MIRA ALNOFRITA

Lahir di Bukittinggi pada tanggal 8 November 1978, sejak pertengahan 2022 bertugas di SMPN 26 Padang. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Sepeda Motor Anak Bapak

Sepeda Motor Anak Bapak

Pada awal 2008 hingga pertengahan 2022, saya bertugas menjadi guru Bahasa Indonesia di SMPN 16 Solok Selatan, Sumatera Barat (Sumbar). Sebuah sekolah yang asri dan sederhana, terletak di antara permukiman penduduk yang sebagian besar berprofesi sebagai petani dan penambang emas liar.

SMPN 16 Solok Selatan tepatnya berada di Nagari Ranah Pantai Cermin, Kecamatan Sangir Batang Hari, Solok Selatan. Selain menjadi bagian dan menyimpan sejarah pemberontakan PRRI di masa awal kemerdekan Indonesia, kawasan Ranah Pantai Cermin dan sekitarnya juga dikenal sebagai daerah yang kaya akan potensi tambang emas. Anak Sungai Batang Hari yang membelah kawasan itu hingga ke Dharmasraya merupakan aliran yang menghidupi ratusan penambang emas skala kecil selama puluhan tahun.

Selama hampir 15 tahun bertugas di daerah itu, saya merasakan betul bagaimana perkembangan infrastruktur pembangunan dan perkembangan teknologi memengaruhi perkembangan anak-anak sekaligus siswa saya. Hingga pada suatu saat, jalan koral digantikan aspal mulus, ditambah dengan dibangunnya sebuah menara BTS (Base Tranceiver Station). Lengkap sudah kebahagiaan orang-orang di desa ini. Tidak ada lagi kata “ketinggalan”, semua bisa didapatkan asalkan mereka rela mengeluarkan uang untuk membeli HP, pulsa atau lainnya. Sedikit demi sedikit mereka mulai terpapar tayangan di layar HP. Siswa saya, yang masih berumur 13 sampai 15 tahun pun tidak luput dari paparan itu. Mereka mulai cosplay menjadi artis, preman, anak nakal, dan pembalap.

Nah, hari itu si pembalap dibelikan bapaknya sebuah sepeda motor Suzuki Satria FU. Tidak sampai satu minggu dia berhasil mengendalikan motor itu. Digeber ke sana, digeber ke sini. Saya yang tinggal di pinggir jalan kerap menyaksikan dia menghabiskan berliter-liter bensin agar motor itu meraung setiap pulang sekolah dari siang hingga petang. Setiap sepeda motornya lewat, saya pura-pura menyeberang jalan, tapi tahukah Anda? Dia tidak peduli, setelah satu kali terkejut dengan kehadiran saya. Saya seperti tidak dianggap sebagai gurunya. Hingga ke sekolah pun dia lakukan hal yang sama yaitu menggeber gas sepeda motor sambil mengangkat roda depan di halaman depan kantor guru. Sebuah tindakan yang mengganggu ketenangan sekaligus membahayakan saya dan guru-guru lain.

Akhirnya, saya sepakat dengan rekan guru menemui bapaknya dan meminta untuk membatasi anaknya mengendarai sepeda motor. Jika Bapaknya tidak mampu melakukannya, terpaksa saya beri sanksi anaknya untuk belajar dulu di rumah. Ternyata, kemajuan teknologi tidak hanya berdampak positif, namun juga mengubah respek menjadi hilangnya rasa hormat.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semangat ibu guru cantik

11 Mar
Balas

Terima kasih support dari Bu Susi

12 Mar
Balas



search

New Post