mita

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Kekuatan kata sapaan dalam rapot

Hari ini salah satu alumni datang ke sekolah. Alumni tersebut lulusan tahun lalu, artinya saat ini dia kelas 7. Namanya Ryan. Hampir seluruh guru mengenalnya sebagai anak yang butuh perhatian ekstra. Bahkan saat ujian kelas 6, setiap hari gurunya harus menjemput agar dia mau ikut ujian. Tak terkira berapa banyak air mata ibunya yang tumpah karena ulahnya.

Sosoknya saat ini sangat berbeda. Dia tampak santun dan bersahaja. Wajahnya tampak tenang, padahal dulu dia termasuk anak yang emosional. Dia bercerita bahwa saat ini dia belajar di pesantren. Dia yang memilih untuk menuntut ilmu di pesantren, padahal sebelumnya dia sudah diterima di SMP Negeri di Jakarta. Masyaallah.

Yang lebih merinding adalah ceritanya. Dia bilang saat dia membuka rapot SD nya dia melihat di kolom saran, gurunya, Ibu Ismi menuliskan saran untuknya dengan diawali sapaan yang sangat bagus yaitu anak Soleh. Dia berkali-kali membaca kata itu dan mencari di seluruh rapot teman-temannya di pondok. Hanya rapot dia yang tertulis kata sapaan itu. Hal itu menjadi salah satu asbab dia ingin ke pesantren, karena ia ingin jadi anak soleh. Masyaallah.

Bu gurunya saat menuliskan itu mungkin tidak mengira efeknya sangat luar biasa. Bu gurunya saat ini merasa terharu karena satu kalimat bisa menyentuh hati terdalam.

Bapak ibu guru, rapot adalah salah satu identitas diri yang dimiliki anak. Rapot akan terus dibuka, dibaca berulang-ulang kali. Tak hanya oleh anak itu sendiri, tapi juga oleh orang lain. Maka pastikan bahwa saat kita menuliskan kalimat, pastikan gunakan kalimat positif.

Sejak awal mengajar SD saya termasuk yang rajin menulis pesan di rapot. Karena saya sebelumnya pernah mengajar TK, kebiasaan menulis narasi terbawa meski sudah mengajar SD. Di awal mengajar SD saya diberi tanggung jawab di kelas 1. Maka di rapot, saya biasanya menulis sapaan dengan kata anak ganteng, anak cantik atau menuliskan nama dan kebiasaan baik siswa, misalnya Liyana yang ramah, Aidan yang baik dan sebagainya. Saat itu saya melakukannya hanya karena ingin menyampaikan pesan dengan cara yang baik.

Setelah kurikulum berubah menjadi kurikulum 2013, saya belajar lagi bahwa tidak boleh menggunakan kalimat negatif, wajib menggunakan kalimat positif. Alhamdulillah saya tak pernah menulis kalimat negatif. Namun sejak k13 di kolom saran tidak lagi dengan kata sapaan namun dengan kelebihan siswa baru lanjut dengan saran yang saya harapkan. Misalnya ananda Rasyid anak yang sangat ramah, dengan belajar lebih fokus akan mencapai prestasi lebih baik atau ananda Azzam anak yang periang, akan mendapat prestasi gemilang jika belajar lebih giat.

Semester lalu saya tidak menuliskan saran ke seluruh siswa karena terbentur waktu pengisian e-raport. Namun tampaknya kisah Ryan membuat saya tersentil. Tampaknya saya harus mulai rajin menulis saran di rapot. Sungguh saya tidak tahu kekuatan kalimat yang saya tulis. Saya hanya berusaha memberikan kesan baik karena akan tertulis seumur hidup.

Dan hari ini terbukti dua kata yang Bu Ismi tuliskan untuk Ryan, mampu menyentuh hati Ryan begitu rupa. Barakallahu fiik Bu Ismi. Semoga terus menginspirasi

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Aku paling demen ngisi dibagian kolom saran.. bisa curhat..

02 Mar
Balas

Aku paling demen ngisi dibagian kolom saran.. bisa curhat..

02 Mar
Balas



search

New Post