#TantanganGurusiana

#Hari ke-293

Senin, 16 November 2020

Sore itu Faiz pulang ke rumah dengan hati kosong. Sebetulnya dia kecewa dengan sikap Arumi yang menganggapnya biasa saja. Padahal jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, dia memendam rasa itu. Namun, entah mengapa rasanya sulit sekali untuk mengucapkan satu kata spesial di depan perempuan cantik itu.

Tiba di depan rumah, seperti biasa Mak Nyai sedang menyeruput kopi hitamnya dengan ditemani singkong rebus. Setelah itu terlihat tangannya yang sudah keriput dengan lincah meracik apu dan daun sirih untuk nyisig giginya.

“Kamu habis dari mana ? pasti dari rumah si bidan kampung itu ya ?” Tanya Mak Nyai ketus.

“Ah….emak. Saya lapar mau makan dulu, “ sahut Faiz sambil masuk ke dalam.

“Ada apa dengan si Faiz ya Mak, “ ucap Fauzi yang tiba-tiba datang

“Gak tahu, coba kamu kasih pelajaran tuh sama si bidan desa agar jangan deketin si Faiz,” kata Mak Nyai sambil menggosok-gosokan daun sirih yang sudah diraciknya.

Keesokan harinya, seperti biasa Arumi dinas di Polindes Mawarsari. Ada satu dua orang pasien yang datang berobat dengan keluhan ringan. Setelah itu, dia mendata pasien yang datang dari pagi sampai siang ini. Dibukanya lembar demi lembar buku folio bergaris yang berisi catatan pasien yang berobat. Dia menghela napas panjang, karena semakin hari ternyata jumlah pasien menurun. Arumi bersyukur karena itu tandanya warga desa ada dalam keadaan sehat wal’afiat.

Sedang asyik-asyiknya Arumi membuka catatan, tiba-tiba ada seseorang yang datang menghampirinya dan berteriak sangat keras. Saking kagetnya, kursi yang diduduki Arumi sampai bergoyang.

Bersambung.