M Barid

Lahir di dukuh Yanggong, Ponorogo arah Timur, Jenangan menuju Selatan. bertugas di lereng gunung wilis. ingin belajar menulis. ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Mengelus Dada

Sebagai seorang guru, saya merasa prihatin ketika menjumpai siswa setingkat esempe masih belum bisa mengerjakan shalat dengan baik. Terlebih lagi jika siswa itu sudah duduk di kelas akhir. Betapa waktu mereka terbuang sia-sia karena seusia itu masih belum bisa shalat. Kalau Gerakan shalat sih, sudah mendingan, tapi ketika menyimak bacaannya, saya jadi ngelus dada.

Jika memang saya dipersalahkan, oke, saya terima. Mengapa selama menempuh Pendidikan di esempe tidak bisa tuntas dalam menguasai materi shalat. Saya tidak mengelak, dan tidak berusaha untuk menghindar, atau cuci tangan apalagi lari dari kenyataan.

Memang kalau direnungkan, gurulah yang mesti disalahkan. Tetapi yang semua orang sudah maklum adalah, bahwa waktu anak belajar di sekolah itu sangat terbatas. Apalagi materi yang harus disampaikan begitu banyak. Bukan hanya melulu perkara sholat, tetapi aneka materi yang berkaitan dengan agama disampaikan dalam keterbatasan waktu yang seperti itu.

Sebenarnya untuk memahamkan secara penuh terhadap satu topik pembahasan, membutuhkan waktu yang sangat Panjang. Tidak sekedar teori atau pengetahuan saja, tetapi praktik beragama sesuai materi yang dikaji itu lebih penting lagi. Tetapi hal ini membutuhkan durasi waktu yang lebih lama lagi.

Oleh karena itu, pembekalan siswa dalam kaitannya dengan teori pemahaman, bisa lebih banyak dilakukan di sekolah. Sedangkan terkait dengan praktik beragama, ini memerlukan sinergi antara orang tua dan pihak sekolah. Peran orang tua dalam membimbing siswa untuk bisa melaksanakan praktik beragama selama di rumah, mutlak menjadi hal orang tua.

Tidak ada campur tangan guru selama siswa itu di rumah. Orang tuanya lah yang berkompeten untuk itu. Mendidik, membimbing, mengawasi keterlaksanaan praktik beragama oleh anak, itu semua adalah peran orang tua.

Hal berbeda jika anak dimasukkan pada Lembaga Pendidikan pesantren. Peran orang tua, secara otomatis dilimpahkan kepada ustadz pengasuh. Para siswa itu diawasi, diasuh, dan dibimbing secara kontinyu oleh para ustadz di pondok. Dengan begitu keterlaksanaan pengalaman beragama, atau beribadah bisa lebih terjamin.

Kondisi seperti itu berbeda jauh dengan anak yang tidak berada di pondok. Orang tua harus lebih konsisten lagi dalam mengawal perkembangan pengetahuan para anaknya selama mereka berada di rumah. Ketika berada di sekolah, sudah pasti para gurulah yang akan membimbing mereka.

Oleh karenanya, dirasa perlu bagi orang tua untuk betul-betul serius dalam mengawasi keterlaksanaan beragama putra-putrinya selama mereka berada di rumah. Jangan merasa puas begitu saja ketika sudah berhasil memasukkan anaknya ke sekolah-sekolah pilihan, tanpa pantauan lagi selama mereka dirumah. Lebih-lebih dalam perkara ibadah.

Hal itu menjadi penting, karena ibadah merupakan kunci utama diterimanya segala amal kebaikan seseorang oleh Tuhan. Namun jika kondisi para siswa masih sepeti diatas, sungguh saya ngelus dada.

Wallahu a’lam

Salam literasi.

Yanggong, 20-3-23

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post