May Kamaya

Assalamualaikum. Selamat sore sahabat-sahabat yang Super Kece. Salam silaturahmi dari saya. Saya seorang hamba Tuhan yang selalu berusaha untuk menjadi hamba y...

Selengkapnya
Navigasi Web
Inikah Potret Sekolahku di Zaman Now?

Inikah Potret Sekolahku di Zaman Now?

Sebuah pemandangan yang cukup menggetarkan hati, ketika saya melihat adik-adik saya yang pulang ke rumah dengan wajah yang nampak lelah dan kurang gairah. Keadaan fisik nampak lemah bak pekerja paksa di zaman kolonial belanda. Semoga lelahnya mereka menjadi amal ibadah. Tapi, rasa penasaran yang terus menggelitik untuk bertanya, darimanakah mereka???

Dengan rapinya seragam yang tersemat di tubuh mereka cukup meyakinkan saya bahwa mereka pulang dari sebuah singgasana mulia yang dikenal dengan sekolah. Setiap anak berhak untuk bersekolah dan seharusnya mereka berhak pula mendapatkan sekolah yang merdeka untuk mereka. Sekolah merdeka yang dimaksud sesuai dengan tujuan pendidikan yang digagas oleh Bapak Ki Hadjar Dewantara, yaitu untuk memerdekakan manusia. Mengapa memerdekakan manusia. Karena sebenarnya manusia, terutama kita masih berada dalam arena penjajahan yang tak kasat mata.

Sekolah seharusnya menjadi tempat yang menyenangkan bagi peserta didik. Gagasan sekolah sebagai rumah kedua memberikan arti bahwa sekolah menjamin terpenuhinya hak-hak peserta didik, termasuk hak untuk berbahagia di dalamnya. Tapi, apakah sekolah zaman now dapat dikatakan sebagai rumah kedua?

Tingginya tingkat kesadaran akan pentingya bersekolah merupakan sebuah fenomena yang layak dipuji. Semangat berbagai kalanngan untuk terus meningkatkan mutu sekolah juga menjadi sebuah karya yang patut untuk diberi apresiasi. Perpanjangan waktu sekolah agar waktu peserta didik tidak sia-sia, banyaknya tugas pekerjaan rumah (PR) yang diberikan agar peserta didik meneruskan kegiatan belajarnya di rumah, dan berbagai kegiatan lainnya yang pasti ditujukan untuk meningkatkan mutu anak-anak Indonesia. Tapi apakah itu sesuai dengan kodrat kita sebagai anak manusia?

Sekolah zaman now tidak melulu berkonotasi negatif. Bahkan, sekolah-sekolah zaman now saling berlomba melakukan gebrakan-gebrakan untuk terus berdedikasi. Sekolah. Sebuah nama yang terkadang kita jarang bahagia mendengarnya, anak-anak yang berada di dalamnyapun tidak cukup antusias ketika mendengarnya. Lalu dimanakah rasa rindu mereka kepada sekolah? kecuali jawaban polos mereka yang mengatakan cuma teman yang membuatku rindu, dan itupun tidak selalu.

Sekolah zaman now nampak terlalu memaksakan kehendak peserta didik untuk mengikuti berbagai aturan yang terkadang sulit dimengerti, tapi mutlak harus dipatuhi, aturan-aturan yang kaku dan membeku begitu sulit untuk dicairkan kembali sehingga membuat anak menjadi bingung sendiri. Waktu sekolah yang terlalu panjang dan mungkin kurang menyenangkan, pembelajaran yang nampaknya terlalu dipaksakan, situasi kondisi yang kurang ramah dengan kebutuhan anak memacu adrenalin untuk segera berlari.

Mereka harus memenuhi berbagai standar angka yang penuh misteri yang mereka sendiripun tidak mengerti. Mereka harus mengikuti lamanya jam pelajaran tanpa kompromi. Lalu dimanakah sekolah yang selalu dirindukan? Bahkan, sekolah terkadang bak arena militer yang mengharuskan peserta didik mematuhi segala instruksi tanpa bertanya atau negosiasi sehingga mematikan daya imajinasi.

Sekolah zaman now. Zaman dimana semua informasi lebih mudah disebar bahkan dari bagian paling ujung bumi. Zaman di mana pendidikpun harus berjuang secara lebih dan lebih lagi. Sekolah zaman now yang seringkali menempatkan pendidik sebagai orang yang tidak punya otonomi sendiri sehingga harus mengikuti berbagai instruksi yang terkadang kurang manusiawi. Waktu yang terlalu panjang dihabiskan di sekolah untuk memenuhi tuntutan jam yang mau tidak mau dan harus ikhlas karena kewajiban katanya.

Wajah ceria pendidikpun terkadang mengalami perubahan tapi harus dan memang seharusnya selalu tersenyum apalagi ketika berhadapan dengan peserta didik. Pendidik dan peserta didik adalah korban dari sistem pendidikan yang kurang manusiawi. Pendidik yang telah berusaha sekuat tenaga untuk mendidik anak negeri seringkali kurang diapresiasi. Pendidik-pendidik sejati yang suaranya jarang terekam televisi, yang wajahnya jarang terpampang di media manapun, tapi semoga wanginya dedikasi mereka tercium dari pintu langit yang terbuka.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post