Min Hermina, SMPN 1 Cikampek-Krwg

Min Hermina, M.Pd. Saat ini mengajar di SMPN 1 Cikampek Kabupaten Karawang Jawa Barat...

Selengkapnya
Navigasi Web
CINTA MARIA (33)

CINTA MARIA (33)

#TantanganGurusiana

#Hari ke-338

Kamis, 31 Desember 2020

Siang ini aku sudah siap menunggu kedatangan sejawatku, dr.Sri di halaman panti. Sejak kemarin aku sudah menelponnya untuk sekedar refreshing sejenak dari kepenatan pekerjaan. Aku mengajaknya makan siang di salah satu rumah makan yang dulu sering aku dan Pram kunjungi.

Tak lama kemudian, mobil Honda Brillio kesayangan dokter yang ramah ini masuk pelataran panti. Dengan senyum yang ramah dr. Sri mengajakku masuk ke dalamnya. Mobil melesat membelah kota Yogyakarta dengan kecepatan normal. Perjalanan memakan waktu sekitar 20 menit, kami tiba di rumah makan The House of Raminten. Setelah dr.Sri memarkir mobilnya, kami melangkahkan kaki masuk ke dalam restoran yang cukup unik ini.

Musik gending Jawa nan megah sekaligus menenangkan itu menyambut kedatanganku dan dr.Sri dengan aroma dupa yang terasa di indera penciumanku. Aku sengaja memilih restoran ini karena tempatnya sangat unik sekaligus menyimpan kenangan tersendiri bagiku. Setelah itu aku dan dr.Sri memilih tempat duduk di salah satu sudut restoran. Terlihat empat perempuan yang sedang membatik dengan anggunnya menuangkan canting ke atas kain putih yang dipegangnya. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung yang tentu saja pemandangan ini sangat unik karena jarang ditemui di restoran lain.

Sesaat setelah duduk, dua orang pramusaji yang mengenakan kostum ala gadis dan pemuda Jawa menghampiri. Mereka dengan sigap dan ramah mencatat menu yang kupesan. Karena ini akhir pekan, terlihat pengunjung cukup ramai. Untung saja aku tak sempat antri menunggu cukup lama untuk mendapat kursi karena hari belum terlalu sore. Sambil menunggu pesanan datang, aku melihat-lihat keadaan restoran yang banyak berubah dibanding dulu waktu aku bersama Pram sering makan di sini. Elemen kayu masih mendominasi desain restoran ini yang tertata apik dan menarik.

Tak lama menunggu menu pesanan sudah siap terhidang di atas meja. Aku memesan Ayam Koteka yakni lauk yang berbahan dasar ayam yang dibungkus dalam batang bambu. Sedangkan minumannya bernama Gajah Ndekem yakni minuman dengan apel utuh yang siap disantap bagian dalamnya. Sementara itu dokter Sri memilih sego ijo, garang asem dan mangut lele. Untuk minumnya dia memilih es Purworukmi. Memang nama makanan dan minuman di sini agak terdengar aneh dan unik serta porsinya juga lumayan besar, tapi harganya masih terjangkau.

Setelah menikmati hidangan makan siang dengan diiringi gamelan Jawa yang menenangkan pikiran, aku mulai berani bercerita pada dr.Sri.

“Sebetulnya ada yang ingin kusampaikan padamu, mau kan kau mendengarkan ?” sahutku membuka percakapan.

“Oh ya, dengan senang hati,” ucap dr. Sri setelah menghabiskan minumannya.

“Bagaimana pendapatmu mengenai dr. Pram ?” tanyaku to the point

“Orangnya baik dan ramah,” sahutnya singkat.

“Bagaimana aku harus bersikap, sementara dia terus membayang-bayangiku. Aku tak enak hati dengan istrinya yang begitu cemburu padaku. Padahal aku sudah berupaya untuk menghindarinya, tapi ada saja momen tak terduga mempertemukan kami. Seolah aku sengaja bertemu dengannya. Ini yang membuat istrinya marah dan cemburu, hingga tak jarang dia mengirim pesan di WA dengan kalimat yang keji. Bahkan sampai berani menggunakan HP suaminya untuk mengancamku,” ucapku panjang lebar.

Dokter Sri yang mendengar penuturanku terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia mulai mencerna setiap kalimat yang keluar dari mulutku. Aku hanya berharap dia menemukan solusi untuk mengatasi masalahku ini. Terus terang, di masa tuaku ini aku ingin sekali hidup aman tentram dan damai tidak ada yang mengganggu pikiranku. Namun, kenyataannya ketika aku datang ke kota ini bukan kedamaian yang aku dapatkan malah sebaliknya. Jika tidak ingat karena tugas yang kuemban di sini, aku ingin pergi jauh dari kota yang dulu pernah menyimpan kenangan manis dan pahit ini.

Setelah mendengar cukup lama penuturanku ini, akhirnya dr. Sri bisa memberikan advis buatku. Sekarang aku bisa tersenyum manis saat sejawatku ini memberi solusi atas permasalahanku. Kadang aku menertawakan diri sendiri, manakala aku sebagai psikolog yang biasa menangani masalah orang lain dengan baik tapi masalahku sendiri sepertinya tak bisa kupecahkan.

Setelah usai menikmati makan siang dan curhat padanya, aku mengajaknya pulang. Aku berjalan sambil sesekali bercanda dengannya, hingga tak sengaja aku melihat sosok perempuan yang sedang tertawa renyah sambil menikmati makanan di mejanya. Aku agak penasaran hingga langkahku terhenti.

“Ada apa kok berhenti ?” tanya dr.Sri

“Sebentar… sepertinya aku kenal dengan wanita itu,” sahutku

“Yang mana ? Tanya dr.Sri

“Itu yang memakai baju merah. Sepertinya dia Mirna istrinya Pram. Lalu siapa pria yang duduk di depannya ,” kataku sambil berkerut.

“Sudahlah ayo jalan,” sahut dr.Sri singkat

Aku segera berjalan dengan tergesa dan menunduk, berharap Mirna tidak mengenaliku ketika aku lewat depan mejanya.

“Heii…. tunggu, Maria!” sahut Mirna mengagetkanku.

Aku terpaksa menghentikan langkahku setelah dia memanggilku cukup keras.

Bersambung.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen cerpennya, Bunda. Salam literasi

31 Dec
Balas

Cerpen yg penuh muatan lokal. Garang asem....kusuka..

31 Dec
Balas

Saya pilih garang aseeem

31 Dec
Balas

Mantap Bu Ceritanya

31 Dec
Balas



search

New Post