ARUMI GADIS PENAKLUK (12)
#TantanganGurusiana
#Hari ke-289
Selasa, 10 November 2020
Siang itu Arumi hendak menutup Polindes tempatnya bertugas. Tiba-tiba dia dikejutkan oleh suara keras yang datang dari arah pintu.. Dia segera menghentikan aktivitasnya sejenak untuk melihat siapakah yang datang. Benar saja ketika Arumi menghampiri pintu, Mak Nyai sudah berdiri serta berkata lantang.
“Arumi, rupanya kau keras kepala ya, “ Mak Nyai langsung membentak.
Melihat hal itu Arumi kaget bukan kepalang. Dia hanya bisa ternganga sejenak setelah mendengar perkataan yang diucapkan oleh sosok perempuan tua yang tiba-tiba datang ke Polindesnya.
“ Ada apa Mak Nyai, kok tiba-tiba marah ? “ sahut Arumi sedikit kesal.
“Nih, Mak dengar ya. Bukan saya keras kepala. Mengobati orang sakit, itu adalah tugas utama saya, “ lanjut Arumi dengan suara tak kalah kencang.
“Kau tidak perlu mengobati orang di kampung ini. Sejak zaman nenek moyang, saya sudah sanggup mengobati orang sakit, “ Mak Nyai kembali berucap lantang.
Mendengar hal itu, Arumi malah tersenyum sambil menyilangkan tangannya bersidekap.
“Mengapa kau tersenyum ? “ Mak Nyai terlihat sewot.
“ Saya hanya sedikit bangga pada Mak Nyai yang sudah berpuluh tahun mengobati orang sakit, tapi justru menyakiti, “ ucap Arumi tak kalah sengit.
“Nih, dengar ya anak bau kencur, saya datang kemari untuk melarangmu mengobati pasien yang sakit,” sahut Mak Nyai sambil menunjukkan jarinya.
“Apa hakmu melarangku, wahai wanita tua ?” Arumi tak mau kalah
“Hei, beraninya kamu melawan saya. Awas kalau berani nerima pasien lagi !” kata Mak Nyai sambil ngeloyor pergi.
Arumi hanya bisa termangu dan geleng-geleng kepala dengan kejadian ini. Padahal bukan hanya sekali dua kali dia memberi pandangan pada Mak Nyai untuk mau bekerja sama menangani orang sakit di desa ini. Bukan malah sebaliknya dengan cara memusuhinya.
Lalu Arumi berpikir keras bagaimana agar sikap Mak Nyai mau terbuka. Padahal bukan hanya sekali dua kali dia meminta bantuan Pak Kuwu atau Kepala Dusun untuk memberi pemahaman pada Mak Nyai. Tapi tetap saja pendirian nenek tua itu tak mau berubah.
Kini Arumi bertekad suatu waktu dia harus bisa menaklukan hati Mak Nyai yang keras itu agar kehidupan masyarakat desa menjadi lebih sehat dan sejahtera tidak dilanda ketakutan akan ancamannya.
Setelah pulang dari Polindes, Mak Nyai dengan tergesa memasuki rumahnya. Dia masih bersungut-sungut di depan anak sulungnnya, Fauzi.
“Mak abis dari mana ? Kok datang langsung marah-marah,” Fauzi menyapa.
“Itu si bidan desa yang sok tahu, mau merebut pasien emak selama ini, “ katanya dengan ketus.
“Oh, si Arumi itu ? “ tanyanya kemudian.
“Ya, iyalah siapa lagi ?” balas Mak Nyai sambil masuk ke dapur.
Tak lama kemudian ada seseorang mengetuk pintu dan uluk salam. Fauzi bergegas membuka pintu. Terlihat adiknya, Faizir baru datang dari kota setelah 4 bulan meninggalkan desa ini. Dia membawa tas besar yang berisi oleh-oleh untuk Mak Nyai. Tak lupa dia juga berencana akan ke rumah dinas Arumi memberikan buah tangan darinya.
“Ehh, kamu Faiz. Waduhh banyak sekali barang bawaanmu, “ sapa Fauzi.
“Ya nih, Kang sekedar oleh-oleh untuk emak dan keluarga akang, “ sahutnya.
“Lha, ini apa ? “ Fauzi meraih bungkusan dari tas lainnya.
“Oh, itu untuk Arumi,” ucap Faiz dengan mata berbinar.
“Hohhh, kamu suka sama si bidan kampung itu ?” cecar Fauzi
Mendapat pertanyaan seperti itu Faiz hanya bisa tersenyum.
Bagaimana kisah selanjutnya ? Apakah Faiz yang mulai menyukai Arumi akan berbalas ?
Bersambung.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mudah2an tidak bertepuk sebelah tangan. Kereeen cerpennya, Bunda. Salam literasi
Terima kasih Pak Dede, mudah2an berjodoh
Wah, gimana Arumi yah, senang gak sama Faiz. Sukses selalu dan barakallahu fiik
Mksh bun Vivi, bgmn ya ? Mudah2an tdk bertepuk sebelah tangan
Semoga Arumi mampu menyentuh hati Mak Nyai dan menjadikan mitra kerjanya
Betul bu Teti
Keren Miss , lanjuut. Novel ke berapa nih?
Keren cerpennya bu. Salam sukses selalu.
Mksh bu Nelfia, salam kembali
Mak Nyai galak bangeut...
Pengabdian sang bidan desa dan bisa merubah pemikiran sang dukun yg kolot, sukses dan salam literasi.
Betul sekali pak
Seru ceritanya...saya tunggu kelanjutan kisahnya
Terima kasih bu Ana, tunggu ya kelanjutannya