Penulis : Masrotun Choiriah, S.Pd

Purnama. Nama sederhana yang cukup indah. Menggambarkan sinar bulan penuh saat pertengahan bulan. Sinar bulan yang menerangi bumi tanpa penghalang. Seelok paras ayu pemilik namanya.  Sesuai namanya, karena dia lahir bertepatan saat bulan purnama. Namun sayang perjalanan hidup yang dilakoni tak seindah nama maupun parasnya. Dia hanya bisa pasrah terhadap taqdir yang harus dijalani. Saat usia remaja, usai menyandang gelar sarjana apoteker langsung mendapat pekerjaan sesuai angan-angan. Menjadi apoteker rumah sakit umum di kota kelahiran. Lewat seleksi CPNS yang diikuti. Tak heran jika langsung lolos, karena gelar cum laude yang diperolehnya.

Belum genap setahun mengabdi, seorang dokter meminangnya. Tanpa menunggu lama akad segera terucap. Kebahagiaan senantiasa menyelimuti hari-harinya. Apalagi setelah lahir sang pewarna keluarga. Namun kiranya tak berlangsung lama. Saat buah hati menginjak usia tujuh bulan, kecelakaan maut merenggut suaminya. Dengan sisa-sisa ketegaran dia harus bangkit membesarkan sang buah hati seorang diri. Saat si kecil berusia lima tahun, datang sahabat mendiang suami yang bertugas di kota tetangga melamarnya. Mungkin sudah jodoh, segera terikat tali pernikahan. Purnama kembali menampakkan sinar, dari keredupan yang menghadang.

Namun sinaran kembali redup, bahkan gelap bak terjadi gerhana. Hari ini, dia harus rela melepas kepergian suaminya lagi untuk selama-lamanya. Pejuang Covid-19 garda terdepan yang gugur di medan pertempuran. Disaat dia tengah mengandung janin usia sembilan bulan. Seolah hatinya luruh, raganya rapuh. Masih adakah sinaran purnama lagi di kehidupannya?

          # Goresan pena ke-127 #

RUMAH CINTA. Rabu, 9 Juni 2021