Megawati Purba

Saya seorang guru di tingkat SMP. Ribuaan siswa sudah berinteraksi dengan saya. Ribuan karakter juga yang sudah saya hadapi. Sebagai guru, banyak yang say...

Selengkapnya
Navigasi Web
SPORTIVITAS

SPORTIVITAS

"Sudah selesai tandingnya, Bud?" tanya saya pada seorang siswa yang mempertontonkan wajah gusar. Dengan kasar pintu lemari pendingin ditariknya. Tanpa menoleh, dia menjawab pertanyaan saya. Karena tidak jelas, saya bertanya ulang. Siswa tersebut menjawab singkat. Saya hanya bisa geleng-geleng kepala. Begitulah kalau tidak menang, selalu menyalahkan pihak lawan, pikir saya saat itu.

Beberapa waktu kemudian barulah saya mengetahui permasalahan yang terjadi. Permasalahan yang seharusnya tidak boleh terjadi di sekolah tempat membentuk karakter yang baik termasuk sportivitas. Ah...anak zaman sekarang. Sampai menyebabkan orang dewasa bersitegang leher. Layaknya pertandingan level internasional.

Masa jeda setelah ulangan tengah semester ganjil menjadi kegiatan rutin bagi beberapa sekolah, termasuk sekolah kami. Ada harapan positif untuk masa depan anak-anak sehingga kegiatan ini selalu dilaksanakan. Tidak terkecuali masa Covid-19. Bedanya, pada masa pandemi dilaksanakan secara virtual dan hanya beberapa lomba dilaksanakan yang sekiranya kualitas permainan tetap terjamin walaupun dalam jaringan. Pokoknya keren banget.

Tujuan melaksanakan kegiatan ini, salah satunya untuk menggali talenta yang dimiliki siswa. Banyak cabang dibuka agar siswa bisa bebas berekspresi sesuai bakat dan minatnya. Cabang olahraga seperti voli, pingpong, lari, lompat jauh, cakram. Cabang seni, ada tari kreasi baru, solo vokal, juga pidato. Yang pasti pada masa jeda seperti ini, situasi sekolah seru. Marak dengan sorak sorai dan semangat menjadi juara. Juga memberi kesempatan kapada siswa untuk bergembira ria.

Tidak mengira sama sekali, ditengah berlangsungnya pertandingan, sekelompok siswa melakukan sesuatu yang menyalahi sportivitas.

"Loh...yang main dari kelas mana? Kenapa satu tim berbeda kelas?"', tanya seorang guru yang ikut menyaksikan pertandingan. Untuk sementara waktu, pertandingan dihentikan.

Penanggung jawab kegiatan akhirnya mengusut masalah yang terjadi. Sungguh, membuat guru geleng-geleng kepala. Rupanya pemain dan panitia pelaksana pertandingan sudah sepakat kalau tim boleh bon pemain dari kelas sebelah. Belum jelas apakah ada kesepakatan lain dari mereka. Bisa jadi seperti tim di luar sana yang sampai membeli pemain dari luar agar bisa menang dalam pertandingan.

Mengherankan, pada usia yang masih belia, mereka sudah mampu praktek kolusi dalam aktivitasnya. Bagaimana kedepannya?

Teknologi komunikasi era ini memang luar biasa. Semua manusia dipaksa berubah. Tanpa kita sadari banyak hal-hal negatif dianggap menjadi hal yang biasa. Sehingga jika dilakukan bukan sesuatu yang salah atau memalukan. Perubahan seperti ini didapatkan dari melejitnya teknologi komunikasi. Sekolah sebagai tempat pembentukan karakter tidak luput dari gempuran teknologi komunikasi tersebut. Kasihan anak-anak, mereka masih gamang dan labil dalam menentukan sikap, akhirnya jadi korban.

Yang bisa kita lakukan adalah jangan bosan mengajak mereka untuk selalu sportif. Ya, mari mengedepankan sportivitas.

15092022

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post