amina sambil menatap Haikal yang tetap saja cengengesan seolah olah tidak peduli dengan ucapan ibu Amina.

Haiki adalah seorang siswa yang namanya banyak sekali memenuhi buku kasus di meja piket, mulai dari cabut, telat, malas, tidur di dalam kelas sedang belajar, tidak membuat latihan, salah kostum.

“Sekarang kamu terimalah surat pemanggilan orang tua ini” ,kata Ibu Amina sambil memberikan sebuah surat yang telah ditandatangani oleh kepala sekolah dan wakil kesiswaan.

“Orang tua saya tidak di rumah ,buk”, jawab Haiki.

“Saya tidak mau tahu, kalau tidak bisa orang tuamu datang berhenti saja sekolah, pokoknya saya tunggu orang tuamu hari Kamis,” Bu amina marah.

“ Baik, buk”, jawab Haiki dengan tidak bersemangat. Dia terlihat sedih.

Dalam hati sebenarnya Ibu Amina merasa kasihan juga melihat anak ini , tapi buk Amina berfikir jika anak ini tidak diberi shok teraphy, dia tidak akan berobah. Disamping itu Ibu Amina ingin mencari tahu mengapa anak ini seperti ini sikapnya. Dalam hati ibuk Amina berdoa semoga haiki ini bisa juga berubah kearah yang lebih baik.

*****

Sekarang hari Kamis. Hari ini janji yang dibuat dengan Haiki untuk mendatangkan orang tuanya ke sekolah. Ibu Amina pergi ke kelas Haiki untuk bertanya kepada Haiki jadi apa tidak orang tuanya datang.

“Assalamualaikum, Permisi buk”, Buk Amina masuk kelas Haiki yang kebetulan sedang belajar dengan Buk Yar, guru bahasa Arab.

“Haiki masuk Buk?”, tanya buk Amina sambil melihat ke arah tempat duduk Haiki. Tidak ada dia disana.

“ Mana dia?”, tanya Ibu Amina

“Tidak Masuk buk”, jawab anak anak serempak

“Rizky mana?”, Buk Amina mencari teman haiki

“Saya buk”, Jawab Rizki yang kebetulan berpindah tempat duduk.

Rizky adalah teman haiki. Dia tinggal serumah dengan Haiki tapi Rizky lebih rajin, mau mendengar nasehat dari guru.

“Rizky, kenapa haiki tidak sekolah?”,Tanya Buk Amina.

“Ndak tahu buk”, jawab Rizky sambil mengangkat bahu.

“ Apakah dia sakit?”.

“Tidak buk”, jawab Rizky

“Nanti bilang sama dia Ibu suruh datang ke sekolah besok, ya …”.

“Ya Buk”, jawab Rizky.

Rizky adalah seorang anak yang tinggal jauh dari orang tua. Kedua orang tuanya tinggal di Medan. Anehnya anak ini tidak mau tinggal dengan orang tua. Tidak mau tinggal dengan saudara, mau nya sendiri. Sekarang tinggal menumpang di rumah Haiki. Aduh, Kok ada ya orang tua bisa melepaskan anaknya begitu saja, Buk Amina jadi puyeng sendiri menghadapainya, karena kedua anak ini adalah tanggung jawabnya sebagai wali kelas mereka. Keduanya memiliki perangai yang berbeda beda yang membuat pusing kepala.

*******

“Ting…tong…’, bel tanda masuk kelas berbunyi. Siswa dan guru bergegas masuk kelas.

Buk Amina juga sudah siap dengan segala perangkatnya untuk masuk mengajar di kelasnya.

“Assalamualaikum warahmatullahibarakatuh”, Buk Amina mengucapkan salam sebelum dia masuk kelas.

“Alaikummussalam…”, serempak anak anak menjawab

Buk Amina melihat seluruh siswa dan matanya tertuju pada Haiki dan tersenyum dan langsung bertanya “mana orang tuamu?”.

“Tunggu Buk”, jawab Haiki dengan senaknya.

Buk Amina mengurut dada , “Apakah tidak bisa orang tua kamu datang?”.

“tunggu buk”, jawabnya lagi.

“ Ha..ha…tunggu apa Ki?”, celetuk temannya.

“Tunggu tamat disini?, ha..ha..”. Semua temannya tertawa riuh.

Malu ditertawakan, Haiki langsung lari keluar.

“eh…eh…kemana?”. Buk Amina memegang tangan Haiki supaya tidak keluar.

“Tunggu buk, sebentar”. Dia tetap mau keluar. Buk Amina menggeleng geleng kepala melihat Haiki tanpa mengindahkannya tetap langsung lari keluar.

“Nah..tu..mengapa kalian tertawakan haiki?”, Buk Amina balik memarahi anak anak yang lain.

“Seharusnya kita melindungi kawan, bukan ditertawakan, kita tidak tahu ada masalah apa dengan dia, sebagai kawan kalian seharusnya bisa memberi semangat atau arahan dan nasehat agar dia bisa juga tamat di sekolah ini dengan baik. Untuk masa yang akan datang jangan suka mentertawakan kawan ya!”, panjang lebar Buk Amina memberi nasehat kepada anak didiknya.

“Ya buk,” Jawab mereka serempak

“Sekarang kita lanjutkan pelajaran. Sebelumnya baca doa dalam hati masing masing ya,” Buk Amina mulai membuka pelajaran. Semua sudah larut dan menikmati setiap materi yang diajarkan buk Amina. Buk Amina termasuk seorang guru yang bisa menguasai kelas dengan baik. Semua siswa akan mengikuti pelajarannya dengan serius. Sudah hampir 2 jam pelajaran, namun Haiki tidak juga kunjung masuk. Bolos lagi.

“Saya tidak akan biarkan dia larut seperti ini,” tekad Buk Amina dalam hati. Dia keluar kelas karena jam mengajarnya sudah habis.

Buk Amina mencoba mencari Haiki keluar sekolah. Dilihatnya seluruh kantin yang ada di sekitar sekolah, namun si Haiki tidak bisa ditemukan. Buk Amina mengambil kereta dan pergi keluar. Mudah mudahan ada Haiki ini diluar.

Betul dugaan Buk Amina, Haiki sudah nongkrong di sebuah kedai dengan beberapa orang temannya, tetapi bukan kawan dari sekolahnya. Sepertinya dari sekolah lain. Merokok lagi.

“Kalau anakku ini sudah kutelan kau hidup hidup”, kata buk Amina dalam hati. Namun marahnya tidak dia nampak kan sama Haiki.

“ Haiki!, sini , masuk, yok naik ibuk bonceng”, Buk Amina menyuruh Haiki balik kesekolah dengan suara yang lembut. Padahal dalam hati marahnya sudah meluap luap.

Karena tidak dimarahi, Haiki menurut saja dan naik ke kereta buk Amina. Haiki langsung diajak Amina keruangannya.

“Kamu sebenarnya bagaiman ini Haiki?, mau berhenti sekolah?”, tanya buk Amina.

“Tidak buk,” jawabnya sambil menunduk.

“Jadi orang tuamu dimana”.

“Ayah di Malaysia, Ibu dibawa kakakku ke Bangka, mereka sudah cerai”, jelas Haiki.

“Jadi tinggal di kampung dengan siapa?”, selidik Buk Amina

“Sendiri”, jawab Haiki

“Makan bagaimana?”, Buk Amina mulai prihatin. Haiki menangis

“Saya bisa masak sendiri buk”. Katanya sambil menghapus air matanya. Selama ini Haiki kelihatan seperti seorang anak yang keras, bandel, tetapi rupanya terlihat seperti anak anak yang haus perhatian.

“Siapa yang bisa ibuk hubungi?, maukah kamu memberi ibuk nomor telepon keluargamu?”, Tanya Buk Amina

Haiki memberikan nomor telpon,” nomor kakak saya yang ada buk”.

“Ok… sekarang kamu belajar yang baik ya, kamu boleh masuk kelas kembali”, akhirnya Buk Amina mengizinkan Haiki masuk kelas.

Segera Buk amina mencoba menghubungi nomor yang dikasih oleh Haiki.

“Hallo…Buk Amina disini, wali kelas Haiki, apa benar ini keluarga Haiki?”

“Hallo… iya buk, iya…saya kakaknya, ada apa buk?, ada masalah Haiki buk?”

“Sabar, buk, tenanglah buk, tidak ada apa apa dengan Haiki, Buk”, Buk Amina mencoba setenang mungkin seolah olah tidak terjadi apa apa dengan Haiki.

“Ohhh…saya kira tadi haiki buat masalah lagi, maaf ibuk Amina, janganlah panggil aku Ibuk, aku kakaknya Haiki , panggil aja Lala buk, Lala komplain disebut Ibuk karena dia merasa masih belum ibuk ibuk.

“Baiklah”, kata buk Amina.

“Ada yang bisa Lala bantu buk?’”, tanya Lala berbasa basi.

“Lala, ngomong ngomong Haiki ini tinggal dengan siapa di kampung?”,Buk Amina mulai bertanya.

“Sendiri buk”, katanya.

“Mengapa haiki tidak disekolahkan di tempat ibu kalian saja?”.

“Ohhhh…panjang ceritanya buk”, buk Amina membiarkan Lulu bercerita.

“Sebelumnya mama tinggal di kampung sama Haiki. Haikinya sekolah di pesantren dekat rumah. Setelah tamat pesantren dia kami sekolahkan di tempat ibuk Amina. Mama sangat sayang kepada anak bungsunya ini. Segala yang dia mau dituruti oleh mama. Namun sekarang mamakan single parent. Tidak ada bapak dan bapakpun tidak pernah mengirim nafkah buat anaknya lagi. Ahhh…susahlah menyebutkannya buk, malu Lulu”,kata Lulu sambil menghela nafas panjang.

“Tapi menurut ibuk, walau bagaimanapun haiki ini sebaiknya sama keluarga, jangan ditinggalkan sendiri”, usul ibuk Amina.

“Itulah Buk, masalahnya seperti ini, Haiki ini kalau sama mama dia banyak tingkah, itulah makanya kami pisahkan dia dengan mama. Tidak kami biarkan mereka berkomunikasi”, jelas Lala.

“Haaa…?. Buk Amina terbelalak. “Ehh…maaf”, Buk Amina tanpa sadar terkejut dengan pernyataan Lulu, kakaknya Haiki

“Lagian buk Amina’, lanjut Lala bercerita. “kalau Lala yang bawa Haiki, tidak mungkin rasanya karena Lala baru menikah lima bulan yang lalu, tidak enak rasanya dengan suami Lala. Sedangkan kakak Lala yang membawa ibu juga tidak bisa bawa haiki karena tidak mungkin bisa tinggal serumah dengannya. Alasannya Istrinya yang kebetulan pakai cadar tidak mau ada laki laki yang lain di rumah selain suaminya, begitu ibuk”. Kata Lala.

Akhirnya Buk Amina menceritakan seluruh tingkah polah Haiki di sekolah kepada Lala.

“Buk tolong sajalah buk adik saya, beri nasehat dia, marahi saja dia buk kalau dia salah”, pinta Lala.

Buk Amina terdiam dan sampai lupa menjawab salam Lala saat dia menutup telepon.

“Ya Tuhan,,,,”, keluh buk Amina. Bagaimana kita menyalahkan anak? Orang tua saja tidak merasa bersalah membiarkan anak hidup sendiri. Salah anak sudah pasti dipengaruhi oleh salah kita guru atau orang tua dalam mendidiknya so don’t blame your students.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren, lanjut!

15 Oct
Balas



search

New Post