Siapa pun menginginkan prestasi. Namun, tak semua mendapat anugerah yang sama. Tentu semua sesuai dengan takarannya. Semua yang ada di dunia ini benar-benar heterogen. Mungkin ada yang mirip, tapi tak ada yang persis. Seorang petani di sawah. Ladangnya berdampingan, hasil panennya belum tentu sama. Mungkin profesi lain juga sama seperti itu. Sama seperti anak sekolah, yang sama-sama diajar dalam jam yang sama. Hasil ulanganya berbeda-beda.

Pernah suatu ketika. Ketika saya mengadakan ulangan. Ada anak yang nilainya bagus. Ada temannya yang menuduh dia sedang memyontek. Sebagai guru saya dilapori tak mudah begitu saja menerima laporan itu. Saya juga tidak klarifikasi terhadap anak yang dituduh itu. Memang sengaja saya biarkan.. Bukan saya tidak peduli terhadap perilaku curang, tidak. Bukan saya toleran terhadap suatu yang tidak tetpuji, tidak.

Anak yang lapor justru saya tanya. "Kamu punya bukti kalau dia sedang nyontek?" anak itu tak bisa menjawab. Dia diam sebentar. kemudian berkata. "Tak mungkin, Pak. Nilai anak itu sebagus itu." Saya tanya lagi. la dasarmu apa.? anak itu menjawab "Ya tidak ada, Pak. tapi pokoknya dia nyontek."

Mengapa saya seperti itu. Justru yang melaporkan yang saya introgasi. Karena Ada.karakter yang sedang saya bangun. Agar anak didik saya tidak gampang suudzon. Istlahnya agar mereka tidak menjadi tukang fitnah. Agar ucapanya bisa di pertanggung jawabkan. karena sesungguhnya kerusakan terbesar disebabkan oleh fitah. Perpecahan juga karena fitnah, orang terdholimi juga karena fitnah. Mungki masih banyak lagi contoh-contoh lain. itulah mengapa fitnah itu dihukumi lebih kejam daripada pembunuhan.

Kediri, 1 oktoner 2018

M. Maghfur Qumaisi., S.Pd.,S.Sos., M.Si.