TANPA JUDUL (habis)

Perempuan yang dimaksud bu Suci dengan mama tersebut tersentak dari diamnya. Memandang anak bujangnya yang mulai remaja.

Entah apalah yang ada dipikirannya,

Perlahan ibu muda itu pindah duduk ke sisi kiri Rian. Dipegangannya tangan anaknya dipandanginya Rian yang tertunduk.

"Rian maafkan ibu nak" kembali air matanya beruraian.

"Sebenarnya ibu telah menabung untuk membeli sepatumu, tapi karena ayahmu sudah seminggu ini tidak bekerja, maka ibu simpan saja uang itu sebagai cadangan"

"Nanti setelah Rian dewasa Rian akan paham mengapa ibu memenuhi kebutuhan ayah"

Perlahan kulihat muka Rian terangkat memandangi ibunya. Tiba tiba tangisnya pecah lagi.

"Bu...ibu tidak membohongi akukan ?"

"Tidak Rian, besok hari Minggu kita ke toko sepatu mencari sepatu untuk Rian "

" Tapi Rian harus janji ke ibu untuk rajin sekolah"

Sungguh aku tidak menduga begitu mudahnya menaklukan hati Rian.

Kupandangi bu Suci yang tersenyum kepada Rian. Perlahan dia berkata

" Rian, ternyata mama tidak seperti yang Rian duga. Yakinlah nak, semua ibu pasti menyayangi anaknya. akan tetapi caranya yang berbeda- beda.

"Iya Bu, Rian sekarang jadi menyesal"

Colekan rekan kerjaku mengalihkan perhatianku dari Rian. Terasa mukaku bersemu merah karena dengan sengaja mengikuti cerita rian dan ibunya. Begitulah Rian seorang anak yang plus dimataku karena keramahannya.

Kupandangi lagi pemandangan di depanku, gelak berderai suara bu Suci kudengar, mungkin sebagai ekspresi kegembiraan. Tapi aku luput tau apa yang membuat mereka tertawa. Rian, semoga ke depannya akan lebih rajin dan giat lagi.

Tidak berani kuberi judul cerita pagi ini, karena aku malu pada diriku sendiri, mengikuti dengan cermat cerita mereka dalam diam.

1 Februari 2020