Para Ayah & Bunda, Yuuk Lebih Peka Terhadap Bahaya Pornografi pada Anak dan Remaja Kita
Beberapa waktu yang lalu, saya sempat berkunjung ke rumah kawan yang memiliki anak laki-laki berusia sekitar 3 tahun. Ketika ibunya dan saya asyik mengobrol, si anak terlihat asyik dengan gadgetnya dan nampak serius menonton sebuah video. Saya mendekat dan ikut nimbrung nonton video yang sedang ia putarkan. Betapa kagetnya saya, ketika menonton video yang dikemas lucu untuk anak-anak tapi mengandung gambar kartun wanita hampir tanpa busana bersama laki-laki yang seharusnya tidak pantas untuk dilihat anak seusianya. Mungkin benar, dia tidak memahami apa yang ia lihat, tapi anak belajar dari lingkungan terdekat, dan pada akhirnya ia akan menganggap itu hal lumrah dan bisa diterima di lingkungan masyarakat.
Dari hal tersebut, kita tahu bahwa paparan pornografi tampak dibungkus halus dalam kehidupan digital sehari-hari. Apalagi dengan keleluasaan mengoperasikan gadget milik pribadi, risiko anak dan remaja kita untuk terpapar pornografi jauh semakin besar. Mungkin pada awalnya, mereka tidak tertartik dengan hal ini, tapi ketika anak-anak kita membuka internet dengan niat yang positif seringkali muncul situs-situs porno yang menggoda untuk ditelusuri. Sekali, dua kali, mungkin anak masih mengabaikan, tapi apakah yakin, sebagai remaja dengan rasa ingin tahu yang besar, pada akhirnya mereka akan tertarik sekedar membuka dan mencari hal lain yang lebih mencuri sensasi.
Unsur pornografi semakin marak terbungkus manis dalam beberapa games yang sering menjadi favorit anak, tercover dengan hal-hal lucu dan imut, tapi siapa sangka ternyata menyodorkan berbagai gambar-gambar dan aksi-aksi pornografi yang tak kasat mata. Belum lagi, tontonan lain, maaf yang menayangkan adegan-adegan mesra yang seharusnya hanya boleh dilakukan oleh pasangan suami istri dan pada akhirnya anak dan remaja kita akan menganggap itu hal yang lumrah dan bisa diterima.
Bahaya pornografi yang kian mencengkam anak-anak dan remaja membuat mereka menjadi orang yang terganggu fungsi otaknya. Salah satu bagian otak yang mengalami kerusakan adalah otak bagian depan (Pre Frontal Cortex) yang berfungsi sebagai pengatur daya konsentrasi, mengatur rasa tanggung jawab, menjaga nilai-nilai dan moral dan sebagai pusat pengambilan keputusan. Berdasarkan penelitian, otak anak yang harusnya berkembang menjadi terganggu akibat kecanduan pornografi dan lama kelamaan, otak anak akan mengalami pengecilan bahkan rusak. Selain itu, tayangan-tayangan seksual, baik berupa aksi maupun gambar sulit hilang dari ingatan anak dan menganggu proses berpikir mereka dan berdampak pada produktivitas anak sehari-hari. Bayangkan, anak-anak dan remaja kita yang seharusnya menjadi generasi cerdas, hebat, dan berkarakter malah menciut, berada dalam tekanan efek porno, dan kehilangan arah dalam mencapai masa depan.
Ayah dan Bunda, jangan bangga jika anak tak pernah keluar rumah, nampak tenang anteng di dalam kamar sedangkan gadget lekat di tangan. Kita berpikir, mungkin mereka sedang belajar. Apakah yakin mereka sedang belajar hal positif? Bukan berarti kita berprasangka buruk terhadap anak, tapi waspada itu penting. Sebuah kewajaran apabila kita khawatir terhadap perkembangan anak-anak kita apalagi kita hidup pada “Touching Era” alias era sentuhan yang sekali jari digerakkan informasi dari ujung bumi bisa nampak jelas dan terang. Menjadi orangtua yang khawatir terhadap perilaku anak adalah tanda sebagai orangtua yang bertanggungjawab. Tapi, anak apalagi remaja semakin tertutup ketika kita beritahu. Nah, disinilah seni pendekatan itu berguna.
Pertama, yuk jadi orangtua yang terus membimbing anak-anak kita untuk semakin dekat dengan Tuhan. Kedekatan dengan Tuhan dapat menjadi benteng utama agar anak tidak melakukan hal yang sia-sia, apalagi yang mengundang dosa. Ajak anak bercerita mengenai hal-hal yang berbuah pahala dan menghasilkan dosa serta konsekuensinya. Disamping itu, nak-anak dan remaja memiliki pandangan yang berbeda dengan kita, terutama kesukaan mereka. Perbedaan ini yang harus kita sikapi dengan tidak menghakimi anak. Jika memang itu kurang menyenangkan bagi kita, ajak anak berdialog dengan kata-kata yang sederhana yang bisa dipahami olehnya dan yang paling penting tidak menyalahkan mereka.
Kedua, jadilah sahabat anak. Adanya jarak antara orangtua dan anak bukan karena kurangnya komunikasi melainkan kurangnya kepercayaan. Kebanyakan anak dan remaja lebih memilih curhat kepada teman mereka karena mengakui keberadaan mereka dan tidak menghakimi mereka. Jadilah sahabat anak, tempat ia curhat dan menumpahkan keresahan mereka. Layaknya sahabat, orangtua sudah seharusnya menjadi pendengar yang baik. Dengarkan anak dan berusaha untuk tidak memotong pembicaraan mereka. Dengarkan baik-baik dan tidak menghakimi mereka meski hati kita sudah menjerit tanda tidak suka. Tahan, sabar karena ini berdampak pada hubungan anak dengan kita.
Ketiga, hargai anak. Setiap anak dan remaja begitu bahagia ketika mereka merasa dihargai apalagi oleh orang yang mereka kasihi, terutama orangtua. Lihat kelebihan anak, puji mereka dengan apa yang telah mereka lakukan bukan yang melekat pada mereka dan inipun tentu tidak berlebihan. Maklumi kekurangan mereka dengan mengarahkan untuk menerima dan berupaya mengoptimalkannya. Terkadang orangtua lebih sering nampak bangga terhadap anak tetangga dan lebih buruk lagi membanding-bandingkannya dengan anak kita. “TIDAK ADA HAL YANG LEBIH MENYAKITKAN BAGI ANAK KETIKA IA DIBANGDINGKAN DENGAN ANAK LAIN DI SEKITAR MEREKA.”
Keempat, lakukan kontrol terhadap gadget anak. Ketika rasa kepercayaan anak terhadap orangtua mulai tumbuh, kita lebih mudah untuk mencoba melihat-lihat gadget anak dengan izin mereka. Ingat, mengambil gadget anak tanpa izin darinya hanya akan menghancurkan kepercayaan yang telah tumbuh ke kita, jadi sebaiknya lakukan seizin anak. Cek riwayat situs yang dikunjunginya, bila perlu orangtua harus lebih pandai mengoperasikan gadget daripada anak. Ajak anak memilih games yang lebih banyak manfaatnya dan tidak mengandung unsur negatif. Periksa daftar games yang sering anak mainkan. Bijak mengatur penggunaan gadget, saran saya jika anak kita belum membutuhkan, lebih baik belikan barang-barang yang lebih banyak manfaatnya, seperti buku ataupun mainan-mainan edukatif. Buat perjanjian bersama, kapan boleh megang gadget dan berapa lama waktunya. Tidak memerintah, tapi kesepakatan kita buat bersama agar anak memiliki tanggungjawab atasnya.
Dan yang paling penting adalah doa. Solusi rasa khawatir yang ada di dada, setelah kita berupaya adalah dengan menyerahkan segalanya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Anak adalah titipan Tuhan sehingga hanya Tuhan yang bisa menjaga anak kita setiap waktu. Mohon pertolongan kepada Tuhan agar selalu menjaga dan membimbing anak-anak kita agar dijauhkan dari segala perbuatan yang terlarang dan didekatkan dengan perbuatan yang diperintahkan oleh Tuhan. Semoga Bermanfaat.
Foto diambil dari internet.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar