#TantanganGurusiana

#Hari ke-291

Sabtu, 14 November 2020

Arumi terpaksa membelokkan kembali sepeda kumbangnya. Sebenarnya dia malu pada dirinya sendiri akibat terlalu terpesona dengan ketampanan dokter Alfian yang baru seminggu bertugas di Puskesmas. Arumi sampai lupa untuk mengambil gajinya setelah dia menyetorkan laporan bulanan kegiatan di Polindes Mawarsari tempatnya bertugas. Akhirnya, dengan tersipu malu, dia masuk ke Puskesmas dan langsung menuju ruang Tata Usaha untuk mengambil gaji.

Kembali dia mengayuh sepedanya hingga tak lama kemudian, sampailah dia di rumah dinasnya pada pukul 14.00 WIB. Sepeda kumbang yang sudah menemaninya selama ini, dia masukkan ke halaman rumah. Namun, langkahnya terhenti manakala Arumi melihat ada sosok lelaki yang duduk di kursi dekat pintu rumahnya. Segera lelaki itu menyambut kedatangan Arumi dengan menyapa sambil sesekali membungkukkan badan sebagai tanda hormat.

“Selamat siang Bu Bidan, “ sapanya.

“Selamat siang, ada apa ya ?” sahut Arumi heran.

“ Emhhh….saya Kang Ujang temannya Faizir. Hanya ingin menyampaikan salam darinya,” lanjut kang Ujang tersenyum.

Arumi sedikit kaget mendengarnya. Namun, dengan cepat dia bisa menguasai keadaan dan perasaannya. Padahal baru saja hatinya berbunga ketika berjumpa dengan dokter Alfian di Puskesmas, ehh sekarang malah dapat salam dari Faizir.

“Oh ya, terima kasih ya untuk salamnya,” ucap Arumi ramah.

“Kalau begitu saya permisi dulu, “ sahut Kang Ujang meninggalkan Arumi yang masih bengong.

Arumi hanya bisa tersenyum dan menggelengkan kepala melihat kejadian yang tak diduga sebelumnya. Lalu dia masuk ke dalam rumah untuk membersihkan diri dan beristirahat. Di kamarnya yang sempit, dia hanya bisa menerawang memandang langit-langit. Ingin rasanya dia berbincang dengan bintang dan rembulan, namun apa daya jarak yang memisahkannya. Dalam angan, dia ingin meraih bintang itu dan menggenggamnya. Namun, hati kecilnya berkata, apakah dia mampu ?

Imajinasinya berkelana liar membayangkan sosok dokter muda yang tampan berkulit putih. Di lain sisi ada seorang pria yang mengharapkan kehadirannya. Arumi bingung sendiri, dia tersenyum jika mengingat kejadian pertemuan pertamanya dengan dokter Alfian. Namun, roman mukanya berubah manakala dia ingat Faizir anak Mak Nyai perempuan tua dukun kampung itu yang mulai menyukainya. Ada rasa kesal jika ingat kejadian ketika Mak Nyai datang ke Polindes dan menyuruhnya agar tidak menerima orang yang mau berobat. Dalam benaknya dia berpikir mengapa Mak Nyai melarangnya, padahal Polindes itu kan milik Pemerintah mana mungkin dia menutupnya begitu saja.

Tak terasa waktu bergulir dengan cepat dan malampun mulai menyapa. Namun, rasa kantuk belum datang juga. Arumi berjalan ke depan rumahnya hendak menghirup udara malam. Di tengah pekatnya malam, Arumi duduk menikmati cahaya rembulan dan kerlip bintang. Dia juga sangat menikmati merdunya irama nyanyian jangkrik yang riuh bersahutan.

Arumi duduk di kursi dan memandang bintang gemintang nun jauh di sana. Angannya melayang, adakah salah satu bintang itu akan menjadi milikku ? Arumi bergumam di tengah lamunannya. Malam kian larut dan kantuk mulai menyerang. Arumi masuk ke dalam kamar hendak merebahkan dirinya yang hanya ditemani bantal dan guling. Dia berharap sang bintang pujaan datang menghampirinya lewat bunga tidur malam ini.

Bersambung.