Ketika Bu Guru Tidak Melihat Lagi
Guru juga manusia biasa. Mengabdi sejak usia muda hingga rambut sudah berubah menjadi dua warna. Aku pun demikian. Rasa takutku mungkin beralasan atau mungkin berlebihan. Tetapi ini adalah peringatan buatku.
Anak - anak didikku yang ku sayangi, ibu selalu mendorong kalian agar tidak mudah menyerah, tetapi ibu sendiri harus berjuang keras melawan sakit yang sudah bersahabat dengan tubuh perempuan tua gurú kalian.
Anak-anak penyakit ini menyerang mata. Betapa bayang -bayang kegelapan akan tiba. Saat gelap tiba aku akan kehilangan sentir, canda tawa dan amarah lucu kalian, bila teman kalian menggoda.
Bila memang gelap tiba, tangis pertama bu gurú karena tidak bisa menulis lagi. Namun anak -anak didikku yang manís, ibu akan berjuang, agar kegelapan tidak segera tiba. Ketika bu guru tidak bisa melihat dunia seperti runtuh dan menghancurkan semuanya.
Semoga belum berakhir dengan cepat. Rasa takut bergantungan di relung hatiku.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Saya meneteskan air mata saat membaca tulisan Bu Melyani,.. Mata adalah organ penting, Tanpa mata, benar sekali, kita tak bisa menyaksikan canda tawa lucu anak anak, smg selalu sehat,..