Maya Marlina Febriyanthi

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
GERAKAN PENUMBUHAN BUDI PEKERTI (PBP) MELALUI MEMBACA BUKU 15 MENIT SEBELUM PEMBELAJARAN DIMULAI

GERAKAN PENUMBUHAN BUDI PEKERTI (PBP) MELALUI MEMBACA BUKU 15 MENIT SEBELUM PEMBELAJARAN DIMULAI

Pernahkah Anda memperhatikan bagaimana masyarakat Indonesia mengisi waktu ketika sedang antre di sebuah bank, di rumah sakit, di ruang tunggu bandar udara, atau di kantor pos? Apa yang mereka lakukan untuk mengisi waktu tersebut? Sebagian besar sibuk dengan smartphone mereka berkirim pesan melalui sms, line, bbm, whatsApp, mengunggah foto dan video di instragram, update status di facebook atau twitter, sebagian yang lain asyik mengobrol dengan orang yang duduk di dekatnya, dan hanya satu atau dua orang membaca buku.

Dalam laporan Unesco tahun 2012, minat membaca orang Indonesia 0,001 atau 1 dari 1000 orang Indonesia yang memiliki minat baca (http://www.kompasiana.com). Rendahnya minat baca ini menjadikan kebiasaan membaca yang rendah. Selain itu, pandangan sebagian masyarakat Indonesia masih berkutat pada pemenuhan hajat hidup yang utama yaitu pangan dan sandang. Ditambah lagi dengan tempat tinggal dan biaya pendidikan lainnya bagi masyarakat kurang mampu. Namun bagi masyarakat yang mampu, membeli barang-barang teknologi yang semakin canggih lebih dipilih daripada membeli buku.

Sistem pembelajaran di Indonesia belum mewajibkan siswa membaca buku, di luar buku pelajaran. Dalam buku “Pemimpin Cinta” karya Edi Sutarto,2015 terdapat kutipan hasil survey sastrawan Taufik Ismail tahun 2008 yang memaparkan data buku yang wajib dibaca siswa SMA di US sebanyak 32 judul per tahun (1987-1989), SMA Perancis 30 judul (1967-1970), SMA Belanda 30 judul (1970-1973), SMA Jepang 15 judul (1969-1972), SMA Kanada 13 judul (1992-1994), SMA Rusia 12 judul (1980-an), SMA Brunei 7 judul (1966-1969), SMA Malaysia 6 judul (1976-1980), SMA Singapura 6 judul (1982-1983), SMA Thailand 5 judul (1986-1991), dan di Indonesia hingga level SMA tahun 1943-2008 tidak ada buku yang wajib dibaca (0 judul).

Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan apa yang pernah penulis lihat di Monrad Intermediate School di kota Palmerston North, New Zealand. Di sana siswa Kelas 7 diminta untuk membaca sebuah buku cerita dalam mata pelajaran Literacy. Selama 2 minggu siswa membaca cerita pendek dan melaporkan ringkasan cerita yang berisi tentang tokoh, latar cerita, alur cerita, dan nilai moral cerita tersebut. Guru meminta laporan siswa satu per satu dan siswa melakukannya dengan penuh tanggung jawab. Jika satu bulan ada 2 judul cerita pendek yang dibaca, maka dalam satu catur wulan ada 6 judul cerita pendek yang dibaca.

Kegemaran masyarakat saat ini sejalan dengan kemajuan teknologi telah bergeser dari membaca buku sebenarnya menuju membaca online. Syukur Alhamdulillah jika yang dibaca di smartphone adalah artikel atau buku cerita online. Namun sebagian masyarakat lebih memilih untuk bermain game dan menonton video. Di tengah maraknya media hiburan seperti TV, komputer, dan smartphone, orang lebih memilih menikmati hiburan daripada membaca buku.

Kebiasaan membaca tampaknya memang belum begitu mengakar di Indonesia. Secara historis, masyarakat Indonesia adalah masyarakat pendengar dan penonton, bukan pembaca. Masyarakat kita lebih dekat dengan budaya tutur (oral tradition) daripada budaya baca, karena budaya mendengar dan menonton lebih menyenangkan daripada budaya baca. Transfer nilai dan kebudayaan dilakukan melalui budaya tutur (lisan) dan ajaran etik dan moral lebih banyak disampaikan melalui dongeng dan nasihat-nasihat langsung dari para sesepuh.

Melihat fakta ini, mengutip artikel Balitbang Kemdikbud tanggal 28 Juli 2015, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencanangkan gerakan Penumbuhan Budi Pekerti (PBP) untuk menumbuhkembangkan potensi unik siswa melalui pembiasaan membaca buku selain buku pelajaran selama 15 menit sebelum pembelajaran dimulai. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan mengatakan budaya membaca dimulai dengan membaca singkat tapi rutin dilakukan terus-menerus sehingga menjadi pembiasaan dan akhirnya menjadi budaya, demikian keterangan pers pada acara Jumpa Pers tentang Penumbuhan Budi Pekerti di kantor Kemendikbud, Jakarta, Jum’at (24/7/2015). Rencananya kegiatan rutin ini akan dilaksanakan pada tahun ajaran baru 2016/2017.

Meningkatkan minat baca dapat dilakukan melalui keteladanan orang tua dan guru. Minat baca anak-anak harus dibiasakan sejak usia dini. Anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua yang mempunyai minat baca yang tinggi, akan terdorong untuk membaca karena kebiasaan yang dicontohkan oleh orang tuanya. Orang tua menjadi contoh dan control yang baik bagi anak-anak. Dalam hal ini,orang tua juga sangat berperan dalam membangun minat baca anak-anak dengan menyediakan buku-buku yang menarik bagi anak-anak di rumah. Tentu saja, buku-buku yang disediakan juga harus sesuai dengan usia anak-anak. Pemberian hadiah untuk anak-anak dapat dilakukan jika anak-anak dapat menyelesaikan membaca sebuah buku. Selain itu, terus mengikuti perkembangan membaca anak-anak.

Demikian juga dengan guru. Jika guru ingin siswanya membaca, maka gurunya juga harus membaca. Guru selalu mendorong dan memotivasi siswa untuk mewujudkan minat baca yang tinggi. Guru memperlihatkan antusias yang tinggi saat siswa membaca buku bacaannya. Guru dapat mendorong siswa untuk membuat slogan-slogan di kelas seperti “Ingin jadi Juara dan Berprestasi, Rajinlah Membaca”, “Gunakan Waktu Luang untuk Membaca”, “Tiada Hari Tanpa Membaca”. Guru mengadakan lomba synopsis, dengan membuat synopsis guru mengajarkan kepada siswa untuk menuangkan gagasannya ke dalam tulisan.

Kerja sama antara guru dan pengelola perpustakaan juga dapat dilakukan dengan membuat jadwal kunjungan siswa ke perpustakaan, misalnya meminta siswa kelas IX pada hari Senin ke perpustakaan untuk mengerjakan tugas yang diberikan guru. Perpustakaan dibuat menjadi menarik bagi siswa dengan mendesain perpustakaan menjadi tempat yang nyaman untuk membaca agar siswa semakin betah di perpustakaan dan ketersediaan buku-buku yang diinginkan dan disuka oleh siswa. Pemberian hadiah bagi siswa yang paling banyak meminjam buku dan siswa tersebut meningkat prestasinya setelah rajin membaca, dapat pula dilakukan.

Membaca adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi dari sesuatu yang ditulis. Semakin banyak membaca, semakin banyak pula informasi yang kita dapatkan. Dengan membaca dapat meningkatkan pengembangan diri, intelektual, wawasan, dan menjadikan pembaca mempunyai tutur kata yang sopan.

Semoga gerakan Penumbuhan Budi Pekerti (PBP) untuk menumbuhkembang- kan pembiasaan membaca buku dapat berjalan dengan baik dan siswa memiliki niat yang tulus untuk membaca. Semoga minat baca siswa di Indonesia bisa sejajar dengan Negara-negara lain karena tinggi rendahnya minat baca suatu bangsa sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Selanjutnya, kualitas sumber daya manusia sangat menentukan perkembangan suatu bangsa.

Penulis adalah Guru Bahasa Inggris

SMPN 1 Martapura, Kalsel

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post