Mayang Sari

Lahir di Padang tahun 1982, dan menghabiskan masa kecil di kota Medan. Pendidikan terakhir penulis adalah strata 1 jurusan pendidikan Matematika di Universitas ...

Selengkapnya
Navigasi Web
MUDIK, ANTARA CITA-CITA DAN KENANGAN

MUDIK, ANTARA CITA-CITA DAN KENANGAN

Siapa yang tidak kenal mudik. Mudik atau pulang kampung adalah momen penting yang biasanya dijalani para perantau umumnya sekali dalam setahun saat mendekati hari raya.

Tidak ada bedanya, apakah itu akan menetap lama, ataupun beberapa hari saja. Yang pasti mudik adalah kembalinya perantau ke kampung halaman, atau daerah dimana mereka berasal. Dan saat itu adalah saat yang ditunggu-tunggu, bahkan dipersiapkan jauh hari sebelumnya.

Bagi sebagian orang mudik adalah jalan untuk mengobati segala kerinduan yang sudah memburu dalam waktu yang cukup lama. Karena jarak yang jauh, kemampuan dan kesempatan yang tidak didapatkan setiap waktu, sehingga mudik juga tidak bisa dilakukan sesering mungkin. Oleh karenanya, mudik bagai cita-cita dan harapan di satu penghujung waktu yang begitu dinanti-nanti.

Momen mudik pun menjadi saat yang paling indah bagi perantau. Mulai dari proses pemesanan tiket kendaraan, menunggu waktu keberangkatan, hingga saat-saat “packing-packing” barang bawaan, atau belanja oleh-oleh. Semua aktivitas ini dimotivasi rasa rindu yang memburu itu, dan keinginan untuk segera berjumpa dengan keluarga dirumah.

Bahkan pun, kelelahan perjalanan tidak lagi menjadi hambatan ataupun keluhan. Karena segala prosesnya begitu indah untuk dinikmati. Setujukah anda dengan saya?

Yah, itu pula yang saya rasakan. Mudik adalah cita-cita saya dalam setahun. Ibaratnya, kehidupan saya sehari-hari memiliki visi yang salah satunya adalah mudik.

Bayangkan apa rasanya jika satu visi ini tidak terlaksana. Pastinya bagaikan usaha yang sia-sia. Setahun bekerja, namun tidak ada hasilnya. Mungkin terdengar berlebihan. Tapi saya yakin, setiap perantau merasakan hal yang sama.

Jika ada yang bertanya, apa pentingnya mudik dalam kehidupan para perantau. Maka jawabannya mungkin tidak akan jauh berbeda. Selain mengobati rasa rindu, banyak cerita yang ingin disampaikan, banyak masalah yang mungkin butuh diselesaikan, dan banyak pula aktivitas yang ingin dilakukan bersama, sehingga ada rasa bahagia antara orang yang datang dan keluarga yang menunggu.

Mudik adalah mood booster nya perantau untuk melanjutkan kehidupannya kembali. Bagai vitamin jiwa yang tidak tersedia di toko untuk dibeli. Mudik adalah kehidupan yang akan menghidupkan kehidupan itu kembali.

Itulah gambaran tentang mudik. Sesuatu yang pastinya akan sangat sulit untuk ditiadakan.

Lalu bagaimana dengan kondisi sekarang?

Pandemi Covid-19 telah mengancam keberadaan mudik tahun ini. Bahkanpun mudik sudah dilarang dilakukan sebelum hari raya itu tiba. Jalan-jalan juga telah dihadang para penegak disiplin dan undang-undang. Bagi yang ngotot akan menelan pahitnya saat diminta balik arah ke tempat asal.

Saya paham dan mengerti bagaimana rasa berkecamuknya kerinduan yang menggunung itu terpaksa harus dipikul balik ke tempat kost-kost an. Kejam pastinya. Bagaimana mungkin rindu ini harus disimpan lagi, dan ditumpuk lagi. Sudah tidak ada ruang yang cukup untuk kerinduan yang baru.

.......

COVID-19 adalah pelaku dari kekejaman ini. Apa boleh buat, takdir Allah sedang berlaku disegala penjuru dunia. Pandemi telah memboikot segala euforia dan cita-cita perantau. Pandemi memaksa setiap orang memposisikan dirinya sebagai manusia yang harus peduli dengan manusia lain.

Jika dulu tidak ada yang bisa melarang atau menahan seseorang untuk mudik. Tapi kali ini, COVID-19 mampu melakukannya.

COVID-19, telah menahan cita-cita pemudik, dan menggantinya menjadi kenangan. Kenangan yang indah, dimana kala itu tidak ada rasa was-was akan bahaya yang mengancamnya. Karena jika sekarang mudik masih tetap dilakukan, maka keluarga yang menunggu di kampung halaman belum tentu dihantarkan pada kebahagiaan. Justru malah kekhawatiran yang mengancam jiwa. Sungguh dilema yang tidak ada solusinya.

Apa boleh buat. Pasrah dan iklas adalah pelajaran yang harus diterima tahun ini. Berusaha tidak terfokus pada mudik adalah cara yang baik untuk memendam rindu.

Fokus pada ibadah, mengingat Tuhan, dan memperbanyak doa adalah usaha yang mungkin jauh lebih bermanfaat saat ini.

Ataukah mungkin memang ini hikmahnya. Disaat kita selama berpuluh-puluh tahun terjerat cinta pada indahnya mudik. Hinggapun belum datang Ramadhan, apalagi melaksanakan ibadahnya.

Sadarkah kita, semua telah sibuk dengan tiket kendaraan, belanja oleh-oleh dan semua perhelatan budaya mudik hingga macetnya. Kesibukan itu telah menjauhkan kita dari euforia yang sesungguhnya. Yaitu kebahagiaan akan Ramadhan, kesedihan saat meninggalkan Ramadhan, yang seharusnya tumbuh dihati kita.

Biarlah ini menjadi kenangan, dan semoga kedepan kita bisa merancang cita-cita baru kembali. Tanpa melupakan hakikat Ramadhan, dan Tuhan.

Selamat berbahagia di hari-hari suci penuh ampunan ini saudaraku sekalian. Semoga keadaan ini mengubah kita menjadi manusia yang lebih baik. Aamiin

Bengkulu,

~Mayang~

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Hanya orang perantau yang bisa meraskaan nikmat mudik ya Bu...Salam

08:49
Balas

Benar sekali ibu... Sangat sedih jika tidak mudik. Salam kenal ibu

09:07



search

New Post