Bu Guru dan BLT

Sudah tiga bulan Bu Rahmi, dan guru lainnya se-Indonesia menjalani Belajar dari Rumah. Hanya belajar dari rumah. Itu masih mending. Jika dibandingkan dengan orang-orang yang di rumahkan alias PHK yang jelas tak punya penghasilan lagi. Kecuali mereka yang gesit cari pekerjaan lainnya.

Ah, musim begini pekerjaan juga semakin langka. Yang ada perusahaan mengurangi karyawannya.

Yudi hendak keluar rumah. Dia harus mencari perlengkapan buat bikin kandang ayam di belakang rumahnya.

"Bu, aku mau keluar sebentar. "

"Ya, jangan lupa bawa masker."

"Sudah, Bu. Oh iya. Tadi malam di musola ada pengumuman warga yang dapat bantuan. BLT namanya. Ibu dapat nggak?"

"Nggak dapat, le. Nggak ada yang ke rumah ngantarkan apa gitu."

"Lho. Lha Pak Kandar yang punya mobil itu malah dapat, Bu?"

"Ya udah itu rezeki dia," jawab Bu Rahmi.

Kalau ukuran kepemilikan barang mewah sebagai ukuran kaya atau miskin, harusnya Pak Kandar tidak dapat, dia punya mobil, dia orang kaya.

Sementara, Bu Rahmi, hapenya saja hape jadul. Yang hanya Bisa terima telpon dan SMS saja. Tak bisa aplikasi WhatsApp atau media sosial lainnya seperti orang-orang.

Bantuan harusnya diberikan pada orang yang benar-benar membutuhkan. Tepat sasaran. Tapi ini sering terjadi sebaliknya.

"Ya sudah, Bu. Aku pamit ya. Assalamualaikum..."

"Waalaikumussalam. Hati-hati di jalan, Le."