M Barid

Lahir di dukuh Yanggong, Ponorogo arah Timur, Jenangan menuju Selatan. bertugas di lereng gunung wilis. ingin belajar menulis. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Broken Home, Prestasi Belajar Siswa, dan Masa Depan Bangsa

Broken Home, Prestasi Belajar Siswa, dan Masa Depan Bangsa

Tidak bisa dipungkiri bahwa generasi muda adalah calon penerus perjuangan bangsa. Dipundak mereka tergantung bagaimana kualitas masa depan suatu bangsa. Dalam pepatah bahasa arab disebutkan شبان اليوم رجال الغد “Syubbanul yaum rijaalul ghadd”. Pemuda di hari ini, adalah pemimpin di masa yang akan datang. Untuk itu masa emas perkembangan mereka harus dijaga dan dikembangkan dengan semaksimal mungkin. Tidak boleh ada gangguan dan halangan bagi generasi muda itu untuk memperbanyak bekal guna meniti masa depannya.

Perkembangan mental dan emosional generasi muda itu harus terjamin keberlangsungannya. Tidak lupa sisi spiritual atau religiusitas mereka juga harus dipupuk dan dikembangkan. Apalagi keilmuan serta ketrampilan mereka itu harus menjadi prioritas dalam pembangunan. Hal itu penting dilakukan agar kelak ketika masanya tiba, mereka betul-betul sudah memiliki bekal yang sangat cukup untuk meneruskan pembangunan bangsa.

Sebagai orang tua, guru, dan juga para pendidik, tentu sadar bahwa meninggalkan generasi yang lemah dalam segala hal hanya akan menurunkan kualitas hidup generasi berikutnya. Ketika kualitas generasi ke generasi semakin menurun, tentu ini menjadi suatu kekhawatiran tersendiri bagi orang tua, terutama para pendidik bangsa.

Hal ini sejalan dengan ajaran Islam, bahwa sebagai seorang muslim kita tidak dibenarkan untuk meninggalkan generasi yang lemah. Karena hal itu hanya akan menyebabkan kemunduran dan keruntuhan peradaban suatu bangsa.

Dalam Qur’an Surah an-Nisa’ ayat 9 telah dinyatakan; “Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar”

Menurut Guru Besar Agama Islam IPB Bogor, Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin MS, lemah yang dimaksudkan dalam ayat di atas menyangkut beberapa hal. “Yang utama adalah jangan sampai kita meninggalkan generasi penerus yang lemah akidah, ibadah, ilmu, dan ekonominya”. (https://khazanah.republika.co.id)

Berdasarkan hal diatas maka dapat dipahami bahwa orang tua wajib meninggalkan generasi yang kuat. Yakni kuat dalam segala hal, baik fisik, ilmu, ketrampilan, akhlak budinya, terutama agama dan aqidahnya.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh At-Tabrani dari Ali bin Abi Thalib ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Didiklah anak-anakmu atas tiga hal: mencintai nabimu, mencintai ahli baitnya dan membaca Alquran. Sebab, orang yang mengamalkan Alquran nanti akan mendapatkan naungan Allah pada hari ketika tiada naungan kecuali dari-Nya bersama para nabi dan orang-orang yang suci.” (https://umma.id/post/pesan-nabi-didiklah-anakmu-atas-3-hal-325969?lang=id)

Jika pesan Islam terhadap generasi yang kuat ini tidak diperhatikan, maka ancaman kerugian di masa yang akan datang tidak bisa dihindarkan.

Sejarah telah menunjukkan bukti nyata, betapa kelemahan yang dimiliki oleh penerus tahta kekuasaan Islam di Andalusia pada masa itu, telah mengantarkannya pada keruntuhan kekuasaan Bani Umayyah di sana. Pun pula yang terjadi di Bagdad, kelemahan generasi penerus hanya akan menjadi salah satu faktor kemunduran dan akhirnya kekalahan kekuasaan Islam dibawah kepemimpinan Bani Abbasiyah. (https://balitteknologikaret.co.id/runtuhnya-andalusia/)

Disamping itu, kekurangan bekal dalam mengarungi kehidupan yang semakin maju ini tidak bisa dipandang remeh, dan dinomor duakan. Tetapi harus dipikirkan dan diperjuangkan sejak dari sekarang. Sebab kalau tidak sekarang lalu kapan lagi. Apakah kiranya perlu menunggu jatuh tersungkur baru kemudian berusaha untuk bangkit lagi. Lebih baik terus meningkatkan kualitas generasi penerus sebelum jatuh terpuruk dalam keruntuhan peradaban.

Tugas berat ini tidak hanya menjadi tanggung jawab satu dua orang saja, tetapi menjadi tanggung jawab semua orang. Terutama mereka yang masih peduli akan keberlangsungan dan kejayaan bangsa.

Untuk menjadikan generasi muda memiliki bekal yang cukup, maka orang tua harus menciptakan kondisi lingkungan belajar yang sangat kondusif. Bukan justru membuat suasana batin anak menjadi kacau dan tidak tentu arah.

Hal yang sebaliknya terjadi adalah, maraknya kasus perceraian keluarga akhir-akhir ini, terutama di Kabupaten Ponorogo. Kasus seperti ini menjadi salah satu pemicu rusaknya emosional anak, akibatnya kemalasan belajar akan menjangkiti mereka. Kalau dibiarkan terus berlanjut tanpa upaya pencegahan, hal ini akan menyebabkan anak tidak punya gairah untuk maju bahkan mereka akan jadi anak yang rusak secara moral.

Anak akan sulit dikendalikan, bahkan cenderung menjadi urakan, ogah-ogahan, kehilangan daya semangat belajar dan apalagi meniti masa depan. Praktis hidup mereka seolah sudah kehilangan masa depan. Karena figure utama mereka telah runtuh bersamaan hancurnya kehidupan keluarga karena perceraian itu.

Sudah umum dan banyak dijumpai, terjadinya kasus perceraian keluarga itu menyebabkan keharmonisan emosi yang dialamai anak akan goyah. Semangat yang mereka miliki akan runtuh. Akibatnya prestasi merekapun akan semakin menurun.

Banyak kasus telah menunjukkan hal itu. Di beberapa sekolah, anak-anak yang berasal dari keluarga broken home ini akan cenderung memiliki kualitas emosi yang lebih buruk dibanding dengan mereka yang keluarganya utuh-utuh saja.

Perceraian, meskipun dibolehkan dalam islam, namun hal itu adalah hal yang sangat tidak disukai oleh Rasululah, bahkan sangat dibenci oleh Allah. Perceraian ini merupakan jalan terakhir ketika terjadi permasalahan dalam sebuah keluarga, sementara semua cara telah ditempuh untuk mengatasi persoalan dalam rumah tangga itu.

Dalam hal ini, tentu anak akan menjadi korban, karena hampir semua kasus perceraian itu dialami oleh keluarga yang telah memiliki anak. Anak akan kehilangan semangat, kehilangan panutan, dan bisa jadi kehilangan jati diri karena teladan mereka dalam rumah tangga telah hilang akibat perceraianan itu.

Secara emosional anak juga akan terkena dampak perceraian itu. Hidup mereka tidak terurus. Masa depannya kehilangan arah. Jaminan hidup juga sudah terancam hilang. Akibatnya timbul perilaku kenakalan yang dilakukan oleh anak korban perceraian ini. Melihat hal itu tentu akan sangat menyayangkan terjadinya kasus perceraian dan perpecahan dalam keluarga yang sedang marak sekarang ini.

Data kasus perceraian di pengadilan agama kabupaten ponorogo telah mununjukkan angka yang tidak sedikit. Tercatat di tahun 2022 saja ada 1.982 kasus perceraian dan itu semua disominasi oleh pasangan muda yang tentu masih sangat produktif yakni kisaran usia 20 hingga 30 tahun. (https://www.detik.com/jatim)

Tentang tingginya angka percaraian ini telah begitu mengkhawatirkan semua pihak. Jika tidak diperhatikan, maka bisa jadi perceraian akan menjadi factor pemicu rendahnya kualitas hidup generasi muda. Hal ini disebabkan karena mereka telah kehilangan semangat dalam belajar untuk meraih masa depan yang gemilang.

Sementara itu, kalau selama ini Negara kita merasa bahwa dimasa depan akan mendapati bonus demografi yang luar biasa. Mereka adalah orang-orang muda yang akan memiliki jumlah terbanyak di Negara ini. Hal ini tentu akan berdampak pada produktifitas mereka yang sangat terasa pengaruhnya bagi kemakmuran masyarakat.

Namun jika tidak dipersiapkan kualitas generasi muda itu dengan sebaik-baiknya, tentu hal ini akan menjadi beban pembangunan saja. Bahkan jika salah dalam mengendalikan dan mengontrol mereka, bukan tidak mungkin akan menjadikan bangsa ini pecah dan hanya tinggal nama saja.

Banyaknya generasi muda yang akan berkiprah mewarnai negeri ini tidak bisa dibiarkan berlalu begitu saja. Mereka harus betul-betul dipersiapkan untuk menjadi penerus, pelangsung, dan penyempurna dalam membangun, memperbaiki, dan menjaga eksistensi sebuah bangsa. Hal itu penting supaya di masa depan kejayaan bangsa ini akan bisa diraih di tangan generasi penerus itu.

Melihat besarnya kasus broken home dan menurunnya prestasi belajar siswa itu, pasti akan berdampak pada kualitas generasi muda. Ketika kualitas generasi penerus bangsa ini semakin menurun, maka dampak berikutnya adalah lemahnya produktifitas karena rendahnya kualitas. Pada akhirnya bisa ditebak akan keberlangsungan dan kelanjutan bangsa ini seperti apa.

Terlebih lagi jika generasi yang lemah itu menjadi pemimpin. Maka kepemimpinan yang sedang berlangsung itu pasti akan buruk, dan akibat fatalnya adalah keruntuhan bukan kejayaan. Hal inilah yang sungguh-sungguh tidak kita kehendaki bersama.

Daftar pustaka;

1. (https://khazanah.republika.co.id-berita/puick1374/jangan-tinggalkan-generasi-yang-lemah-dalam-4-hal

2. https://umma.id/post/pesan-nabi-didiklah-anakmu-atas-3-hal-325969?lang=id)

3. https://www.detik.com/jatim/berita/d-6501036/1850-pasutri-di-ponorogo-pilih-cerai-mayoritas-karena-masalah-ekonomi#:~:text=Sepanjang%20tahun%202022%2C%20ada%201.850,dan%201.919%20perkara%20yang%20diputus.)

4. https://balitteknologikaret.co.id/runtuhnya-andalusia/

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Artikelnya luar biasa! Itu kepedulian seorang guru sejati pada muridnya sebagai generasi penerus. Salut

20 Aug
Balas

Terima kasih pak guru, telah hadir dan membaca artikel saya. Terima kasih.

29 Oct



search

New Post