Mini (M.M. Sri Sumarni)

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Membalut Luka di Hati Dara
dokumen pribadi dengan aplikasi picsart

Membalut Luka di Hati Dara

Part 3

Tagur 365/ hari ke-23

Setelah mencium tangan Paman dan Buliknya, Dara melangkah menuju garasi. Ia tertegun melihat ban motor yang akan dikendarainya kempes. Diliriknya jam tangannya.

“Aduuhh, sudah siang, bisa terlambat kalau naik angkutan umum,” keluhnya.

“Ada apa, Ra, kok belum berangkat?”

“Ban motor kempes, Bulik.”

“Bareng Pamanmu aja, kan bisa dilewatkan kampusmu setelah mengantar adik-adikmu.”

“Iya, Ra, daripada kamu terlambat,” sambung Paman.

Dara menganggukkan kepala dan bergegas naik ke mobil.

Dara sampai kampus pukul 6.45 masih ada waktu 15 menit untuk berjalan memasuki area kampus menuju kelasnya.

“Tumben, Ra, kamu datang siang,” kata Lian.

“Ban motorku kempes.”

“Terus kamu berangkat naik angkutan umum?”

“Bareng Pamanku, tetapi harus mengantar adik-adik ke sekolah terlebih dahulu.”

Percakapan terhenti setelah kedatangan dosen pengajar.

Matahari terasa terik membakar kulit. Kuliah terakhir telah usai. Dara berjalan menuju pintu gerbang.

“Tiiiiiiiin”

Bunyi klakson mengagetkan Dara.

“Dara, ayo ikut. Kita searah,” teriak Lian sambil membuka kaca mobil.

Dara memandang Lian dengan ragu.

“Ayo ikut, malah bengong.”

Akhirnya Dara mengangguk dan membuka pintu mobil. Ia duduk diam di jok belakang.

“O..ya kenalkan ini kakakku, Revan, semester 5.”

“Salam kenal, terima kasih telah memberi tumpangan”

“Sama-sama. Rumahmu di jalan apa?” jawab Revan.

“Saya turun di perempatan saja, tidak usah sampai rumah.”

“Sekalian aja Ra, biar aku juga tahu rumahmu,” sambung Lian.

Dara pun tidak dapat menolak, ia menyebutkan alamat rumahnya.

Mobil berhenti tepat di depan pagar rumah yang bercat coklat muda. Tampak Bulik Ari sedang menyapu halaman. Dara turun dari mobil.

“Terima kasih, Lian, Kak Revan.”

“Temannya tidak disuruh masuk, Ra?” tanya Bulik.

“Terima kasih Tante. Lain kali kami main,” jawab Lian.

“Terima kasih telah mengantar Dara, ya.”

“Sama-sama, Tante. Kami pamit, langsung pulang.”

Mobil langsung melaju kembali.

“Keduanya temanmu sekelas, Ra?” tanya Bulik.

“Nggak, Bulik. Lian temanku sekelas. Revan kakaknya, ia semester 5,” jawab Dara.

“Revan ganteng ya,” goda Buliknya.

Dara diam tanpa ekspresi. Ia terus berjalan masuk rumah. Bulik Ari memandangi punggung Dara yang kian menjauh. Terbersit kekhawatiran dalam hatinya. Buru-buru ia tepis pikiran yang mulai meracuninya.

Bersambung….

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post