Megawati Purba

Saya seorang guru di tingkat SMP. Ribuaan siswa sudah berinteraksi dengan saya. Ribuan karakter juga yang sudah saya hadapi. Sebagai guru, banyak yang say...

Selengkapnya
Navigasi Web
Ikhlaskan Hati, Pulihkan Pendidikan

Ikhlaskan Hati, Pulihkan Pendidikan

Pembelajaran sudah dimulai sejak pukul 7.00 WIB. Kelas masih sepi. Selain anak yang masuk hanya setengah dari jumlah siswa sesuai aturan masa pandemi Covid-19, masih ada beberapa siswa belum hadir.

Setelah lima belas menit berlalu, seorang siswa datang. Tanpa permisi, tanpa ketuk pintu, siswa tersebut nylonong masuk. Penampilan seperti baru bangun tidur, rambut bagian atas berwarna semu pirang. Mungkin disemir . Baju dikeluarkan tanpa ikat pinggang, bersepatu tanpa kaos kaki.

Saya yang sedang serius bicara di depan kelas, kaget mengernyitkan dahi. Siswa yang sudah serius mengikuti pembelajaran, semua menoleh mengikuti langkah siswa yang baru masuk sampai dia duduk di bangku belakang.

"Kenapa terlambat, Mas?" Walaupun dalam hati tidak suka dengan sikapnya yang tidak sopan, saya tetap berusaha mengendalikan diri agar tidak terpancing marah.

"Baru bangun," jawabnya. Kelihatan tanpa beban.

"Tidak dibangunkan ibu?"

"Tidak, ibu bekerja".

" Terus siapa yang ada di rumah? "

"Tidak ada, saya sendiri."

"Sudah makan?"

"Belum."

Sudahlah. Saya putuskan untuk tidak lanjut bertanya. Itulah percakapan singkat dengan siswa angkatan Covid-19 ini. Sebagai seorang guru, ada rasa risau membayangkan kepribadian siswa yang nyata tidak (belum) punya unggah-ungguh. Lalu bagaimana kita bersikap?

Percakapan ini menjadi pelajaran berharga bagi guru sebagai pendidik. Sebagai guru, saya sangat prihatin. Jujur saja kejadian ini sangat menggugah emosi. Begitu tidak punya sopan santun siswa angkatan ini. Kalau faktanya demikian, apakah kita masih bersikeras kalau pembelajaran jarak jauh atau online itu masih lebih baik dari tatap muka?

Hampir dua tahun mereka tidak berjumpa dengan guru dan sekolah. Selama itu mereka bebas tanpa aturan yang pasti. Orang tua sibuk dengan pekerjaan untuk mencari nafkah. Lalu dari mana mereka menyerap pendidikan tata laku yang baik?

Kenyataan ini mungkin tidak bisa disamakan untuk semua sekolah, tapi paling tidak ini mewakili cerita pilu di banyak sekolah pinggiran.

Hari ini, kita kembali memperingati hari guru. Untuk kesekian kali kita diingatkan agar tetap menjadi guru yang ikhlas mendidik. Mungkin banyak orang menganggap guru bukan siapa-siapa. Tapi percayalah. Jika dalam kelas kita sering menahan emosi, jengkel menghadapi polah siswa. Tapi pada saatnya nanti jika mereka dewasa, guru tetap menjadi pahlawan bagi mereka.

Ikhlaskan hati, pulihkan pendidikan.

Selamat hari guru💪💪💪

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post