Min Hermina, SMPN 1 Cikampek-Krwg

Min Hermina, M.Pd. Saat ini mengajar di SMPN 1 Cikampek Kabupaten Karawang Jawa Barat...

Selengkapnya
Navigasi Web
CINTA MARIA (39)

CINTA MARIA (39)

#TantanganGurusiana

#Hari ke-344

Rabu , 6 Januari 2021

Dokter Pram kembali menarik napas panjang sebelum dia mengatakan tentang hasil pemeriksaan penyakitku. Sepertinya dia sangat berat untuk mengungkapkannya. Aku hanya bisa tertunduk ketika harus duduk dihadapannya. Rasanya hati ini sudah pasrah dengan apa yang akan dikatakannya. Namun, dibalik kepasrahan itu ada juga terselip rasa khawatir mendera diri ini. Aku hanya bisa berdoa memohon kekuatan pada Tuhan untuk selalu menyertaiku. Akhirnya, dokter Pram angkat bicara juga setelah suasana hening menyelimuti ruang hatinya.

“Maria, setelah melihat hasil pemeriksaan laboratorium menyatakan bahwa kamu menderita leukemia stadium 3 dan sekarang sudah menjalar ke syaraf otakmu. Dan itu sangat berbahaya bagi keselamatan nyawamu,” jelasnya tenang namun sangat menusuk jantungku.

Bagai petir di siang bolong seolah menyambar kepalaku setelah mendengar vonisnya. Tak pernah terpikirkan bahkan membayangkanpun tidak dalam pikiranku akan menderita penyakit yang sangat berpotensi dan berujung kematian. Meski aku percaya bahwa umur ada di tangan Tuhan, tapi tetap saja hati ini menjadi gelisah tak menentu. Meski aku seorang Psikolog yang terbiasa memberi advis untuk menenangkan jiwa seseorang, tapi kini harus terpuruk menerima vonis yang begitu berat ini. Tak pernah terpikirkan sekalipun dalam benakku bahwa seorang Psikolog seperti diriku akan menderita penyakit mematikan bernama leukemia atau kanker darah.

Tuhan, aku masih tetap ingin hidup. Aku belum begitu banyak memberi kebaikan pada setiap orang. Ibadahku belumlah cukup untuk bertemu dengan-Mu. Kini lidahku terasa kelu, tak satupun kata yang dapat kuucapkan. Aku divonis menderita kanker darah dan kanker itu sudah menjalar ke seluruh tubuhku laksana sepasukan tentara perang yang siap melepaskan peluru beracun ke jantungku. Hidupku mungkin akan berakhir karena penyakit ini.

Tak terasa butir bening mengalir membasahi pipiku. Aku sangat sedih, hatiku hancur berkeping-keping. Aku tak berdaya menerima semua ini.

“Maria, harus kamu ketahui. Kemungkinan untuk bisa sembuh dari penyakit ini sangat kecil. Namun, kamu masih bisa hidup bergaul dengan rekan sejawatmu atau orang-orang yang ada di sekelilingmu. Hidup secara normal seperti biasa, tapi itu hanya bertahan beberapa bulan. Paling lama sepuluh bulan kedepan, itupun jika pertahanan tubuhmu kuat. Jika tidak….kamu mungkin bisa membayangkan kemungkinan terburuk,” jelas dr. Pram yang semakin mengguncang dadaku.

Aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Lidahku terasa semakin kelu, manakala harapanku untuk bertahan hidup semakin tipis meski itu ada. Kembali aku hanya bisa memohon pada-Mu Tuhan menyerahkan semua ini, karena sesungguhnya aku ini makhluk yang lemah di hadapan-Mu. Tolong kuatkan hatiku untuk mampu menjalani sisa hidupku dengan apa yang aku punya sehingga aku bisa bermanfaat bagi sesamaku.

Setelah itu kami hanya bisa terdiam. Segala rasa bercampur jadi satu, keheningan menyapa. Hanya terdengar sesekali isak tangisku memecah kesunyian. Dokter Pram memberiku beberapa lembar tisu untuk menghapus air mataku yang jatuh tak terbendung.

Akhirnya, aku berjalan dengan sisa tenaga yang kupunya untuk segera meninggalkan ruang dr.Pram yang penuh kebisuan. Rasanya hatiku benar-benar hancur setelah mendengar semua ini. Meski aku terus dikuatkan oleh nasihatnya, tapi tetap saja diri ini masih belum bisa menerima kenyataan.

Tiga puluh menit kemudian sampailah aku di panti dan langsung mencari sahabatku dr.Sri. Dialah satu-satunya tempatku mencurahkan segala isi hati ini. Setelah mendengar semua penuturanku, dia langsung memelukku sangat erat dan memberi kata nasihat yang menguatkanku. Dia berjanji akan selalu berada di sampingku manakala aku membutuhkan pertolongannya.

Hari berganti, aku menjalani roda kehidupanku seperti biasa. Kebiasaanku tak banyak berubah, tetap memberi ruang konsultasi bagi para lansia yang mengalami permasalahan secara psikis. Aku tetap tersenyum pada siapapun yang kujumpai dan aku mencoba menyusun langkahku untuk mengejar matahari meski aku tahu mungkin sang mentari tak kan terbit lagi untukku esok hari.

Bersambung.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semoga Maria segera sembuh ....salam literasi bunda

06 Jan
Balas

Terima kasih Bu Tetty sudah berkunjung

06 Jan

Ikut sedih Bu. Semoga ada keajaiban. Sukses selalu.

06 Jan
Balas

Duh, Maria. Semoga kuat dan terus bertahan. Bagian cerita yang membuatku sedih, Bund.

06 Jan
Balas

Kasiah maria, sakit yg tak disangka ya..

06 Jan
Balas

Ya ampun Maria... Duhh

06 Jan
Balas

Sy juga ikut sedih

06 Jan



search

New Post