MASRURI

(M Vut Asmakhum Rmhk) biasa disapa Vut atau Emput, lahir di Indramayu, 28 Agustus 1965. Menulis sejak duduk di bangku SMP (puisi, cerpen, f...

Selengkapnya
Navigasi Web
Contoh Implementasi Sekolah Ramah Anak (1)
Kondusivitas Sekolah

Contoh Implementasi Sekolah Ramah Anak (1)

Beberapa uraian berikut merupakan contoh implementasi Sekolah Ramah Anak yang terformulasi ke dalam 8 (delapan) Standar Pendidikan, Dari sekian banyak formula pada urutan pertama diantaranya adalah Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Lulusan memiliki sikap anti kekerasan. (Lulusan memiliki sikap toleransi yang tinggi, Lulusan memiliki sikap peduli lingkungan, Lulusan memiliki sikap setia kawan, Lulusan memiliki sikap bangga terhadap sekolah dan almamater). Kedua berkaitan dengan Standar Isi (SI), yang mencakup hal-hal berikut Kerangka dasar dan struktur kurikulum, Beban belajar Kurikulum tingkat satuan pendidikan, Kalender Pendidikan/akademik, Standar Isi mencantumkan pelaksanaan Sekolah Ramah Anak. Dasar hukum mencantumkan Undang-undang Perlindungan Anak (UUPA). Ketiga Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Pendidik dan tenaga kependidikan mampu mewujudkan Sekolah Ramah Anak. Sekolah Bebas kekerasan apakah kekerasan secara Fisik (physical abuse atau secara sengaja dan paksa dilakukan terhadap bagian tubuh anak yang bisa menghasilkan ataupun tidak menghasilkan luka fisik pada anak contohnya : memukul, menguncang-guncang anak dengan keras, mencekik, menggigit, menendang, meracuni, menyundut anak dengan rokok, dan tindakan lain sematra dengan beberapa rincian kongkrit tersebut. Kekerasan secara sexsual (sexual abuse), terjadi jika anak digunakan untuk tujuan seksual bagi orang yang lebih tua usianya. Misalnya memaparkan kepada anak tentang kegiatan atau perilaku seksual, atau memegang atau raba anak atau mengundang anak melakukannya. Termasuk di sini adalah penyalahgunaan anak untuk pornografi, pelacuran atau bentuk ekploitasiseksual lainnya. Kekerasan secara emosional (emotional abuse) Meliputi serangan terhadap perasaan dan harga diri anak. Perlakuan salah ini sering luput dari perhatian padahal kejadian bisa sangat sering karena biasanya terkait dengan ketidakmampuan dan / atau kurang efektifnya orang tua/guru/orang dewasa dalam menghadapi anak. Bentuknya bisa mempermalukan anak, penghinaan, penolakan, mengatakan anak “Bodoh”, “malas”, “nakal”, menghardik, menyumpai anak dan lain-lain.

Penelantaran anak. Terjadi jika orang tua wali pengasuh, guru, orang dewasa tidak menyediakan kebutuhan mendasar bagi anak untuk dapat berkembang normal secara emosional, psikologis dan fisik. Contoh tidak diberi makan, pakaian, tempat berteduh, tidak mendapat tempat duduk, diabaikan keberadaannya dan bentuk perlakuan yang tidak menguntungkan. Guru memahami Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA). Keempat adalah Standar Proses, Proses pembelajaran, interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berperan aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pembelajaran aktif, kreatif, efektif, menyenangkan.memberikan bantuan berupa sandang seperti seragam, sepatu, tas, buku dan lain-lain. Pangan seperti pemberian makanan tambahan anak sekolah (PMTAS), kesehatan, dan pendidikan yang memadai bagi anak memberikan ruang kepada anak untuk berkreasi, berekspresi, dan partisipasi sesuai dengan tingkat umur dan kematangannya. memberikan perlindungan dan rasa aman bagi anak untuk Menghargai keberagaman dan memastikan kesetaraan keberadaan. Perlakuan adil bagi murid laki-laki dan perempuan, cerdas, lemah, kaya, miskin, normal cacat dan anak pejabat dan buruh. Penerapan norma agama, sosial dan budaya setempat. Kasih sayang kepada peserta didik, memberikan perhatian bagi mereka yang lemah dalam proses belajar karena memberikan hukuman fisik maupun non fisik bisa menjadikan anak trauma. Saling menghormati hak hak anak baik antar murid, antar tenaga kependidikan serta antara tenaga kependidikan dan murid. Terjadi proses belajar sedemikan rupa sehingga siswa merasa senang mengikuti pelajaran, tidak ada rasa takut, cemas dan was-was, tidak merasa rendah diri karena bersaing dengan teman lain. Membiasakan etika mengeluarkan pendapat dengan tata cara : Tidak memotong pembicaraan orang lain Mengancungkan tangan saat ingin berpendapat, berbicara setelah dipersilahkan. Mendengarkan pendapat orang lain. Proses belajar mengajar didukung oleh media ajar seperti buku pelajaran dan alat bantu ajar/peraga sehingga membantu daya serap murid.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post