Mayang Sari

Lahir di Padang tahun 1982, dan menghabiskan masa kecil di kota Medan. Pendidikan terakhir penulis adalah strata 1 jurusan pendidikan Matematika di Universitas ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Dyslexia

Dyslexia

Dyslexia

Oleh : Mayang Sari

Banyak orang masih merasa asing dengan istilah dyslexia. Sedangkan beberapa yang telah mengetahuinya, menganggap sympton (gejala) dyslexia adalah sebuah kecacatan. Jelas bahwa hal itu tidak benar. Sehingga perlu adanya penjelasan yang tegas untuk membantah anggapan itu.

Menurut data statistik, 10 % dari 50 juta anak usia sekolah dasar di Indonesia adalah penyandang dyslexia (1 dari 10 anak adalah anak dyslexia). Sedangkan di dunia sekitar 10-15% anak bersekolah menyandang dyslexia. Data tersebut cukup menjadi alasan mengapa kita perlu memahami dengan baik dan benar apakah itu Dyslexia. Karena bisa saja anak-anak penyandang dyslexia ada disekitar anda atau bahkan bagian dari orang-orang terdekat dengan anda.

Usia anak-anak adalah saat dimana ia akan mempelajari banyak hal. Sebagai orang tua, sudah pasti sangat menginginkan agar anak-anak anda mampu membaca dan menulis. Karena jembatan bagi anak dalam menimba ilmu akan melibatkan dua aktifitas ini. Sehingga tidak heran beberapa orang tua sudah mengajari anak-anak mereka mengenal huruf dan angka di usia pra sekolah.

Membuat anak-anak mampu membaca dan menulis pada usia dini tidak selalu semudah yang dipikirkan. Walaupun beberapa anak memang cukup mampu melakukannya pada usia yang lebih awal. Namun seyogyanya fase belajar membaca dan menulis umumnya di mulai pada usia 7 (tujuh) tahun, dimana anak-anak telah memasuki usia sekolah dasar.

Jika anda mendapatkan anak yang telah berada pada usia sekolah namun ia mengalami hambatan dalam mengenal abjad, angka, mengeja, membaca, dan menulis, maka anda jangan buru-buru menilai anak tidak mampu ataupun bodoh. Anda harus mencari tahu apakah anak mengalami gangguan yang disebut dengan Dyslexia.

Apakah Dyslexia itu ?

Dyslexia berasal dari bahasa Yunani yaitu “dys” yang berarti kesulitan, dan “leksia” yang berarti kata-kata. Sehingga menurut bahasa dyslexia diartikan sebagai kesulitan dalam berkata-kata/berbahasa.

Menurut ahli, dyslexia terjadi karena adanya kelainan neurobiologis yang menyebabkan gangguan pada saraf sehingga otak sulit memproses bahasa dan simbol. Orang yang mengidap dyslexia mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi simbol-simbol (huruf dan angka) yang ia lihat, sehingga selanjutnya juga akan mengalami kesulitan dalam mengeja, dan membaca.

Gangguan pada saraf tersebut juga dapat membuat seorang dyslexia mengalami kesulitan dalam mengolah kata yang ia dengar. Sehingga informasi atau berita yang diterima pada suatu waktu menjadi sangat sulit untuk diingat. Gangguan ini selanjutnya akan berdampak pada kesulitan dalam mengulang/menyampaikan informasi itu kembali. Dan hal ini adalah salah satu yang menyebabkan seorang dyslexia juga akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi.

Adapun fakta yang disampaikan oleh seorang dyslexia yang diambil dari beberapa sumber, bahwa pengidap dyslexia melihat simbol (huruf dan angka) tidak seperti yang terlihat sebagaimana yang dilihat oleh orang yang normal. Terkadang mereka melihat huruf dan angka dalam bentuk yang tidak utuh, seperti ‘A’ tapi terlihat ‘^’. Kadang terlihat huruf yang berpindah tempat seperti ‘ibu’ menjadi ‘ubi’, bahkan juga ada huruf yang hilang contohnya kata ‘sekolah’, namun terlihat ‘seklah’. Ada pula yang melihat kalimat-kalimat dengan huruf yang mengalami pergerakan seperti naik dan turun ataupun melayang. Gejala ini sangat berdampak dalam aktifitas menulis yang juga menyebabkan gangguan dalam menulis.

Beberapa penyandang dyslexia juga menulis huruf secara salah, seperti ; tertukarnya b dan d, p dan q, u dan n, m dan w, s dan z, angka 6 dan 9. Juga penulisan angka yang terbalik arahnya, seperti angka tujuh yang mengarah kekiri lalu ditulis dengan arah sebaliknya.

Begitu juga dengan bahasa yang didengar. Seorang dyslexia kadang mendengar beberapa kata yang tidak sesuai, seperti kata pura-pura, terdengar kura-kura, pasar terdengar pagar. Dan adanya gangguan dalam mendengar bunyi beberapa huruf. Sehingga saat penulisan kadang terjadi kebingungan terhadap huruf tertentu, seperti, n, m, t, dan p. Misalnya saat menulis kata ‘makan’, seharusnya huruf terakhir adalah huruf n, namun ditulis dengan huruf t. Atau misalnya kata ‘tutup’, yang diakhiri dengan huruf p, namun ditulis dengan huruf m.

Adanya gangguan tersebut membuat seorang dyslexia membutuhkan waktu yang lama untuk memproses informasi yang ia dapatkan sehingga menjadi informasi yang benar. Keadaan ini yang membuat stigma bodoh, malas dan lambat kerap kali disematkan pada anak yang mengidap dyslexia.

Namun apakah benar seorang Dyslexia itu “bodoh” ?

Tentunya dari penjelasan diatas kita sepakat, bahwa dyslexia hanya berkaitan dengan gangguan dalam hal berbahasa, membaca dan menulis. Dan tidak ada kaitannya dengan kemampuan itelejensi (IQ) seseorang. Walaupun kedua hal itu sama-sama berada dalam aktifitas otak manusia, namun keduanya adalah dua hal yang berbeda. Faktanya, setelah dilakukan penelitian/tes IQ terhadap anak-anak pengidap dyslexia, mereka memiliki kecerdasan rata-rata dan bahkan diatas rata-rata/genius.

Anak-anak dyslexia tidak mengalami gangguan dalam hal pemahaman terhadap konsep dan nilai. Mereka mampu memahami matematika dan menyelesaikan persoalannya. Mereka mengerti akan nilai sosial dan budaya. Mereka memahami tentang agama dan adanya Tuhan. Dan diantara mereka juga sangat peka terhadap karya seni. Selain itu beberapa orang tua yang memiliki anak dyslexia mengakui bahwa anak-anak mereka selalu memiliki cara pandang terhadap sesuatu dari sudut yang berbeda (out of the box). Mereka mempunyai empati yang tinggi dan sangat sensitif. Dan sejarahpun mencatat terdapat banyak tokoh-tokoh terkenal yang juga ber-IQ adalah penyandang dyslexia, misalnya ; Albert Einstein, Leonardo Da Vinci, Thomas Alfa Edison, bahkan penemu di era modern yaitu Steve Jobs, dll.

Sehingga stigma ‘bodoh’ yang tersemat pada anak dyslexia hanya karena mereka lebih lambat dari anak-anak lainnya adalah sebuah kesalahan besar. Dan sudah seharusnya anggapan-anggapan seperti itu segera dijauhkan dari anak-anak penyandang dyslexia. Karena anak-anak dyslexia memiliki kemampuan yang mungkin melebihi anak lainnya.

Adapun penyebab dyslexia belum dapat diketahui secara pasti. Namun kondisi ini diduga terkait dengan kelainan gen yang mempengaruhi kinerja otak dalam hal kata-kata/berbahasa. Sehingga riwayat disleksia atau gangguan belajar dalam keluarga dapat menjadi salah satu penyebabnya.

Kapankah dyslexia pada anak dapat diketahui ?

Pada dasarnya dyslexia dapat dikenali dengan jelas saat anak memasuki usia sekolah. Dimana anak telah belajar mengenal huruf, dan melanjutkannya dengan belajar membaca dan menulis. Jika terjadi hambatan seperti kesulitan dalam mengingat huruf, terbata-bata saat mengeja, dan tidak lancar saat membaca yaitu seakan-akan masih mengeja, maka bisa jadi hal ini adalah gejala dyslexia. Dan tentunya perlu pemeriksaan lanjut oleh ahli yaitu psikolog ataupun dokter anak. Namun, beberapa gejala awal juga sudah dapat dikenali oleh orang tua di usia pra sekolah. Adapun gejala yang dapat diketahui adalah :

· Mengalami keterlambatan dalam berbicara dibandingan anak seusianya

· Sedikit memiliki pembendaharaan kata

· Sulit membedakan kanan dan kiri

· Sulit mengingat nama-nama warna (namun bisa mengelompokkan warna sejenis)

· Sulit mengungkapkan keinginannya dengan berbicara, sehingga bagi yang mendengar sulit memahami maksud yang anak sampaikan

· Dll

Sedangkan saat anak memasuki usia sekolah, gejala akan semakin tampak, seperti :

· Sulit mengingat huruf (walaupun pada akhirnya anak mampu namun cukup lambat dari anak lainnya)

· Sulit mengeja, (saat mengeja sering lupa dengan huruf)

· Sulit membaca (membaca dengan terbata-bata, seakan tetap masih mengeja)

· Tidak dapat mengingat nama-nama teman sekelasnya

· Sulit memahami intsruksi dengan cepat

· Daya ingat yang buruk.

· Bingung dengan konsep waktu, arah dan ukuran.

· Sulit konsentrasi dan hiperaktif

· Sering menggunakan istilah yang tidak tepat atau terbalik. Misal, “Adik tidak mau berenang karena kolam tebal, yang dimaksud adalah ‘dalam’.

· Kurangnya pembendaharaan kata sehingga sering menggunakan kata ‘itu’ dan ‘ini’ dalam menjelaskan sesuatu.

· Kesulitan dalam merangkai cerita.

· Dll

Adapun gejala-gejala diatas dapat dialami seluruh atau beberapanya. Dan masih banyak lagi gejala-gejala yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Dapatkah dyslexia disembuhkan ?

Dyslexia tidak dapat disembuhkan. Sekali anak terdiagnosis dyslexia maka seumur hidupnya akan menyandang status itu. Namun dyslexia dapat diatasi dengan penanganan yang tepat dan segera. Orang tua harus cermat terhadap setiap kesulitan yang dialami seorang anak dyslexia. Salah satu penanganan yang baik adalah dengan pendampingan. Membantu anak untuk selalu melakukan pengulangan (remedial) dan sabar dengan prosesnya yang lambat. Karena itu berikan waktu yang lebih panjang bagi anak dyslexia untuk mempelajari sesuatu. Membantunya untuk mengungkapkan sesuatu saat berbicara dan menghargai usahanya dalam mengungkapkan kata-kata. Dan orang tua membantu anak menemukan potensi atau bakat lain yang ia milki untuk diasah lebih lanjut. Karena beberapa anak dyslexia tergolong Gifted.

Bagaimanakah keadaan anak-anak dyslexia di Indonesia ?

Pada dasarnya setiap ahli yaitu psikolog dan dokter di Indonesia telah memahami dan menguasai hal ini. Namun sosialisasi yang terbatas membuat masyarakat masih banyak yang belum mengetahui tentang dyslexia. Tidak hanya orang tua, bahkan guru yang paling berperan dalam pembelajaran anak disekolah juga masih banyak yang belum memahami dengan baik.

Kurangnya pemahaman orang tua dan guru tentunya akan makin menyiksa anak-anak penyandang dyslexia menghadapi segala kekurangannnya. Bahkan banyak anak dyslexia yang menjadi frustasi karena dianggap bodoh. Sehingga mereka sangat membenci sekolah. Mereka menolak untuk terlibat dalam aktifitas belajar terutama berkaitan dengan membaca dan menulis.

Anak dyslexia yang sulit berkomunikasi juga sering dikucilkan bahkan dibully oleh teman sebayanya. Kondisi yang rentan ini sudah seharusnya diatasi oleh orang tua dan guru. Dan mengambil tanggung jawab ini sebagai penyelamatan atas hak anak dyslexia untuk mendapatkan perlakuan yang adil. Karena anak-anak dyslexia bukan anak yang mutlak penuh kekurangan bahkan mungkin mampu melebihi anak-anak lainnya jika potensi yang ada dalam dirinya dapat tergali.

Maka akan sangat mungkin anak-anak dyslexia di Indonesia dapat menjadi seperti tokoh-tokoh terkenal seperti ;

Mohammad Ali (petinju legendaris), Tom Cruise (Aktor&Produser Film), Steven Spielberg (Sutradara), Agatha Cristie (Penulis Novel), John Lennon (Pemusik), Albert Einstein (Ilmuan Fisika), Alexander Graham Bell (Penemu Telfon), Thomas Alfa Edison (Penemu bola lampu), Henry Ford (Penemu Ford Co), Pablo Picasso (Pelukis), Leonardo Da Vinci (Pelukis), Oprah Winfrey (Pengusaha&Pembawa acara Oprah show), Whoopie Goldberg (Aktris), Will Smith (Aktor), Walt Disney (Penemu Disney co), Cher (Penyanyi), Steve Jobs (Pemilik Apple co), Orlando Bloom (Aktor), Mozart (Komposer), Sirr Churcill (Prime Minister), George Washington (Presiden Amerika), Jamie Oliver (Chef), Keanu Reeves (Aktor), Deddy Corbuzier (Mentalis dan Host Hitam Putih), ... dan masih banyak lagi.

“Tulisan ini untuk anakku Fathi... yang berjuang dengan Dyslexia-nya, dan untuk anak-anak Dyslexic dimana pun berada” (Mayang Sari).

Kisah Thomas Alfa Edison seorang penyandang Dyslexia :

Suatu hari Thomas A. Edison diberi surat oleh sekolahnya. Ibunya kemudian membacakan surat tersebut dengan suara keras didepan anaknya, dengan mengatakan bahwa Edison merupakan seorang jenius sehingga sekolah tidak mampu menyediakan guru baginya dan dipersilahkan ibunya untuk mendidik sendiri dirumah.

Bertahun-tahun kemudian setelah ibunya meninggal dan Edison beranjak dewasa dan menjadi penemu, dia menemukan surat tersebut dan membacanya kembali. Dan ternyata isinya adalah, bahwa Edison adalah anak yang bodoh sehingga tidak diijinkan bersekolah di sekolah tersebut. Edison dewasa menangis, merasa bodoh dan menyadari bahwa ibunyalah yang jenius dan luar biasa dalam memberi dorongan dan didikan hingga menjadikan dia salah satu penemu jenius. Penemuannya mampu menerangi dunia hingga saat ini.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Paparan tangyang luar buasa, oengershuan baru Bund untukku, sukses selalu dan barakallahu fiik

22 Jun
Balas

Terimakasih Ibi Siti. Tanggapan ibu sangat memotivasi saya.

27 Jun



search

New Post