Mimi Susilowati

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Tangismu Bahagiaku

Pagi itu aku sudah mentheng-mentheng pengen mbaleni mbahas point-point materi Matematika yang belum dikuasai penuh oleh siswa-siswiku. Selesai berdoa seorang anak nyletuk. " Buk si Og belum masuk buk! dia tadi tidak baris Buk, dia nangis di belakang lokal kelas lima".

" Kenapa? " tanyaku datar. " Tidak tahu Buk" jawab siswi itu lagi. Aku tetap diam dalam hati bertanya-tanya heran. Tumben dia bisa nangis. Biasanya dia yang selalu membuat temannya menangis. Aku berniat membiarkannya sejenak, biar puas dulu tangisnya. Ini anak harus merasakan sekali-kali apa yang selama ini diderita teman-temannya. Biar tahu rasa sakit itu bagaimana. Hampir setahun bersamaku dia yang paling sering membuat sakit kepala dan menguras emosi. Mulai dari kasus ngajak ngrokok teman-teman di sekolah, memukul kemaluan semua teman laki-laki di kelas, ucapan bernada hinaan yang menyakitkan kepada teman-perempuan. Dan.. Hadeh...! Penuh catatan buku kasusku hanya berisi namanya. Sudah pula aku memanggil Ayahnya perihal kenakalannya. Pernah pula kuajak ngobrol berdua dari hati kehati. Tapi itu juga belum memperbaiki karakternya yang kurang. Akhirnya aku pasrah tapi tetap mendoakan kelak dia akan berubah. Toh..! Dia tidak akan lama lagi juga lulus. Hal yang paling mudah adalah membuatnya mengerti dalam belajar, apapun caranya. So.. dia bisa lulus ujian. Sehingga aku tak perlu lagi menghadapi tingkahnya yang bikin cekot-cekot kepala. Siapa tahu nasib baik menjadi garis hidupnya, kelak menjadi orang yang berguna.

Ada banyak mantan siswaku yang begitu. Kadang yang rasanya tidak mungkin, justru dia yang sukses. Aku bertambah percaya bahwa setiap anak membawa garis tangannya sendiri. Tugasku hanya mengantarkan sampai gerbang berikutnya dengan sebaik-baik yang kubisa. Hingga dia lebih dekat dengan kesuksesannya.

" Katanya dia mau pulang Buk! saya tadi disuruhnya mengambilkan tasnya Buk! " kata Bayu. " La terus.. Sudah diambilkan? " tanyaku. "Ndak Buk, itu tasnya!" kata Bayu sambil menunjuk tas milik Og yang disangkutkan di sandaran kursi.

Aku bergegas keluar mencari Og ke belakang lokal kelas lima. Kulihat dia duduk sambil terisak-isak. Seorang siswa laki-laki kelas lima sedang membujuknya. Berusaha meraih tangan kanan Og untuk meminta maaf. Tetapi selalu di tepis. Aku ingin tertawa tapi ku tahan. Dalam hatiku bisa juga to, hatimu yang sekeras batu itu terluka. Selama ini susah betul menyentuh hatinya. Entah mengapa aku merasa punya moment tepat dan posisi uenak untuk menguleni hatinya yang keras itu hingga selembut adonan kue donat yang sering kubuat. Wes...! Pokoknya tak wenyet-wenyet sampai meler. Lalu aku bisa membentuk hatinya sesuai yang kuinginkan. Ya... Aku ingin dia lebih lembut, lebih menghargai teman-temannya. Juga punya rasa empati yang tinggi. Sehingga tidak sak karepe dewe seperti selama ini.

" kenapa Og? " Tanyaku. " Iko buk, bla.. Bla.. Bla... " Si Ip anak kelas lima itu menjelaskan padaku duduk permasalahannya. Aku berkesimpulan itu hanya salah paham. Si Og merasa sakit karena ditinggalkan taman-temannya. Pasti karena ancaman si Ip yang merasa si Og telah memburukkan dirinya di belakang. Keduanya memang trouble maker. Selalu membuat masalah. Tapi sungguhpun demikian kami para guru selalu berusaha menyelesaikan masalah yang mereka buat.

" la terus.. Kalau Og tidak mau memaafkan maunya gimana? Allah saja bisa memaafkan manusia yang penuh dosa. La masak kita yang hanya manusia makhluk lemah lebih sombong, tidak mau memaafkan" cerocosku.

Og tetap diam sambil sesunggukan. "Ok, kalau tidak mau ibu panggil saja orang tuanya. Untuk Og kalau gak bisa dibentuk lagi ya ibuk kembalikan ke Bapaknya, ndak jadi ikut ujian ya? " Kataku datar. Tidak kunampakkan sama sekali bahwa aku menginginkan dia masuk, belajar dan bisa menyelesaikan ujian dengan baik, terus akhirnya lulus.

Aku hanya memberikan pilihan memafkan dan berteman seperti biasa lalu masuk untuk belajar atau dikembalikan ke orang tua dan tidak bisa ikut ujian. Alhamdulillah.. Hatinya masih bisa disentuh. Dia bangkit menyambut tangan Ip dan berpelukan meski masih ada rasa enggan. Tak masalah nanti lama-lama juga baik sendiri. Kugandeng tangannya berjalan menuju lokal. Sampai di depan musala tiba-tiba dia meronta melepaskan gandengan tanganku. Kulepaskan, "mau kemana? " tanyaku. "Cuci muko lu Buk! " jawabnya sambil berlari menuju tempat wudhu samping musala. Ku ikuti sampai depan musala lalu ku tunggu dia sampai selesai. Aku memastikan dia benar-benar hanya cuci muka tidak melarikan diri. Lagi pula aku perlu menyatakan padanya bahwa selalu masih ada cinta meski dirimu selalu membuat pusing kepala.

Sampai dalam lokal, seolah tak terjadi apa-apa aku mulai bertanya mulai dari nomor absen satu. Materi apa yang belum dipahami. Setiap penjelasan kuberikan satu soal. Sesekali kulirik keberadaan si Og, tampaknya baik-baik saja. Dia sudah mengerjakan soal demi soal dengan tenang. Jika belum seratus persen betul, akan ku beri satu soal serupa lagi. Begitu seterusnya sampai semua betul dan sampai pula di nomor absen terakhir 29. Alhamdulillah... selesai target hari itu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post