mira malyati

Mira Malyati anak kedua dari tiga bersaudara lahir di Cianjur, 26 nov 1982. Mengajar di SDN. Karangpakuan Sukaresmi-Cianjur. Dari kecil suka menulis di buku di...

Selengkapnya
Navigasi Web
HAFIDZA SI PUTRI ALMOND

HAFIDZA SI PUTRI ALMOND

      Jantung Marina tiba-tiba berdetak kencang, saat tiba di IGD rumah sakit Hermina Sukabumi. Lalu lalang orang-orang memadati ruangan yang terasa sempit. 

       "Bu, siapa yang sakit". Tanya seorang perawat.

     "Ini anak saya dari kemarin mencret-mencret Pa". Jawab Marina agak terkejut dengan pertanyaan perawat dari belakang. Tidak lama  Fauzi datang tergopoh-gopoh menghampiri Marina yang tampak pucat grogi. 

      Para perawat menyuruh Marina menidurkan bayi yang sedang nikmat terlelap dipangkuannya, ke kasur blankar IGD. Suasana semakin mencekam ketika para perawat berkerumun melihat keadaan bayi mungil itu. Serasa mimpi, bayi yang baru dua bulan berada dalam kehangatan selimbut bulu di kasur kelambunya. KIni Marina dan Fauzi hanya bisa diam terpaku melihat bayinya diberi tindakan, diinfus sana sini agar bisa masuk cairan. Belum lagi selang oksigen yang terpasang di hidungnya. Jerit tangis sang bayi membuat pasangan itu tak mampu membendung perasaan. 

      "Kita ini banyak dosa Pa sehingga Allah memberikan teguran ini untuk kita, kasian Hafizda kesakitan seperti itu". Tiba-tiba perkataan Marina membuat Fauzi merasa tersentak.

      Tak ada kata, Fauzi hanya bisa diam menatap bayi Hafidza yang tidur gelisah karena selang oksigen yang terpasang dihidungnya. Baru kali ini Marina melihat Fauzi menangis, dulu waktu Alisya putri ketiga mereka diinkubator pun Fauzi terlihat tegar dan kuat. Entahlah bayi keempat ini begitu istimewa untuk mereka, terutama untuk Fauzi. Perasaan Fauzi begitu mendalam untuk bayi Hafidza, mungkin Fauzi menyukai rambut Hafidza yang tampak akan lurus nantinya. Berbeda dengan ketiga kakaknya yang berambut ikal bergelombang. Fauzi sudah membayangkan melihat Hafidza berambut lurus bisa dikepang dua, pasti cantiknya... Meski Fauzi tampak keras tapi sebetulnya hatinya lembut juga. 

      "Maaf Pa, Bu, bayi Hafidza mau dipasang selang dari mulut ke lambungnya." Kata perawat menghampiri.

      "Lho, kenapa dipasang selang, bayi saya masih bisa minum susu. Bagus malah minumnya, bukannya yang dipasang selang itu yang sudah tidak bisa makan dan minum? Bayi saya baik-baik saja ko". Kata Fauzi tegas.

      "Maaf Pa, kata dokter bayinya harus dipasang selang karena sesak. Bapak bisa berunding dulu siap atau tidaknya, kalaupun tidak siap harus tandatangan sebagai tanda menolak tindakan dari dokter." Kata perawat memberi ruang untuk berunding.

       Fauzi yang keras, Fauzi yang gagah, Fauzi yang tidak pernah dikalahkan, tiba-tiba lemah lemas tak berdaya. Matanya kosong menatap Hafidza kemudian pada Marina yang tak berhenti bercucuran air mata. Kedua perempuan dihadapannya seolah meminta ketegasan dan keputusan darinya. Hati Fauzi tidak pernah merasa sehancur ini. Fauzi yang seorang supervisor sebuah pabrik di Sukabumi, dengan ketegasannya sanggup mengatasi karyawan-karyawan yang ngeyel yang bgini bgitu. Bak seorang presiden Fauzi disegani dan sepertinya ditakuti.

      "Pa, kenapa bayi saya harus dipasang selang?" Fauzi mencoba berdamai dengan perawat dan bertanya.

      "Bayi Bapak kan sesak ya Pa, jadi selang itu untuk membantu memasukan susu langsung ke lambung. Kalau lagi sesak, jangan minum dari dot. takutnya susu ada yang masuk ke paru-paru begitu Pa". Penjelasan perawat panjang lebar.

      Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya Fauzi mengijinkan perawat memasang selang. Penuh drama dan emosi jiwa Fauzi dan Marina harus melihat Hafidza kesakitan dan ketidaknyamanan karena selang yang harus terpasang.

     "Kalau bukan pengobatan, sudah saya amuk ruang IGD ini. Saya cabut semua selang yang menyakiti Hafidza." Fauzi yang aslinya tidak bisa menahan marah hanya menggerutu dalam hati. 

     Hampir sepuluh jam Marina dan Fauzi berada di ruang IGD, menunggu ruang picu yang kosong agar Hafidza bisa dirawat dengan intensif. Ya entah kenapa ruang picu begitu penuh hari itu. Jabatan sebagai supervisor pun rasanya tidak berarti kalau ruangan yang dituju penuh, tidak semua bisa dibeli dengan uang. Sambil terkantuk-kantuk dan mencoba menerima keadaan,  Marina mengusap-usap rambut Hafidza yang sedang tidur karena kecapean. Terlihat Fauzi mencoba menghubungi semua rumah sakit, mencari ruang picu yang kosong. Mungkin Allah ingin memperlihatkan sesuatu pada Fauzi dan Marina sehingga ruang picu dibiarkan penuh. Entahlah..

      bersambung

 

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wow keren bisa jadi buku cerpen nih, ayo lanjutkan

31 May
Balas

Terimakasih Bu, baru belajar...

01 Jun

Ingin segera baca kelanjutannya

01 Jun
Balas

Hehe... Lagi nyari dulu inspirasi Bu...

01 Jun

Hehe... Lagi nyari dulu inspirasi Bu...

01 Jun

Ditunggu sambungannya

31 May
Balas

Ibuuu kisahnyaaa kerenn bikin kelanjutannya ayoooo

03 Jun
Balas

Ibuuu kisahnyaaa kerenn bikin kelanjutannya ayoooo

03 Jun
Balas

Ibuuu kisahnyaaa kerenn bikin kelanjutannya ayoooo

03 Jun
Balas

Ibuuu kisahnyaaa kerenn bikin kelanjutannya ayoooo

03 Jun
Balas

Ibuuu kisahnyaaa kerenn bikin kelanjutannya ayoooo

03 Jun
Balas

Ibuuu kisahnyaaa kerenn bikin kelanjutannya ayoooo

03 Jun
Balas

Siap...

16 Jun

Iya... Bu... Malu masih belajar..

01 Jun
Balas



search

New Post