RATIH YANG TERTATIH (bag 2)
#TantanganGurusiana
#Hari ke-214
Sabtu, 29 Agustus 2020
Aku harus menerima semua kenyataan ini, menjadi anak semampai alias semeter tak sampai. Awalnya aku merasa risih ketika sebagian mata tertuju padaku dengan tatapan aneh tatkala melihat tubuhku yang kerdil ini. Apa mereka kira aku ini makhluk asing yang datang dari planet luar angkasa ? Terkadang ada rasa sesak di dada ini ketika melihat semua itu. Sepertinya mereka tidak merasakan penderitaanku secara lahir batin. Coba bagaimana rasanya jika mereka sepertiku, bertukar peran. Oh alangkah indah dunia ini ketika melihat tubuhku bertukar menjadi tinggi semampai. Kulitku putih mulus dengan wajah cantik bak bidadari yang baru turun dari khayangan. Ahh….aku hanya bisa mengkhayal dan bermimpi.
Aku tak boleh larut meratapi nasib diri ini. Garis tangan yang tak seberuntung teman-temanku. Aku siap menerima takdir Ilahi dengan menjalankan semua kewajibanku sebagai anak yang berbakti pada orang tua. Belajar dengan baik agar aku dapat meraih cita-cita menjadi guru taman kanak-kanak.
Orangtuaku mengandalkan gerobak mie goreng sebagai mata pencaharian. Tiap malam ayah dan ibuku berjualan di pinggir jalan, menanti datangnya pembeli mie goreng. Aku kerap membantu pekerjaan mereka, setelah pulang sekolah di sore hari aku menggoreng kerupuk. Meski dengan penuh keterbatasan, karena ukuran penggorengan yang tidak proporsional dengan tubuhku. Penggorengan dan susuknya serta ukuran kompor yang bagiku terlampau besar untuk tubuh kerdil ini, kadang membuatku kewalahan.
Jam 5 sore adalah jadwalku mengantarkan kerupuk yang sudah digoreng ke lapak gerobak mie. Setelah itu, aku harus membereskan rumah, menyapu halaman dan mencuci piring. Kedua adikku yang masih kecil ikut orang tuaku berjualan di lapak. Setelah semua pekerjaan di rumah beres, aku segera kembali menuju lapak untuk bertugas mencuci piring bekas makan para pembeli. Kuambil piring dan gelas satu persatu, lalu kucuci di ember kemudian kusimpan di rak kecil. Setelah semua beres, aku mengasuh kedua adikku yang kerap bermain sampai ke depan tenda jualan. Aku khawatir mereka tersenggol motor karena banyak kendaraan lewat.
Jam delapan malam biasanya mereka tertidur di lapak. Hanya dengan alas kain dan bantal tipis, terlihat mereka lelap tidur. Kukipasi dengan hihid atau kipas tangan yang terbuat dari bambu agar mereka tidak kegerahan dan terhindar dari gigitan nyamuk nakal.
Bagaimana kisah ratih selanjutnya ? Ikuti esok hari.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
aya hihid alias kipas akhirnya bisa membuat cerpen
Justru krn ga ada ide jd ngelantur gini ha. ..ha, hihid segala dibawa
oke bunda, akan ditunggu kelanjutannya, salam sukses selalu
Terima kasih bu Habibah