RATIH YANG TERTATIH (Bag 3)
#TantanganGurusiana
#Hari ke-215
Minggu, 30 Agustus 2020
Setelah menjaga kedua adikku dalam lelap tidurnya di lapak mie goreng, aku kembali bergegas membantu kedua orang tuaku. Di lapak ini aku membereskan barang-barang untuk dimasukkan kedalam gerobak karena jam sudah menunjukkan angka 9. Itu berarti tinggal satu jam lagi kami menunggu pelanggan datang untuk membeli mie goreng.
Namun, cuaca malam ini sungguh tidak bersahabat. Sedari pukul 19.00 hujan tiada henti mengguyur lapak hingga tenda yang menutupi gerobak hampir ambruk. Kulihat ayahku sesekali melemparkan pandangannya ke luar, berharap ada pembeli mampir untuk menikmati mie goreng buatannya. Apa daya, sudah hampir jam sepuluh malam pembeli hanya bisa dihitung dengan jari. Ibuku membuka laci tempat menyimpan uang, terlihat hanya beberapa lembar uang sepuluh ribu.
Hingga pukul sebelas malam hujan baru berhenti. Itu artinya kami harus bersiap kembali ke rumah. Ayahku memasukkan beberapa peralatan yang bisa dibawa pulang ke gerobak dan siap mendorongnya hingga sampai rumah yang jaraknya lumayan jauh. Sedangkan ibuku menggendong adikku yang besar dan aku membawa adik bungsu dengan menggunakan pangais (kain untuk menggendong). Dengan terengah aku berjalan menyusuri jalanan kecil becek yang berlubang. Belum lagi kakiku yang hanya memakai sandal jepit kadang sakit terantuk batu karena karetnya yang sudah menipis.
Akhirnya kami sampai di rumah dengan badan yang agak basah karena masih gerimis. Kuletakkan adikku di kasur kapuk yang sudah usang dan tipis. Nampak ia sedikit menggeliat dan rewel karena terganggu tidurnya. Aku tepuk-tepuk agar ia tidur kembali. Setelah terlelap, aku pergi ke dapur untuk mencuci kaki dan membersihkan badan. Melewati ruang tengah, kulihat kakak lelakiku sudah tidur pulas dengan hanya beralaskan tikar. Aku hanya bisa menggeleng dan memandangnya, karena ia sama sekali tidak mau membantu kedua orang tuaku berjualan mie goreng. Ia selalu menolak dengan alasan malu jika ada teman sekolahnya di SMK mampir membeli mie goreng. Ardi betul-betul tidak mau tahu kesulitan keuangan yang dihadapi keluarga. Kerjanya hanya makan, main ke rumah temannya lalu pulang untuk makan dan tidur.
Aku hanya bisa mengelus dada melihat tingkah laku kakakku yang seharusnya ikut bekerja membantu orang tua. Apalagi dia anak pertama dan seorang lelaki, kupikir seharusnya dia juga bertanggungjawab terhadap keluarga. Minimal membantu dalam bentuk tenaga mendorong gerobak mie goreng ke lapak.
Bagaimana kisah Ratih selanjutnya ? Ikuti besok ya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Ratih yang tegar dan kuat, semoga nasib ratih nanti lebih baik ya
Ya, semoga cita2nya jadi guru TK berhasil
Cerita baru ..haru nih..ketinggalan aku...lanjuut miissss
Miss Min ini keren lho.. kita baca norolong ngikutin alur tanpa mengernyitkan dahi... Lanjuuuuut
Sy ga bisa bikin cerpen, ini hanya monolog saja. Terdesak waktu, ide mampet