Melvin Irawansyah

Seorang pembelajar. Berusaha mengajarkan apa yang telah dipelajari. Menggores karya dengan hati. Salam Literasi. Untuk saling sapa di media sosial, bisa b...

Selengkapnya
Navigasi Web
Sakit dan Perjalanan Seperti Apa yang Diperbolehkan Tidak Puasa?

Sakit dan Perjalanan Seperti Apa yang Diperbolehkan Tidak Puasa?

#Ulaspen

#HariKe2

Seputar Romadhan

Sakit dan perjalanan seperti apa yang dibolehkan tidak berpuasa?

Sebagaimana maklum bahwa tatkala Allah mewajibkan syariat puasa bagi kaum muslimin yang telah memenuhi syarat wajibnya, Allah subhanahu 2ataala tetap membwrikan ruang pengecualian kepada kelompok-kelompok tertentu, diantaranya mereka yang sesang sakit dan sedang salam safar atau perjalanan.

Hal ini Allah pertegas dalam surat Al-Baqoroh ayat 184, "maka barang siapa diantara kalian ada yang sakita dan dalam perjalanan, hendaklah menggantikannya di hari yang lain (di luar romadhan)..."

Inilah indahnya syariat Islam, Allah begitu menyayangi hambaNya, selalu ada alternatif yang ditawarkan agar kaum muslimin semakin dekat dengan Sang Penciptanya.

Kemudian muncul pertanyaan, sakit dan perjalan seperti apa yang dibolehkan tidak berpuasa kemudian menggantikannya di hari lain (Qodho')? Apakah semua bentuk sakit dan perjalanan dibolehkan tidak berpuasa?

Para ahli fiqih terutama empat imam madzhab yang populer telah membahasnya dalam kitab yang mereka tulis. Ada yang mengatakan semua bentuk dan perjalanan secara muthlaq dibolehkan untuk tidak berpuasa, pendapat inilah yang diantut oleh madzhab zhahiri seperti imam atho' dan ibnu siirin.

Tentu yang akan kita sampaikan disini adalah apa yang menjadi kebiasaan kaum muslimin di negara kita, yang mayoritas berpegang teguh dengan madzhab syafii atau madzhab jumhur (mayoritas ulama').

Imam empat madzhab mayoritas mengatakan sakit yang dibolehkan untuk tidak berpuasa adalah sakit keras yang dapat mengakibatkan pada kehilangan jiwa, atau dapat menambah rasa sakit apabila ia berpuasa, dan atau sakit yang dikhawatirkan jika melakukan puasa maka sembuhnya menjadi lambat.

Sedangkan perjalanan yang dibolehkan tidak puasa adalah perjalanan jauh yang melelahkan dan melemahkan. Berapa jarak tempuh yang dimaksud dengan perjalanan jauh?

Imam Syafi'i dan Imam Ahmad mengatakan, perjalanan dua hari dua malam atau setara dengan 16 farsakh. Berapa 16 farsakh? 1 farsakh sekitar 5541 M. Jadi kalau dikalikan sekitar 88.656 meter (88 KM lebih).

Namun, jika kita lihat perjalan sepanjang 88 kilo meter bisa ditempuh sekitar dua hari dua malam jika dilakukan dengan berjalan kaki atau menggunakan kendaraan hewan seperti kuda, onta, keledai, dll. Bagaimana dengan kondisi kita saat ini?

Para Ulama' kontemporer mengatakan perjalanan itu bukan sekedar masalah jarak tapi juga masalah kesusahan saat melakukannya. Maka mayoritas Ulama' mengatakan bahwa bagi orang yang sedang sakit dan musafir, tidak berpuasa itu adalah rukhsoh (keringanan) jika ia mau silakan berbuka, tapi jika ia mampu silakan berpuasa.

Wallahu a'lam bish-shawab.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post