Petaka Malam Berdarah
"Praaaannnggg"
Dentingan piring yang melayang ke dinding, serpihan kaca bertebaran di lantai, menambah kacaunya suasana rumah malam ini.
Isak tangis ibu dibalik pintu dapur, mengiris relung hati, sedih bercampur takut, menyelimuti jiwaku, yang menyaksikan pertengkaran hebat kedua orang tuaku.
Makan malam yang seharusnya menyenangkan dan penuh kebahagian malah berakhir dengan perang amukan ayahku. Perseteruan ayah dan ibu semenjak kemaren, mencapai puncaknya malam ini.
Aku dan kedua adikku yang belum sempat menyuap nasi terpaksa berlari ke kamar, setelah mendengar bentakan keras dari ayah kepada ibu.
"Dasar, perempuan tak berguna, apa mau mu, apa kau pikir aku akan tunduk dengan semua omong kosong mu itu ?"
Ayah masih belum reda amarahnya, walupun kakinya sudah mengeluarkan darah akibat menendang piring yang terletak di lantai.
"Apa kau kata? Kau suami yang tak tau tanggung jawab, kau biarkan aku mencari biaya hidup untuk makan anak-anak, sementara kau pergi makan ke rumah orang tuamu, apa kau masih punya perasaan untuk memarahiku?"
Ibupun sepertinya tak bisa lagi menahan segala yang tersimpan dalam hatinya, ibu sudah pasrah apaun yang akan terjadi akan dilaluinya.
Mendengar kata-kata ibu yang mengatakan ayah tak bertanggung jawab, membuat emosi ayah semkain memuncak, dengan langkah tergesa meninggalkan jejak darah di lantai, ayah pergi mendekati ibu. Aku mengintip dari balik pintu kamar yang tak semuanya tertutup.
"Aaahhhhh"
Pekikan ibu terdengar semakin kuat, aku berlari ke tempat ibu, ku lihat dahi ibu sudah berdarah, luka mengaga di dahi yang cukup besar, aku pegang kaki ayah yang masih memegang kepala ibu.
"Ayah.. lepaskan ibuuuu, lepaskan ibuu.." raunganku tak kalah keras dari tangisan ibu.
Entah setan apa yang merasuki ayah, dengan sekuat tenaganya di mendepakkan kakinya, sehingga akupun terpelanting ke dinding, ibu yang melihat aku tersungkur berlari mendekapku yang masih menangis dan merasakan sakit di sekujur badanku, darah masih menetes di dahi ibu dan jatuh ke wajah ku.
Tak berapa lama ku dengar hempasan pintu kamar yang tertutup rapat, ternyata ayah masuk ke kamarnya.
Adik-adikku yang tadinya di kamar sekarang sudah berada di dekatku dan ibu, mereka juga menangis. Semoga saja mereka tidak melihat kejadian yang menimpaku dan ibu.
Adikku yang nomor 2 mengambil kain yang terjemur dekat pintu dapur, dia mencoba membersihkan darah yang menempel di wajah ibu yang semakin pucat.
Dengan sedikt menegakkan badanku yang sangat sakit, kucoba meraih kain yang masih dipegang adikku, dan menutupkannya ke luka di dahi ibu.
"Dek, tolong ambilkan segelas air ya" pintaku kepada adikku itu, dengan bergegas dia pergi ke dapur dan dengan cepat kembali dengan segelas air putih, ku dorong gelas itu ke mulut ibu.
"Minumlah Bu" kataku membujuk ibu, walau sedikit meringis ibu meminum air itu hingga bersisa setengahnya. Akupun minum sisa air tersebut, banyak menangis membuat tenggorokanku kering.
Selang beberapa lama, mungkin hampir 1 jam kami hanya duduk di pojokan dapur, saling berpelukan berbagi kekuatan. Kulihat ibu mulai menggerakkan tangganya, melepaskan kain yang menempel di dahinya, darah sudah mulai berhenti, tampaklah belahan luka yang cukup panjang di pertengahan dahinya.
"Ibu, luka ibu cukup dalam dan panjang, sepertinya kita harus ke tempat Bu Bidan" kataku kepada ibu. Karena di tempatku Bu Bidan sudah seperti dokter umum yang tidak hanya membantu orang persalinan, tetapi membantu semua masyarakat yang sedang sakit.
Ibu hanya menganggukkan kepalanya, dan mencoba untuk berdiri di bantu oleh adikku, akupun mencoba untuk berdiri, tetapi tak bisa, semua tulangku serasa lepas dari badan, sangat sakit untuk bergerak. Ibupun kembali panik, menangis sejadi-jadinya melihat keadaanku.
"Adi, pergilah ke rumah Tante Aji, bilang padanya ibu butuh bantuan untuk ke tempat Bu Bidan"
"Ya, Bu" Adi, adik keduaku bergegas pergi, walaupun di luar rumah sudah gelap, karena hari sudah menunjukkan pukul 21.00 WIB.
Bersambung..
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Next
Next
Next
Terimakasih sudah ikut membaca Bu..Insyaallah segera lanjutannya..
keren bu, jadi merinding membacanya
Bagus ceritanya...
Terimakasih Bu, sudah membaca tulisan receh ini..
lanjut bu...
Terimakasih Bu, sudah berkenan mampir..Insyaallah di lanjutkan..
Terimakasih Bu, sudah berkenan mampir..Insyaallah di lanjutkan..