Mini (M.M. Sri Sumarni)

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Membalut Luka di Hati Dara
Dokumen pribadi dengan aplikasi picsart

Membalut Luka di Hati Dara

Part 11

Mobil melaju menuju ke gedung bioskop.

Setelah membeli popcorn, mereka bertiga masuk gedung bioskop. Revan duduk disamping Dara.

Tatapan mata mereka terlena dengan alur cerita di layar lebar. Tidak sengaja tangan Revan dan Dara bersenggolan. Ada desiran aneh terasa menyusup di relung hatinya. Terasa bunga bermekaran di hatinya. Tiba-tiba Dara terhenyak, seperti ada perasaan aneh menguasainya. Secepat kilat ditepisnya tangan Revan hingga terlempar ke dada Revan.

"Ada apa, Ra?"

"Maaaaaf, tidak sengaja."

Wajah Dara memerah, ada rasa malu dan ada rasa takut. Kegelisahan kian menderaanya. Dipandanginya jemari tangannya. Rasa penasaran menyeruak memenuhi pikirannya. Beribu tanya silih berganti, timbul tenggelam dalam pikirannya. Ia tidak mengerti, mengapa tangannya secara refleks menepis tangan Revan.

***

Setelah Revan dan Lian mengantar Dara, mereka langsung pulang.

Dara langsung masuk kamar. Dara merebahkan badannya di kasur. Angannya kembali melayang saat tangannya bersentuhan dengan tangan Revan. Ia tidak mengerti mengapa muncul perasaan aneh yang seakan-akan melawan di hatinya. Ada perasaan yang tumpang tindih menyiksanya. Satu sisi hatinya berbunga-bunga tiba-tiba terhempas dengan munculnya rasa aneh yang mencabik-cabik kenyamanan hatinya. Dara membolak-balikkan badannya. Mengapa muncul dua sisi yang yang bertolak belakang yang menyiksanya. Tanda tanya menggaung di hatinya belum terjawab.

Hati Dara kian gelisah. Ia ingin tidur barang sejenak melupakan kegelisahannya tetapi matanya pun enggan terpejam barang sedetik pun. Hatinya didera rasa penasaran.

“Mengapa aku tidak bisa menguasai diriku sendiri? Apa yang terjadi dengan diriku?” keluh Dara dalam hati.

Dara semakin merasa asing dengan dirinya. Satu misteri belum terjawab kini muncul misteri lainnya. Satu masalah yang selalu menderanya yaitu hampir setiap tengah malam selalu terbangun dengan amarah yang tidak jelas, kini muncul reaksi tubuh yang tak terkendali. Dua perasaan muncul sekaligus dan saling berbenturan. Saat tangan Revan tidak sengaja menyentuhnya hati Dara terasa berdesir. Ada sensasi yang menyeruak di hatinya dan melambungkan rasanya ke angkasa. Tiba-tiba rasa itu terhembas dan berganti dengan rasa takut yang mendera. Hingga tanpa sadar tangan Dara dengan refleks menepis tangan Revan.

Dara bangun dari kasurnya dan duduk di tepi ranjang.

“Apakah aku perlu pulang ke rumah yang sudah kutinggalkan 15 tahun lalu?”bisiknya.

“Dara, makan malam sudah siap, turun makan!” panggil Bulik.

Dara dikejutkan suara Buliknya yang memanggilnya, dilihatnya jam dinding di kamarnya. Jam dinding menunjukan pukul 19.00.

“Ya Bulik, saya mandi dulu. Silakan makan duluan.”

Ketika Dara turun ke ruang makan, semua keluarga masih lengkap.

“Filmnya bagus Ra?” tanya Paman.

“Lumayan Paman.”

“O..ya Paman, Bulik…mulai besok selama tiga hari tidak ada kuliah, saya mau minta ijin nengok rumah di Jatisari.”

Wajah Bulik dan Paman tampak kaget dan terheran-heran. Tatapan mata Bulik dan Paman saling berpandangan menyiratkan kekhawatiran. Selama 15 tahun, sejak pindah ke rumah ini, Dara tidak pernah membicarakan tentang hal-hal yang berhubungan dengan Jatisari, rumahnya, keluarganya ataupun teman-teman masa kecilnya. Seakan-akan Jatisari terkubur dengan masa lalunya. Mereka sangat kaget ketika Dara mengutarakan keinginannya untuk pulang ke rumahnya. Selama 15 tahun, dengan susah payah, mereka mengalihkan ingatan Dara akan masa lalunya.

“Kok tiba-tiba ingin nengok rumah Jatisari, ada apa, Ra?” tanya Paman.

“Nggak ada apa-apa Paman. Pingin aja, sekalian pingin nyekar ke makam Ibu.” jawab Dara. Ia tidak mungkin menceritakan keinginannya yang sebenarnya. Dara tidak ingin membuat Paman dan Buliknya khawatir.

“Bertahun-tahun tidak ada yang urus, tentu kotor banget dan rusak. Kamu mau tidur di mana?” tanya Bulik.

“Gampang Bulik, bisa cari hotel terdekat kalau tidak ada ya di kota kabupaten.”

“Berani sendiri, Ra? Atau biar diantar Bulikmu?”

“Tidak usah, Paman. Dara berani sendiri, kok.”

Mereka melanjutkan makan sambil terdiam. Masing-masing larut dengan pikiran masing-masing.

Bersambung....

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Apa yang akan terjadi dengan Rara kemudian? Sukses selalu buat Ibu Mini

23 Jun
Balas

Terima kasih Pak Bambang. Sukses juga.

23 Jun

Terima kasih Pak Bambang. Sukses juga.

23 Jun

Cerpen yang keren

23 Jun
Balas

Terima kasih Bun. Salam literasi.

23 Jun

Mengapa Dara tiba2 ingin nyekar makam ibunya. Keren Bund Marni kisahnya. Sukses sll

29 Jun
Balas

Terima kasih Bun. Sukses juga untuk Bunda.

02 Jul

Terima kasih Bun. Sukses juga untuk Bunda.

02 Jul

mantap keren cadas... cerita keren menewen...salam literasi sehat sukses selalu bunda MiniSriS bersama keluarga tercinta

03 Jul
Balas

Terima kasih Pak Sugiharto. Salam kenal, salam literasi.

11 Jul

Apik konflike.

12 Oct
Balas



search

New Post