CINTA MARIA (1)
#TantanganGurusiana
#Hari ke-304
Jumat , 27 November 2020
Pekat malam menghalangi pandangan mataku untuk melihat pemandangan di luar jendela. Akhirnya deru roda kereta mengiringi irama tidurku selama perjalanan Bandung-Yogyakarta. Tak terasa, udara pagi mulai menyambut kedatanganku di kota gudeg ini. Kini kereta memasuki stasiun Lempuyangan setelah menempuh perjalanan delapan jam dari Bandung. Derit roda kereta dan tiupan peluit di stasiun, menambah resah gelisah di hatiku.
Taksi yang kutumpangi menuju rumah sahabat lamaku, mengingatkankanku pada tempat-tempat eksotis yang pernah kusinggahi bersamanya. Dua puluh tahun yang lalu kota ini pernah menggoreskan sejuta kenangan indah bersama Mas Pram, sekaligus meninggalkan luka teramat dalam yang tak pernah bisa kulupakan.
Terik matahari di kota gudeg Yogyakarta terasa menyengat. Padahal waktu baru menunjukkan pukul sepuluh pagi. Aku datang ke kota ini karena dipindahtugaskan untuk memimpin sebuah panti wreda. Kupandangi setiap sudut kota. Jalan serta gedung yang dulu sempat kuhabiskan bersamanya. Lalu aku termenung dengan pikiran mengembara mengingat masa lalu. Ingin rasanya kubuang semua kenangan indah yang pernah hadir dalam hidupku. Membuang kenangan ketika dengan romantisnya memandang rembulan tenggelam di pantai. Ketika itu kutuliskan namamu dan mamaku di pasir pantai Parangtritis, Pram love Maria. Senyum mengembang di bibirmu. Namun, sesaat kemudian nama indah itu tersapu riak air pantai, ombak menggulung nama kita. Aku tertegun sambil memandang ombak jahat itu.
Sayangnya, waktu itu senja turun dalam iringan mendung dan rinai hujan. Tak ada lagi langit memerah, tak ada lagi mentari yang merambat gemulai di batas cakrawala. Bahkan, tak ada senyuman menyapaku. Senja kali ini adalah senja yang risau. Penuh kabut dan tanya.
*******
“Bu, ini sudah sampai di alamat yang dituju, “ ucap sopir taksi mengagetkanku dari lamunan.
“Oh ya, terima kasih Pak, “ sahutku sambil menyodorkan uang dan memberinya tip.
Kulihat halaman rumah yang luas dan asri itu, lalu kuhubungi nomor telepon sahabatku. Tak lama pintu terbuka, seorang perempuan tua mempersilakanku masuk ke dalam rumah. Aku duduk dan kupandangi sekeliling rumah sahabatku semasa kuliah dulu. Tak lama kemudian muncul sosok perempuan yang gayanya masih kuingat.
“Haiii….Maria Anastasia, apa kabar ?” sahutnya riang sambil memelukku.
“Kabar baik, sahutku tersenyum.
“Kamu tetap seperti yang dulu, anggun dan berwibawa,” ucap sahabatku yang bernama Laura.
Kami berbincang sampai tak terasa hari beranjak senja. Laura mempersilakanku untuk beristirahat di kamar yang sudah disiapkannya. Setelah itu kami akan menikmati malam dengan makan lesehan di jalan Malioboro.
Bersambung.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Teringat kenangan romantis bersama Pram. Ditunggu cerita berikutnya, Bund.
Betul bu Asih, nantikan terus ya
Senangnya bertemu sahabat..next bu
Wow, terenyuh aku dibuatnya. Sukses selalu
Terima kasih bun Vivi sdh berkunjung
Cerita baru ya Mrs..yg kemarin arumi dah tamat?
Masih menggantung, nanti ditamatkan di buku aja
Hemmmm.....keren Miss
Pram love Maria. hehehe...kenangan indah di Pantai Parangtritis ya Bu. Salam sukses. Ijin follow ya Bu.
Terima kasih bu Robingah