MIMIN YULISTIYOWATI

Guru IPA SMPN 3 Balung Jember Jawa Timur , masih belajar menulis, mohon kritik dan saran "MELOMPAT LEBIH TINGGI"...

Selengkapnya
Navigasi Web

Jerami

Judul : Jerami

Sisi dan keluarganya tinggal di desa, yang agak jauh dari kota kecamatan. Jalan menuju ke rumah kami hanya jalan setapak, cukup untuk satu kendaraan saja, tapi tak bisa untuk bersalipan. Jika berpapasan dengan mobil lain maka harus bergantian jalan. Tapi sebenarnya bukan mobil yang sering melewati jalanan itu, sebuah Pegon dengan dua sapi sebagai penarik roda. Pegon adalah jenis transportasi tradisional yang banyak dijumpai ditempat kami.

Kakek Ribi memiliki sebuah Pegon yang biasanya di parkir di depan rumah. Di depan rumah Sisi, ada sebuah bangunan terbuka dengan beberapa penyangga. Kakek Ribi biasanya meletakkan pegonnya di situ dan beberapa barang dagangannya. Kakek berjualan batu gamping ke beberapa pasar dan gula merah. Selain untuk meletakkan Pegon dan barang dagangan, di tempat itu juga biasanya ada tumpukan kayu, sisa batang kedelai atau sedang musim panen padi, terkadang ada tumpukan jerami.

Saat musim padi, biasanya Sisi dan teman-temannya bermain jungkir balik di tumpukan jerami itu. Mengacak-acak jerami kemudian merapikannya lagi. Jerami itu kalau sudah kering diberikan pada sapi kakek Ribi sebagai pakan. Atau jerami yang dibiarkan membusuk karena jumlahnya yang sangat banyak biasanya dibuang di belakang rumah. Baunya yang khas selalu mengingatkan Sisi pada bau desa saat panen raya. Jerami-jerami yang membusuk itu merupakan tempat tumbuh jamur merang. Biasanya nenek dan Sisi akan membawa kalo (sebuah wadah dari anyaman bambu) untuk memunguti jamur merang tadi untuk di goreng sebagai lauk.

Hari itu kakek Ribi sedang memanen padi, kata kakek hasil panennya melimpah tahun ini. Tumpukan batang padi diangkut dari sawah ke rumah dengan Pegon kakek. Setelah dipindahkan dari Pegon ke pelataran, pak Rais menumpuknya dengan rapi kemudian kembali ke sawah untuk mengambil hasil panen lagi. Hasil panen sudah selesai diambil semua, keesokan harinya biasanya pak Rais dan orang-orang yang membantu kakek menggarap sawah akan mengeblok padi (merontokkan padi dengan cara dipukuli dengan bambu atau kayu yang bentuknya seperti pancing).

Kalau sudah musim panen begini, Sisi dan anak-anak desa akan ngasak (mengambil sisa padi/hasil panen) dengan cara yang sama, yaitu memukuli dengan kayu atau bambu, tapi mereka lebih sering memakai bambu, karena kalau pakai kayu agak susah. Kalau sudah begitu biasanya pak Rais tidak tega dan mengambilkan beberapa cakupan dengan tangan besarnya.

"Wis wis, ndang ngiyup kono." "(Sudah sudah cepat berteduh sana.)" Usirnya dengan memberi aku lumayan banyak padinya.

Padi-padi itu nantinya Sisi jual kembali ke nenek Mua. Biasanya nenek Mua akan menimbangnya dan kemudian membayar dengan beberapa rupiah, harga yang sama dengan kalau Nenek Mua membeli hasil panen orang-orang.

Nenek Mua bukannya tidak tahu kalau yang Sisi jual itu adalah hasil panennya sendiri, yang diberikan pak Rais pada Sisi. Nenek Mua tahu bahkan sangat tahu. Tapi nenek tidak pernah marah. Bagi nenek aku adalah cucu kesayangan dan aku tidak mencuri hasil panennya. Aku berusaha ngasak dan pak Rais tidak tega kemudian menambahkan hasil ngasakku.

Biasanya bukan hanya padi, kalau sedang panen kedelai pun begitu. Ngasak itu tidak memalukan yang memalukan itu mencuri. Pak Rais dan buruh yang lain akan memukuli kedelai kering, setelah 3 sampai 5 hari menjemurnya di pelataran yang terik matahari langsung mengenai jemuran. Biasanya kedelai yang sudah kering akan ber higroskopis, kulit biji nya pecah karena pengaruh perubahan kadar air. Lompatan bijinya yang jatuh agak jauh dari wilayah teritorial jemuran, biasanya menjadi milik para pengasak, termasuk Sisi. Kemudian mereka akan memunguti nya dengan tangan kecil nya memasukkan kedalam cangkir dan kemudian memindahkan ke wadah yang lebih besar.

Selain bertani setiap hari nenek Mua mengolah nira untuk dibuat menjadi gula merah, kakek Ribi yang mengambil nira dari pohon kelapa. Memanjat dari satu pohon ke pohon yang lain. Beberapa pohon kelapa milik sendiri, beberapa lagi pohon kelapa milik orang lain yang sudah dibeli niranya.

Kakek Ribi dan nenek Mua memang pekerja keras, berdagang, bertani membuat gula merah dan juga dagangan apa saja. Dari satu pasar kakek Ribi akan membawa dagangan membelinya dan kemudian dijual ke pasar yang lain. Atau kadang tetangga berhutang barang dagangan kakek. Itulah yang menyebabkan Sisi disebut sebagai cucunya rentenir.

bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

mantul cerpennya bu.salam sehat selalu

21 Mar
Balas

Terima kasih

21 Mar

Bagus cerpenya bun. Semoga berkenan singgah d gurusiana saya CINTA BUKU

21 Mar
Balas

Siap, makasih

21 Mar



search

New Post