Liburan Bening (Part 2 Tiba di Rumah Nenek)
Maya Pransiska
#TantanganMenuli Hari Ke-10
#TantanganGuruSiana
Tiba di Rumah Nenek
Pukul 08.30 WIB Bening bersama keluarganya sudah meninggalkan Kota Bengkulu. Ayah memang sengaja mengambil cuti tahunan bersamaan dengan waktu liburnya Bening dan Kak Ali.
Ibu duduk di samping ayah yang menyetir dengan hati-hati. Kak Ali tampak tidur selama di perjalanan. Sedangkan Bening asyik membaca majalah Bobo kesayangannya. Setiap edisi majalah Bobo selalu menarik untuk dibaca. Dari saat sekolah Paud, Bening sudah dibelikan ibu majalah Bobo. Bening jadi sangat suka membaca. Di mana pun dan kapan pun, Bening selalu membaca. Di dalam tas ranselnya minimal ada 3 buku bacaan terbaru.
Perjalanan tiga jam menuju Kota Manna sudah tak terasa lagi. Kini mobil mereka sudah memasuki gapura yang bertuliskan “Selamat Datang di Kota Manna”. Bening senang sekali. Mobil mereka mampir sebentar di pom bensin di daerah Kutau.
Sambil menunggu antrian bensin, Bening mengalihkan pandangannya ke luar. Dibukanya kaca jendela mobil. Mata Bening tiba-tiba tertegun memandang dua pedagang kecil yang sedang menjajakan dagangannya. Tampak si adik kecil terus mengikuti langkah kakaknya meski agak tergopoh. Sayup-sayup terdengar teriakan dua pedagang kecil itu, “Kecepul, cucur pandan, lemang tapai, prentalam... Manis dan enak! Mari dibeli...dibeli!!”
“Bu, coba lihat dua anak pedagang itu. Jualan apa mereka, Bu?” tanya Bening pada ibunya.
“Mereka jualan kue tradisional Bengkulu Selatan, Nak.” Ibu menjawab sambil ikut memperhatikan dua pedagang kue yang ditunjuk Bening itu.
Dua pedagang kue itu mulai mendekati mobil Bening dan keluarganya. “Kue, Kak?” tanya pedagang kecil itu.
“Boleh ya, Bu?” Bening meminta pada ibunya.
“Tentu saja boleh,” jawab ibu sambil memberikan uang dua puluh ribuan.
Ibu membeli kue prentalam, cucur pandan, dan kecepul yang dijajakan kedua pedagang kecil itu. Si adik kecil pedagang kue memandang ke arah Bening. Dia dan Bening saling melempar senyum. Setelah ibu membayar, kedua pedagang kecil itu segera berlalu.
Bening merasa sangat kasihan dengan kedua pedagang kecil itu, apalagi dengan pedagang kecil yang perempuan. Umur mereka kira-kira seumuran dengan dirinya dan Kak Ali. Pakaian mereka lusuh dan kusam. Bening seperti merasakan alangkah susahnya hidup kedua pedagang kecil itu. Mereka sudah harus bekerja padahal masih sangat kecil. Seharusnya tugas anak seumuran mereka hanya belajar dan bermain.
Kini mobil Bening dan keluarganya sudah sampai di depan rumah nenek. Desa Padang Pematang masih seperti dulu, sejuk dan damai. Ternyata nenek dan datuk sudah menunggu di teras rumahnya.
“Assalamualaikum, Datuk, Nenek. Bening kangen banget!” teriak Bening begitu turun dari mobil.
“Waalaikumsallam.... sayang,” jawab datuk dan nenek hampir serempak. Mereka saling berpelukan melepas rindu yang telah menggunung.
“Nek, di pom bensin tadi Bening sama Ibu membeli kue-kue ini.” Bening meletakkan kue yang mereka beli tadi.
“Oh... Ini namanya juada,” kata nenek.
“Hah, apa itu juada, Nek?” Bening bingung.
“Ya, ini. Di Bengkulu Selatan, kue tradisional itu disebut dengan juada,” terang nenek.
“Oh, begitu.” Bening jadi paham.
“Jadi, kue tradisional itu disebut dengan juada kalau bahasa daerah Bengkulu Selatan ya, Nek?” celetuk Kak Ali.
“Pintar cucu Nenek! Nah... ini namanya juada kecepul, cucur pandan, dan prentalam. Ini juada kesukaan Nenek dan Datuk, Cung...” ujar nenek sambil meletakkan kue-kue itu ke dalam piring.
Mereka menikmati tiga macam kue khas Bengkulu Selatan itu sambil ngobrol melepas rindu. Bening yang baru pertama makan kue-kue tradisional itu tampak sangat menyukainya.
“Bening, juada khas Bengkulu Selatan itu banyak sekali, tidak hanya tiga macam ini.” Nenek menjelaskan lagi.
“Begitu, ya Nek. Apa lagi namanya, Nek?” tanya Bening penasaran.
“Ada juada keghas, lupis, bajik, buak, gelamai, apam, lempai,” kata nenek.
“Ada lagi lemang tapai, kesukaan datuk juga.” Datuk menambahkan sambil mengunyah prentalam yang lembut dan manis.
“ Ada lagi gegelang, undiah-undiah, bungkul, baitat, dan anak tat.” Nenek menambahkan lagi.
“Kalau minumannya ada cindul dan bubur batin.” Kali ini ibu yang menambahkan.
“Wah, banyak juga ya kue khas kita ini.” Mata Bening berbinar-binar. Tiba-tiba di otak cerdasnya muncul sebuah ide. “Nek, apakah Nenek bisa ngajarin Bening masak kue-kue ini?”
“Tentu saja, sayang. Tapi, kamu yakin mau belajar masak juada?” Nenek agak kurang percaya dengan keinginan Bening.
“Yakin dong, Nek...” jawab Bening mantap. “Cita-cita Bening kan mau jadi chef terkenal. Bening mau belajar masak kue tradisional untuk mengisi liburan di sini.”
“Baiklah. Kalau begitu, besok kita mulai masak kue tradisional alias juada.”
“Asyik... makasih ya Nek. Bening sayang sama Nenek!” ucap Bening sambil memeluk neneknya penuh kasih.
Ibu dan ayah ikut tersenyum melihat semangat gadis kecil mereka. Setelah asyik ngobrol, ayah mengajak Bening dan Kak Ali salat Zuhur. Memang dari kecil, Bening dan Kak Ali sudah diajarkan untuk selalu melaksanakan salat lima waktu oleh ayah dan ibunya.***

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
jadi ingat ktk berkunjung ke kota kelahiranku. rindulanjut bu
Tambah diksi baru...
Mantap berkunjung ke rumah nenek