Mas Padil

Guru Fisika di SMA Terpadu Al-Qudwah, Lebak, Banten....

Selengkapnya
Navigasi Web

Kelihatannya Alim Padahal Dzolim

Mataram namanya. Sebutlah begitu. Mahasiswa yang cerdas dan aktivis. Sikapnya gagah. Namun kegagahannya itu menguap begitu saja saat di dekat Seruni. Entah itu melintas atau melihat dari jarak yang tidak jauh. Mataram seringkali salah tingkah saat ada Reuni. Entah itu tiba-tiba memuji plafon, warna dinding, atau mading kampus. Kriwil, teman Mataram ini paham bahwa Mataram punya rasa dengan Seruni. Bahkan sudah terencana setelah wisuda akan melamar Seruni. "Kalau kau suka padanya, lamar kepada bapaknya," Kriwil memanas-manasi. "Ya, tentang itu sudah menjadi salah satu targetku setelah wisuda" jawab Mataram yakin. Namun, suatu waktu, perangai Mataram tiba-tiba berubah. Mataram tak lagi bertingkah aneh ketika berpapasan dengan Seruni. Tak lagi grogi saat ketemu Seruni. Jika Seruni melintas dia cuek saja. Kriwil menduga, Mataram tak lagi selera dengan Seruni. Lantas dia bertanya perubahan sikap Mataram. "Kamu sudah berubah, bro. Biasanya kalau ketemu dia cenderung kamu jadi aneh. Dekat kamu cenderung jutek.?" Selidik Kriwil. "Sudahlah. Tak usah membahas itu lagi. Ngapain juga harus memikirkan orang kayak dia. Tampangnya alim tapi kelakuan zolim". Kriwil tersentak. "Jangan omong sembarang, bro" "Aku saksinya. Aku lihat sendiri. Aku lihat sendiri dia berbuat dzolim. Dia membuang sampah tanpa aturan." "Sampah?" tanya Kriwil keheranan. "Benar. Di kantin, dia buang tisu sembarangan. Nyampah! Ah sudahlah. Cerita begini sama saja kayak aku buka aib orang." "Sampah? Dzolim?" tak habis heran Kriwil atas keterangan Mataram, "ayolah, jangan lebay bro. Kalau buang tisu, hampir semua orang melakukan..." "Ini! Pikiran kayak gini yang bikin umat Islam gak maju-maju" potong Mataram. "Gak cuma orangnya pikirannya juga masih terkotak-kotak masih sempit sudah diajari sejak 1400 tahun yang lalu tapi pikiran tetap nggak di update." Mataram tak berhenti sampai di sana. "Tahukah kau betapa susahnya tisu bisa diuraikan? Itu membutuhkan waktu bertahun-tahun lamanya. Semut, cacing, ataupun serangga tidak bisa memakannya, tidak bisa mencernanya. Maka bayangkan bila ribuan tisu dibuang sembarangan. Apa kabar tanah kita?" "Bagaimana mungkin aku membangun keluarga bersama perempuan yang dengan tangannya ia berlaku zalim terhadap lingkungannya. Berdasarkan itu, aku putuskan untuk mengakhiri hubungan ini." ucap Mataram mantap. Kriwil pun keheranan. "Mengakhiri hubungan? Memang sempat jadian?" "Nggak sih. Maksudnya mengakhiri niat melamar. Sorry kebawa perasaan." * * * Cerita ini saya ambil dari komik 33 pesan nabi volume 3 tentang jaga sikap raih kebaikan. Dalam hal ini yang diceritakan memang seorang muslimah yang kelihatannya melakukan sebuah perbuatan yang tidak disukai sehingga seorang laki-laki yang hendak melamarnya membatalkannya. Namun dalam kehidupan sehari-hari bisa jadi cerita ini berkebalikan. Konteksnya bukan siapa yang melakukan tetapi apa yang dilakukan. Hal ini seharusnya menjadi perhatian kita bersama. Bahwa, kadang membuang sampah sembarangan itu terlihat sepele. Padahal itu merupakan hal yang sangat penting, yang menunjukkan karakter orang tersebut. Kita Yang Payah Mengurus Sampah Di negeri ini sampah mudah ditemui dimana saja. Di sekolah, pasar, jalan, lapangan, warung, atau rumah sakit. Orangnya pun kreatif membuang sampah sembarangan dimana saja seperti di selokan, laci meja, lantai, bawah jendela, pot bunga hingga menyelipkan sampah di jok motor atau sela-sela cabang pohon. Sering pula kita jumpai sampah-sampah yang menumpuk di sudut kota. Tidak hanya mereka yang berpendidikan rendah, mereka yang berpendidikan tinggi pun berlaku demikian. Seorang Pembantu Rektor di sebuah kampus sampai-sampai masih harus berbicara tentang sampah di hadapan ribuan mahasiswa. Di sekolah dan kampus banyak sampah yang berserakan. Atau guru-guru merokok yang membuang puntung rokok sembarangan misalnya di selokan atau sela-sela pot bunga. Kurang terdidik apa mereka tentang sampah? Orang miskin yang tinggal di bantaran kali membuang sampah rumah tangganya ke sungai. Sungai adalah tempat sampah yang luas dan murah. Orang kaya pun tidak jauh beda. Lazim kita jumpai ketika sedang berkendara tiba-tiba dari jendela mobil ada orang yang membuang sampah ke jalan. Baik itu tisu bekas, puntung rokok, atau bungkus kue. Begitulah kelakuan orang yang tidak punya malu, tidak punya etika dan sesuka hati. Mobilnya bagus. Tapi tidak dengan perilakunya. Indonesia harus bekerja keras tangani sampah. Jumlah penduduk yang besar adalah tantangan. Perda sudah ditetapkan. Himbauan sudah berulang dilontarkan. Alat peraga sudah banyak terpasang. Berbagai program sudah digulirkan. Namun, semua itu tidak efektif jika tidak ada kesadaran individu dari setiap kita untuk menjaga kebersihan. Faktor internal (kesadaran individu) lebih menentukan dan berpengaruh dibanding sebab-sebab eksternal. Aa Gym pernah menyindir kelakuan pelaku membuang sampah sembarangan. Katanya, “SD 6 tahun, SMP 3 tahun, SMA 3 tahun, kuliah 5 tahun. 17 tahun belajar, tapi masih buang sampah seenaknya, belajar apa saja ya?” Demikian kicauannya melalui akun twitter. Perlakuan kita terhadap sampah cerminan akhlak kita. Akhlak kita terlihat cara memperlakukan sampah baik dengan membuangnya, meletakkan begitu saja, membuang pada tempatnya, membuang ke sungai, membakarnya, atau membawanya ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS). Suatu sore saya mengajak jalan-jalan si bungsu. Kali ini saya menghindari keramaian jalan raya atau alun-alun kebangsaan daerah saya, yang sedang molek, menyambut ulang tahunnya yang hampir dua abad itu. Di salah satu sudut desa itu, ada pemandangan yang menarik perhatian saya. Takjub saya melihat tumpukan sampah yang elok kelihatannya. Sepertinya sebuah blumbangan atau lobang besar yang disediakan memang untuk penampungan sampah. Di sekitar sana ada perumahan baru yang hanya siap belasan unit saja. Ada rumah warga tapi agak jauhan dari lokasi blumbangan itu. Di pinggir blumbangan itu ada selokan. Meskipun tidak dialiri air tapi mungkin sebagai persiapkan jika memang saluran air sudah dibutuhkan. Yang menarik, sampah di sana kelihatannya tidak diurus. Kesannya dibuang sembarangan. Tidak ada bak sampah di perumahan itu. Kebetulan saya sempat masuk ke perumahan itu juga. Namun tidak lama, saya keluar perumpamaan itu, dengan sempat menghirup kuat aroma sampah yang menyengat. Sore itu, langit bersemangat menumpahkan muatannya.
DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cara menulisnya keren, asyik, dan mengena. Sukses selalu

04 Apr
Balas



search

New Post