Min Hermina, SMPN 1 Cikampek-Krwg

Min Hermina, M.Pd. Saat ini mengajar di SMPN 1 Cikampek Kabupaten Karawang Jawa Barat...

Selengkapnya
Navigasi Web
CINTA MARIA (31)

CINTA MARIA (31)

#TantanganGurusiana

#Hari ke-336

Selasa, 29 Desember 2020

Jumat pagi ini udara sangat segar dan matahari bersinar dengan cerah. Para penghuni panti diwajibkan setiap Jumat untuk melakukan senam pagi. Kecuali untuk yang badannya kurang sehat atau tidak memungkinkan melaksanakan senam lansia, mereka boleh duduk atau tinggal di kamarnya.

Terlihat para Oma dan Opa asyik menikmati irama senam yang sangat enak didengar musiknya. Senyum ceria menghiasi wajah-wajah yang mulai keriput. Mereka bergoyang berlenggak-lenggok ke kiri dan ke kanan. Ada yang bergerak seirama lagu bahkan ada juga yang bergerak sesuai kehendak hati, prinsip mereka yang penting happy.

Melihat situasi pagi ini di panti werdha tempatku bekerja, ada segumpal bahagia menyelimuti hati ini. Betapa tidak, melihat para orang tua yang ada di sini aku jadi merenung dan teringat akan kehidupanku sendiri. Aku sudah lama menjadi yatim piatu, tepatnya ketika usiaku menginjak 26 tahun. Ayahku sakit pada saat aku tak berada di sisinya dan akhirnya meninggal saat aku akan memperoleh gelar sarjana psikologi. Sedangkan ibuku dipanggil Yang Maha Kuasa ketika aku sedang berada di luar kota memenuhi panggilan kerja. Aku hanya punya satu saudara kandung yakni adik laki-lakiku yang juga telah menghadap Sang Khalik pada usia remaja. Jadi, saat ini aku benar-benar hidup sendiri karena aku memilih untuk tidak menikah sampai usiaku kini hampir menginjak setengah abad.

Rumah peninggalan orang tuaku di Bandung kini ditempati oleh adik sepupuku dari pihak ibu. Sejak awal bekerja sebagai Psikolog, aku tertarik untuk mengabdikan diri di panti werdha. Entah mengapa hati kecilku memanggil agar aku mengabdikan diri untuk kaum sepuh yang secara fisik mereka sudah tidak kuat lagi. Aku ingin mendampingi mereka di masa tuanya agar secara psikologi, kesehatan mental mereka terpelihara. Meski aku sadar bahwa jika dilihat dari segi materi, penghasilanku tidaklah sebesar jika aku bekerja di rumah sakit swasta. Namun, entah mengapa ketika bekerja di bidang ini ada kepuasan batin yang tak ternilai harganya.

Aku merasa bahagia jika di raut wajah mereka terpancar rasa senang atau gembira. Jika ada rasa sedih atau kecewa dalam diri mereka, maka aku harus mencari tahu penyebabnya dan jalan keluarnya. Tak jarang aku menemukan para lansia yang terbuang atau ditinggalkan begitu saja oleh keluarganya. Namun, tak sedikit pula keluarga yang memperhatikan orang tuanya dengan berkunjung secara berkala. Dari pihak Pemerintah atau Swasta bahkan Donatur perorangan juga tetap ada yang memperhatikan kesejahteraan para penghuni. Dengan sumbangan baik materi maupun barang kebutuhan yang diperlukan selalu mengalir tiada henti.

Aku senang bekerja di panti werdha ini, karena para penghuninya bisa diajak bekerjasama, mereka selalu menuruti nasihatku ketika aku memberinya advis. Juga rekan sejawat di sini, mereka semuanya baik dan ramah. Apalagi Ibu Kepala Panti yakni Bu Murti sangat bijaksana dan sangat memperhatikan kesejahteraan para pegawai yang bekerja di sini.

Satu hal yang membuatku bersedih hati adalah keluarga Pram. Ibunya yang bernama Bu Prapti sudah lama berada di panti ini karena dia ingin hidup bersama dengan sesama lansia. Mengikuti kegiatan sesuai usianya dan biar tidak sepi, begitu ketika kutanya alasannya berada di sini. Awalnya dia tidak mau menerima kehadiranku karena dia masih menyangka akulah penyebab kecelakaan anaknya yakni Pram yang ketika masa kuliah sempat dekat denganku. Namun, seiring waktu berjalan akhirnya dia menyadari kekeliruannya selama ini.

Hal lain yang menjadi beban pikiranku adalah kehadiran Mirna istri Pram yang selalu menaruh rasa curiga serta cemburu yang terlalu berlebihan. Padahal aku sama sekali sudah tidak ada hubungannya dengan suaminya. Aku sudah membuang jauh-jauh rasa cinta ini pada Pram sejak dia menikah. Memang, sebelum Pram menikah dengan Mirna dia selalu mencariku. Hatinyapun tak pernah terisi oleh wanita lain. Pernikahannya dengan Mirna adalah hasil perjodohan orang tua, sehingga diantara mereka tak pernah ada rasa cinta.

Aku menyadari bahwa mencintai tak selamanya harus memiliki. Untuk itulah mengapa sampai saat ini aku bahagia ketika Pram sudah menemukan pelabuhan hatinya. Satu hal yang membuatku tak enak adalah ketika istrinya selalu menuduhku bahwa akulah yang menggoda Pram. Mirna dengan segala cara memfitnah aku dengan kata-katanya yang keji. Namun, aku pasrah menerima semua ini. Aku tak ingin membalasnya dengan kekejian lagi. Satu hal yang kupinta agar Mirna sadar bahwa aku bukanlah wanita yang seperti dia tuduhkan. Semoga kelak Mirna menjadi sadar dan kehidupan rumah tangganya menjadi harmonis tentram dan damai.

“Hai, Bu Maria dari tadi melamun saja,” suara dr.Sri mengagetkanku

“Emhhh….ini lagi lihat para lansia senam,” sahutku gugup

“Gimana dengan obrolan kita kemarin ?” tanyanya sedikit menyelidik.

“Tentang apa ya, aku lupa,” sahutku tersenyum.

“Ya ampunnn,” sahut dr. Sri sedikit tergelak

“Ayoo ah….kita minum susu dulu. Senamnya sudah selesai,” sahutku

“Emhh….sebentar. Nih ada pesan dari dr.Pram. Kemarin lupa mau menyampaikan,” sahut dr.Sri sambil memberikan secarik kertas.

“Apa ini ?” sahutku terkejut

Dokter Sri hanya bisa mengangkat bahu sambil berjalan menuju kafetaria untuk minum susu.

Bersambung,

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen cerpennya, Bunda. Salam literasi

29 Dec
Balas



search

New Post