Min Hermina, SMPN 1 Cikampek-Krwg

Min Hermina, M.Pd. Saat ini mengajar di SMPN 1 Cikampek Kabupaten Karawang Jawa Barat...

Selengkapnya
Navigasi Web
ARUMI GADIS PENAKLUK (9)

ARUMI GADIS PENAKLUK (9)

#TantanganGurusiana

#Hari ke-284

Sabtu, 7 November 2020

Malam itu sesuai dengan undangan dari Pak Kuwu untuk hadir dalam rapat di balai desa, Arumi datang dengan penuh percaya diri. Dia menjelaskan seluruh program terkait dengan kesehatan masyarakat khususnya ibu hamil dan menyusui. Para Kepala Dusun mendengarkan dengan seksama apa yang disampaikan oleh gadis berhati mulia itu.

Kini tak terasa satu purnama sudah Arumi menjalani tugasnya sebagai Bidan Desa di Polindes Mawarsari. Satu persatu warga desa mulai mengenalnya sebagai sosok yang baik dan ramah. Namun, Arumi juga bisa bersikap tegas manakala ada warga yang tidak menuruti nasihatnya untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.

Pagi itu Arumi memulai pekerjaannya dengan membuka pintu dan jendela Polindes. Dari balik jendela, dia menatap ke arah rumah penduduk yang bangunannya masih sederhana beralaskan tanah dan dinding setengah bilik. Belum lagi jika ingin membersihkan diri harus pergi ke pancuran yang agak jauh jaraknya dari rumah. Artinya mereka belum punya MCK sendiri di rumahnya.

Perilaku hidup bersih memang belum sepenuhnya dijalankan oleh warga desa. Tak jarang dia menemukan anak yang kerap diare berkepanjangan akibat makan atau minum yang kurang bersih. Belum lagi ibu hamil yang tak mau memeriksakan diri ke Polindes. Mereka hanya percaya pada dukun kampung dengan cara diurut. Ah….Arumi hanya mampu mendesah jika mengingat semua itu.

Arumi baru tersadar dari lamunannya ketika ada seorang bapak membawa anaknya yang terlihat pucat dan lemah tak berdaya.

“Bu Bidan tolong saya, anak ini buang air terus dan badannya panas ,” katanya memelas.

“Sudah berapa hari ? Kok baru dibawa ke sini sekarang ?” tanya Arumi sambil memeriksa.

“Sudah tiga hari. Saya takut ketahuan, Bu Bidan, “ sahutnya dengan wajah terlihat cemas.

“Takut ? Takut sama siapa, ayo katakan ?” Arumi mendesak.

“Mak Nyai dukun kampung sini sering mengancam kami, Bu Bidan,” sahutnya terbata.

“Mengancam bagaimana ?” tanya Arumi mengerutkan dahi.

“Katanya kami sebagai warga desa ini tidak boleh berobat sama bu Bidan. Kalau ketahuan kami dimarahi, lagipula katanya kalau berobat ke Bu Bidan akan tambah sakit karena obatnya keras,”sahutnya.

“Dukun kampung itu memang keterlaluan, “ ujar Arumi geram.

“Sekarang Bapak pulang dan berikan obat ini pada anakmu, jangan lupa minum dua kali sehari dan jaga kebersihan jangan makan sembarangan,” Arumi menasihati.

“Terima kasih Bu Bidan , kalau begitu saya permisi dulu, “ sahut si Bapak sambil berlalu dengan menggendong anaknya yang masih balita.

“ Ya,” Jawab Arumi singkat sambil memandangi kepergian si Bapak itu.

Saat ini waktu menunjukkan pukul 14.00 WIB. Setelah dirasa tidak ada lagi pekerjaan Arumi menutup Polindes. Dia pulang ke rumah dinasnya yang tak jauh dari lokasi poliklinik desa itu. Direbahkannya tubuh mungil itu di atas kasur tipis di kamarnya yang sempit. Sambil memandang langit-langit, kedatangan si bapak tadi telah mengusik pikirannya tentang keberadaan dukun kampung yang bernama Mak Nyai itu. Dia tahu, dukun kampung itu sangat ditakuti warga desa. Pak Kuwu saja merasa segan pada sosok perempuan tua berusia 76 tahun namun masih nampak gesit.

Memang dulu waktu pertama berkunjung ke rumah warga termasuk sowan ke rumah Mak Nyai, Arumi sudah merasakan bagaimana keras dan kasarnya perempuan itu ketika pertama kali bertemu.

“Nama saya, Mak Nyai. Semua orang di kampung ini sudah mengenal saya,” katanya ketus.

“Maaf . Saya baru tiga hari di kampung ini . Jadi saya belum tahu banyak warga di sini, “ sahut Arumi tersenyum. “Saya menggantikan Bu Bidan Deasy yang pindah karena ikut suaminya bertugas di luar pulau Jawa, “ lanjutnya.

“ Ha…. ha….ha….baguslah kalau begitu. Jadi juga rupanya Bidan itu pindah, “ sahutnya tertawa senang.

Arumi tersentak dari lamunannya karena terlihat hari sudah beranjak sore dan matahari segera tenggelam di peraduannya. Arumi bersiap mandi di pancuran yang tak jauh dari rumah dinasnya. Dia berencana setelah maghrib akan kembali sowan ke rumah Mak Nyai dukun kampung itu.

Bagaimana kisah Arumi ketika bertemu dengan Mak Nyai ? Ikuti kelanjutannya esok hari.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wahh hati-hati dengan Mak Nyai, semoga kelak bersahabat

08 Nov
Balas

Sudah bisa ditebak da ini mah cerita klasik.

08 Nov

Bidan vs dukun

07 Nov
Balas

Masalah klasikal ya bu Fifit

07 Nov



search

New Post