Tema: Budi pekerti

Pentigraf 2

Biarlah

Malin Mudo pemilik Bengkel motor Sanang. Ia selalu menutup benkelnya 10 menit sebelum waktu sholat masuk. 50 meter di seberang jalan Masjid Rahman terlihat indah. Yang membuatku senang terhadapnya dalam servis motor bukan hanya kerjanya yang telaten tetapi perilakunya.

Ibunya meninggal setelah melahirkan adik perempuannya. 2 tahun setelah itu ayahnya menikah. Ia dan adiknya besar bersama Mak Tuo (Kakak perempuan Ibu). sekolah hanya sampai kelas 5 SD, bukan karena malas, semuanya butuh biaya, anak mak Tuonya juga ada 3 orang. Perasaan hidup menumpang m embuatnya sensitif dan prilakunya berobah. Orang sekampung mencapnya “mada” (bandel). Ia pernah mengatakan kepadaku. “Uda, diusia 15 tahun ketika semua orang menbenciku, pengurus masjid malah menemuiku. aku ditanya, mau jadi apa. Aku pilih jadi montir. 9 bulan Ikut BLK dan Magang, semua biaya ditanggung Masjid”.

Selama ini 2 hal yang selalu terlintas dalam pikiranku tentang perjalan hidup Malin Mudo. Ayah yang tidak bertanggung jawab dan Mak Tuo yang meperbudaknya bekerja untuk ikut membiayai keluarga mereka. Sawah yang diolah Mak Tuo adalah sawah keluarga tergadai dan ditebusi oleh ayah Malin Mudo artinya secara hukum adat sawah itu adalah milik Malin Mudo termasuk ayahnya juga mewarisi 2 ekor sapi yang dipelihara oleh suami Mak Tuo. Semua itu tak pernah diungkap Mak Tuo. Tapi ayahku tahu tentang itu, karena dalam surat pagang gadai itu ayahku sebagai saksi. Tadi siang Malin Mudo berpesan kepadaku. “Uda. Diserahkan atau tidak sawah di Taruko oleh Mak Tuo kami tidak akan menuntutnya.

Miftah Novi.T

Tanah Datar, 23 Juni 2020