Bajak Sawah
#tantanganmenuliske-166
#edisicerpen
Bajak Sawah
Seperti tahun-tahun sebelumnya, bulan kesepuluh, Oktober, hujan mulai turun membasahi bumi. Membagi rezeki dan menghidupkan yang mati. Air hujan yang begitu segar dan melimpah, mengundang para petani untuk segera turun ke sawah. Tak pantas lagi hanya duduk sambil ngopi. Masa santai telah berlalu. Lumbung padi minta segera dicarikan isi. Bulir-bulir padi yang menggantung di dalam lumbung semakin habis. Persediaan makanan semakin menipis.
Para petani tak boleh tinggal diam. Alam sudah menabuh gendering. Segala perlengkapan tempur segera dipersiapkan. Kesibukan baru para petani mulai menggeliat. Mereka mengeluarkan alat berupa cangkul, bajak, dan segala tetek bengek alat pertanian lainnya segera diperiksa. Jika ada yang waktunya diperbaiki, mereka akan membawanya ke tukang pandai besi.
Tukang pandai besi pun mulai menggeliat lagi kehidupannya. Perbaikan tungku pembakaran yang rusak tak pelak mesti dilakukan. Alat-alat perpandai besian segera di cek kelayakannya. Persediaan arang juga tak luput dari pantauan, maklum, jika hujan tiap hari turun dan proses produksi arang juga akan terganggu.
Para buruh tani juga tak mau ketinggalan. Mereka semakin sering didatangi para pemilik lahan untuk bisa membantu mengerjakan persiapan tanam. Pekerjaan mulai mengantri. Datang dan pergi silih berganti.kondisi badan harus selalu dijaga. Jangan sampai sakit dipertengahan musim tanam. Tubuh harus selalu fit.
“Le, John. Ayo ikut Bapak ke sawah”. Tiba-tiba Bapak memanggilku untuk segera berangkat ke sawah.
“Inggih pak”. Jawabku mantab. Segera Aku mempersiapkan diri mengikuti Bapak.
“Iki gowonen kebo iki”. Perintah beliau, sambil menunjukkan kepadaku karung mana yang harus aku bawa.
“Nggih”. Sahutku kemudian.
Tak lama setelah itu, Aku segera menyusul langkah Bapak menuju ke sawah. Melewati jalan berliku dengan pemandangan yang sangat indah.
Pagi ini, nampaknya Aku harus ikut Bapak ke sawah. Membantu beliau bergulat dengan lumpur. Aku sangat senang dengan kegiatan di sawah. Yang pasti asyik, hiburan murah merioah. Pendidikan kecakapan hidup yang tidak boleh dipandang remeh.
Petani, adalah tulang punggung ekonomi suatu bangsa. Awal mulanya kemandirian dan ketahanan. Kemandirian pangan dan ketahanan pangan. Seberhasil apapun orang, pasti dia akan membeli beras untuk dimakan. Namun tidak bagi petani. Beras dan segala lauk sudah tersedia dari hasil sawah dan ladang. Hanya tinggal menambah beberapa bagian kecil saja.
Di hari libur begini biasanya Aku lalui dengan membantu Bapak di sawah. Meski tidak mencangkul, tapi yang pasti main lumpur. Mengikuti jejak putaran langkah sapi menarik bajak. Duduk manis di depan Bapakku yang sedang mengendalikan laju sapi.
“Gok gok gok gok….” Terdengar suara Bapak tiada pernah jeda, berulang-ulang dan terus-menerus. menghalau laju sapi. Laju sapi semakin mulus, maju tanpa ada kendala.
Sekilas kemudian.
“Herrr… Herrr… Herrr.. “ Tiba-tiba suara bapak berganti, memberi aba-aba kepada sapi utuk berputar arah. Sambil menarik tali yang terpasang di sebelah kiri sapi. Aku pun ikut-ikutan memberi aba-aba, meski sambil duduk menikmati laju bajak sawah, agar kendaraanku tidak berhenti.
Nampaknya, membajak sawah pun ada iramanya, ada lagunya. Ada aba-aba tersendiri untuk setiap laju sapi.
Lawan, ada tempat duduk yang sangat enak di alat pembajak sawah tradisional milik Bapak. Seperti dingklik. Jadi, kalau sedang digunakan, sang pembajak bisa duduk sambil mengendalikan laju sapi atau kerbau yang sedang menariknya. Rasanya seperti naik mobil mewah saja.
Kawan mau mencoba?...
silahkan.
salam literasi,
yanggong, 4 Juli 2021
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Hah ... Seperti naik mobil mewah??? Yang bener aja. Apa gak seperti perahur?
Iyaa... Beneer.. Coba aja.
Menarik sekali ceritanya
Cerita yang menark dan menggelitik
Terima kasih bu Tarti, hadir dan apresiasinya. Semoga sehat dan sukses selalu buat ibuk.
Keren
Makasih bu guru
Asyik ya Pak main lumpur di sawah. Keren Pak cerpennya. Sukses dan sehat selalu
Terima kasih bu guru atas kunjungan hangatnya, sukses buat bu guru.
Seperti naik mobil mewah saja. Hmm...Bersahaja. Luar biasa cerpennya, Pak.
Bahagia bersama masa kecil. Terima kasih bu guru atas hadirnya