M. KHOTIB

Muhammad Khotib adalah seorang pendidik di SMK Negeri 4 Kota Tangerang Selatan sejak 2014 hingga kini dan pengampu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Saat...

Selengkapnya
Navigasi Web

Merdeka 'DARI' dan 'UNTUK'

MERDEKA ‘DARI’ dan ‘UNTUK’

Pekikan merdeka yang yang di gaungkan Bung Tomo waktu itu, kita semua tahu bahwa merdeka dari penjajah dan kolonialisme. Kemerdekaan pada waktu itu adalah terbebas dari penjajahan Belanda. Merdeka saat lebih identik dengan kemerdekaan secara fisik. Saat ini Indonesia sudah merdeka dari penjajahan secara lahir, apakah secara batin bangsa ini sudah merdeka?

Dunia Pendidikan saat ini memasuki kurikulum merdeka, sebagian instansi pendidikan ada yang sudah menerapkan kurikulum merdeka lebih dari dua tahun, artinya bagi jenjang SMP, SMK dan SMA sudah diterapkan kurikulum yang di gaungkan oleh mas mentr, Nadiem Makarim. Dalam kurikulum merdeka filosofi pendidikannya berdasarkan buah hasil pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD). Salah satu prinsip dasar pendidikan yang dikembangkan adalah memerdekakan peserta didik atau murid. disini harus dipahami pula, apakah merdeka ‘dari’ atau merdeka ‘untuk”.

Saya mempraktekkan Pembelajaran diferensiasi pada mapel Agama Islam, dalam pembelajaran peserta diminta untuk menjelaskan materi secara berkelompok. Pembagian kelompok, saya sebagai guru menawarkan kepada peserta didik untuk menentukan kelompok atau saya yang membagi kelompok, mayoritas bersuara "Bapak saja yang bagi, supaya anak-anak tidak pilih kasih pak" jawab Naila dengan lantang.

“Iya pak, bapak aja yang bagi kelompoknya supaya adil” sahut Amanda

“Pak, kita pilih sendiri aja supaya kerjanya kompak” sela Faris

“Bohong pak, paling yang rajin aja yang kerja”

“Iya, kenyataanya begitu” tambah Naila

Akhirnya saya bagi secara menggunakan media online, anak-anak pun setuju dan melanjutkan pembelajaran seperti biasa.

Dalam membuat bahan ajar atau presentasi pun saya memberikan kebebasan kepada anak sesuai dengan kesenangan mereka. saya yakin dalam diri anak-anak banyak bakat dan potensi yang terpendam, dengan memberikan kemerdekaan kepada anak-anak dapat merangsang mereka untuk bereksplorasi dalam banyak hal.

“Anak-anak, apakah kalian sudah siapa untuk menyelesaikan tugas ini” tanyaku

“Sudah pak”

“Pak, apakah untuk media presentasinya boleh bentuk apa saja” Tanya Naila dengan kritis.

"kalian boleh membuat bahan presentasi dalam bentuk PPT, Video, Animasi, Artikel maupun manual" Jawabku memberi penjelasan.

"Pak kalau bentuk komik boleh gak" Tanya Azzam sambil angkat tangan

"Boleh, dan sangat boleh" jawab ku

Azzam adalah salah satu siswa yang punya imajinasi tinggi di kelasnya, walaupun teman-teman lain memandang kelas Animasi adalah anak-anak Wibu, namun mereka tidak pernah memperdulikan predikat itu. Sebenarnya awal mula “penyematan gelar” wibu adalah ketika seseorang kerap kali dan sangat menyukai anime Jepang. Dari situlah ia akan diberi julukan sebagai wibu. Selain itu, ia juga mempublikasikannya. mempublikasikan bahwa ia sangat menyukai anime Jepang dengan cara-caranya tersendiri. Mempublikasikan budaya Jepang, terkadang juga tidak peduli dengan budayanya sendiri. Wibu akan lebih sering menghabiskan waktu bersama komunitasnya. Komunitas tersebut berisi kumpulan orang-orang yang memiliki minat sama, terobsesi dengan budaya Jepang. Julukan wibu juga sering digunakan untuk menyebut orang yang sangat menyukai music atau lagu-lagu Jepang. Memiliki idola yang berasal dari Jepang, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan budaya atau anime Jepang seperti halnya yang diceritakan pada buku Ghosty’s Comic (Sumber Gramedia.com)

***

Anak-anak pun berlarian dan membubarkan diri menuju kelompok yang sudah ditentukan, dengan riang gembira mereka mulai mengerjakan dan berbagi tugas dalam kelompok.

Selain berbagi tugas dalam kelompok, saya juga memberikan kebebasan ke siswa untuk memilih tempat belajar. Sering sekali anak-anak mengeluh saat belajar di kelas yang kebetulan berada di lantai dua. Selain mudah terpapar matahari secara langsung, sirkulasi udaranya di ruangan dengan luas 7x9 meter itu pun terbilang buruk. tidak hanya siswa, guru pun tidak jauh berbeda sehingga tidak sedikit dari mereka yang memanfaatkan taman sekolah untuk belajar.

"anak-anak, kalian boleh boleh mengerjakan tugas kelompok di teras kelas, di dalam kelas dan taman sekolah" ucapku

"Beneran pak....? Tanya Alidia penasaran

"Iya, silahkan cari tempat yang kalian sukai" jawabku dengan senyum manis.

Terdengar suara lirih dalam memilih tempat belajar yang mereka sukai dari pojok ruangan kelas. siswa yang berada di barisan depan sudah lebih dulu meninggalkan kelas ketimbang yang lainnya.

Para siswa pun berlarian memilih tempat yang mereka tuju, sebagian mereka sibuk merapikan buku dan peralatan yang akan di bawa, ada juga yang sibuk mencari sandal/sepatu untuk menuju taman sekolah.

Dengan memberikan kebebasan kepada peserta didik, dalam membuat bahan presentasi merupakan bagian dari memerdekakan peserta didik dalam pembelajaran. berikan ruang dan waktu bagi anak untuk berekspresi sesuai dengan bakat dan minatnya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terimakasih

22 Feb
Balas



search

New Post