Kapan Terakhir Anda Membaca Koran?
Sejak saya bisa mengingat, yaitu sekitar usia empat tahun kami sudah berlangganan koran, hal itu berlanjut sampai saya kuliah. Kami berlangganan koran lokal, yang diantar loper dengan sepeda sekitar jam 8 pagi, jadi tidak subuh seperti yang terlihat di film-film.
Biasanya saya membaca koran sepulang sekolah, sering disambi dengan menyuap makan siang. Selain berlangganan koran, Ayah saya juga sering membeli tabloid secara eceran. Biasanya tabloid tentang olah raga, atau membelikan kami tabloid hiburan tentang televisi dan film. Yang jelas, saya dan keluarga membaca koran setiap hari.
Belum cukup dengan koran dan tabloid, sejak SD kami berlangganan majalah anak-anak, dan jumlahnya dua macam. Ibu juga berlangganan majalah wanita. Saat kami remaja majalah anak-anak berganti dengan majalah remaja. Kondisi itu membuat kami selalu membaca setiap hari. Membaca koran, tabloid, majalah, ditambah lagi buku yang dipinjam di perpustakaan.
Ayah saya meninggal saat saya kuliah semester tiga. Ibu terengah-engah membiayai kami, karena Ayah bukan pekerja yang memiliki pensiun. Langganan majalah dihentikan. Hanya tinggal koran yang masih dibaca setiap hari. Akhirnya kami juga berhenti berlangganan koran ketika saya kuliah semester delapan.
Kebutuhan akan informasi saya dapatkan saat membaca koran di perpustakaan daerah atau perpustakaan kampus. Sesekali bila ada uang lebih saya membeli tabloid. Rasanya saat itu, hidup kami hampa tanpa adanya loper yang mengantar koran ke rumah.
Lulus CPNS saya ditempatkan di desa kecil enam jam perjalanan dari rumah Ibu di ibukota propisi. Tidak ada koran disana. Karena sudah punya uang, saya berlangganan majalah yang terbit di Jakarta, sekali sebulan. Itu pun cuma saya satu-satunya guru yang berlangganan majalah di sekolah tersebut.
Dengan berjalannya waktu, saya kemudian mengabaikan rasa kehilangan informasi tanpa koran. Semua orang di sekitar saya juga demikian.
Kemudian saya pindah sekolah ke kecamatan lain, yang jaraknya lebih dekat tiga jam perjalanan ke ibu kota propinsi. Saya kemudian bisa membaca koran lagi ketika sekolah berlangganan koran. Tentu saja korannya sebelumnya sudah berpindah dari tangan guru satu ke yang lainnya.
Kemudian televisi swasta mengisi hari-hari, informasi yang didapat lebih beragam, saya makin jarang membaca koran. Sesekali saya ke perpustakaan sekolah bila jam kosong untuk membaca koran.
Bagaimana dengan saat ini? Jujur saja sejak tahun 2020 saya belum pernah membaca koran. Tayangan dari televisi dan internet sudah cukup memuaskan dahaga saya terhadap informasi.
Kita mendengar perusahaan media cetak satu persatu mengalami sakaratul maut kemudian tumbang. Beberapa media cetak beralih ke media on line. koran on line, majalah on line.
Dulu, saat kita menunggu di praktik dokter, di apotek, di kantor pemerintahan, tersedia koran untuk dibaca mengisi waktu. Saat ini pemandangan yang terlihat adalah orang-orang menekur pada gawainya dan menggeser layarnya dengan telunjuk masing-masing.
Jadi, sudah berapa lama Anda tidak membaca koran?
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Masih baca kalau di sekolah Bu, tapi terus terang daya tarik Android lebih kuat... hahaha
Ha..ha, Ibunya jujur. Makasih udah mampir ya bu.
Hahaha dahlan lama tidak Baca Koran. Nembaca pun klo ada berita penting di Radarnya. Itu pun posisi di sekolah
Syukurlah sekolah masih langganan koran ya . Terimakasih sudah berkunjung bu
Memang agak jarang Bu....
Lebih sering buka gawai ya bu