Mas Rahman

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Siti Manggopoh

Siti Manggopoh

Mas Rahman

Tulisan ke 29

*****

Siapapun bisa menjadi Pahlawan. Ada Pahlawan Keluarga, Pahlawan Masyarakat dan Pahlawan Nasional. Apa kriterianya menjadi Pahlawan ?. Apakah anda ingin menjadi Pahlawan ?.

Pahlawan adalah gelar tertinggi di Indonesia. Gelar yang sangat prestisius diberikan atas tindakannya yang dianggap heroik. Sejarah Indonesia mempunyai perjalanan yang panjang, penuh dengan pengorbanan dan perjuangan dari para pahlawannya yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Berkat jasa-jasa para pahlawan, Indonesia bisa meraih kemerdekaan menjadi Negara Republik Indonesia.

Indonesia memiliki ratusan hingga jutaan orang sebagai Pahlawan Tak Dikenal, Dikenal dan Pahlawan Nasional. Dari 206 Pahlawan Nasional, hanya 17 perempuan yang telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. Salah satunya Perempuan Pahlawan Nasional Indonesia adalah Siti Manggopoh ( 10/11/23 ).

Siti Manggopoh pahlawan yang sangat termahsyur di Sumatra Barat. Yang lahir tanggal 1 Mei 1880 di Lubuk Basung, kabupaten Agam provinsi Sumatera Barat. Siti Manggopoh dikenal sebagai Singa Betina dari Tanah Minangkabau. Karena keberanian dan kegigihannya melawan penjajahan kolonial Belanda.

Siti Manggopoh belajar ilmu agama, adat istiadat, kesenian dan silat disurau sebagai lembaga pendidikan utama masyarakat Minangkabau. Siti Manggopoh menikah dengan pejuang bernama Rasyid Bagindo Magek yang dikaruniai dua anak yaitu Muhammad Yaman dan Dalima.

Siti Manggopoh protes atas peraturan pungutan pajak tanah yang ditetapkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda (Belasting). Peraturan Pajak atas tanah dianggap bertentangan dengan adat istiadat Minangkabau, karena tanah pusako adalah kepunyaan kaum Minangkabau. Siti Manggopoh menganggap Belasting sebagai tindakan Pemerintah Kolonial Belanda menginjak-injak harga diri, adat istiadat, budaya dan agama Bangsa Minangkabau. Rakyat Minangkabau merasa terhina jika mematuhi peraturan untuk membayar pajak tanah pusako yang sudah dimiliki secara turun temurun.

Kesewenang-wenangan dalam memungut pajak tanah pusako membuat rakyat Minangkabau melakukan perlawanan terhadap Pemerintah Kolonial Belanda.Siti Manggopoh dan suaminya, Rasyid Bagindo Magek menghimpun masyarakat untuk berjuang melawan penindasan Pemerintah Kolonial Belanda.

Hanya berbekal senjata parang, keris, ruduik dan ladiang. Siti Manggopoh dengan tekad bulat memulai serangan di malam hari dengan semboyan " Setapak tak kan mundur, Selangkah tak kan kembali ". Sebelum menyerang, Siti Manggopoh dengan menggendong bayi berjalan mengelilingi benteng. Untuk mengetahui situasi, kondisi dan kekuatan pasukan Belanda didalam benteng, yang tidak jauh dari Fort de Kock.

Siti Manggopoh dan para pejuang menyerang benteng Belanda dan membunuh 53 orang tentara Belanda dalam waktu satu hari. Kemudian Pemerintah Kolonial Belanda yang ada di Sumatera Barat meminta bantuan untuk mengirim pasukan dari luar Sumatra Barat. Untuk menangkap hidup atau mati Siti Manggopoh, Rasyid Bagindo Magek dan para pejuang Minangkabau.

Siti Manggopoh, Rasyid Bagindo Magek dan para pejuang dengan bergerilya melakukan perlawanan di hutan-hutan Sumatera Barat. Walaupun Rasyid Bagindo Magek tertangkap dan syahid di penjara Belanda. Siti Manggopoh terus melakukan perjuangan melawan Pemerintah Kolonial Belanda hingga syahid menjemputnya. Begitu heroiknya Siti Manggopoh memimpin para pejuang melawan kolonial Belanda sehingga dijuluki Singa Betina asal Nagari Manggopoh. Nama Manggopoh ditambahkan dibelakang nama Siti karena terkenal berani maju terdepan dan memimpin pasukan berani mati dimedan perang Manggopoh. Pada tanggal 20 Agustus 1965, Siti Manggopoh wafat dimakamkan Lolong Padang, Taman Makam Pahlawan Kusuma.

Untuk mengingat jasa-jasanya sebagai seorang Pahlawan yang berjuang melawan Pemerintah Kolonial Belanda. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat mengapreasiasi nama jalan dengan nama jalan Siti Manggopoh mulai dari Pariaman sampai Agam dan juga dibuat Patung Siti Manggopoh di Lubuk Basung, Kabupaten Agam.

Wiwit Suryani, S.Pd. bersama suami tercinta, Ariantoni, Amd, tinggal di jalan Siti Manggopoh di Kota Pariaman. Keduanya sebagai anggota BPD didesa Balai Naras, kecamatan Pariaman Utara. Bersama-sama membangun kota Pariaman melalui ide-ide positif, kreatif dan inovatif yang diwujudkan dalam bentuk program-program yang bermanfaat untuk masyarakat Balai Naras.

Wiwit dan Toni juga orang yang terkenal vokal mensuarakan jika ada kebijakan desa yang tidak pro masyarakat banyak. Mereka berdua dengan terang-terangan mengkritik bahkan walk out dari sidang BPD Balai Naras jika ada yang bermain-main dengan urusan masyarakat banyak.

Mari teladani Siti Manggopoh.

Salam Literasi

Pariaman, 22/4/23

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post