Perhelatan akbar Temu Penulis Nasional 24 November 2018, telah mempertemukan guru penulis seluruh nusantara, penulis-penulis guru dari berbagai penjuru telah hadir di gedung A lantai 3 kemendikbud jalan senayan Jakarta. Momen penting itu menampilkan para bintang penulis yang telah dilahirkan oleh media guru, serta para penggerak literasi daerah yang telah tertular virus menjadi pendakwah literasi penulis buku.

Berbagai acara itu terkait dengan literasi telah ditampilkan, diawali oleh sambutan penggerak dan motivator nasional ceo Mediaguru Bapak Mohammad Ihsan, dengan menampilkan berbagai kegiatan daerah gerakan literasi diseluruh Indonesia. acara berikutnya pemanggilan pemenang menulis artikel pendidikan karakter yang telah diumumkan beberapa bulan yang lalu, diantaranya bunda wiwik puspitasa, bunda yasmi dan saya sendiri.

Para pemenang itu cukup menarik dicermati, karena diantara pemenang itu adalah orang – orang yang luar biasa, dikalangan penulis mungkin semua kenal dengan beliau, seorang pengawas yang mampu memboyong guru-guru sumbar menjadi penulis, dan sangat terlihat kepiawaian beliau dalam membimbing orang-orang disekitarnya, karena hampir satu pesawat telah diisi oleh kontingenya untuk hadir dalam setiap event-event literasi, dan mereka semua adalah guru-guru penulis. Bunda wiwik juga bukan orang biasa, karena selain itu dia adalah seorang kepala TK berprestasi, juga penulis yang sangat produktif, karena buku dalam satu tahun telah menghasilkan duabelas buku, dan dia juga instruktur nasional sagusabu andalan media guru.

Saya sebenarnya tidak ingin membahas tentang kehebatan mereka, karena telah banyak yang mengetahui, bahkan apa yang saya tulis diatas, sebatas yang saya ketahui, dan saya yakin lebih hebat dari itu. Lalu pemenang nomor dua itu siapa, orang yang berasal dari Jawa timur, tepatnya seorang guru dari MTsN 7 Kediri yang namanya tidak setenar mereka, tentunya saya sendiri. Terus terang saya tidak ingin bercerita tentang diri saya, disamping kurang etis, juga tidak ada yang patut untuk dibanggakan, apalagi jika disandingkan dengan kedua tokoh hebat diatas.

Melihat fenomena itu, saya teringat kata-kata Imam Al Ghazali “jika kau bukan anak raja dan jika kau bukan anak seorang ulama besar, maka jadilah penulis". Sepertinya kegiatan temu menulis nasional itu adalah bagian dari pembuktian kata-kata tersebut. Dimana para guru penulis bisa saling bertemu, dan penulis-penulis terbaik juga diminta keatas panggung untuk menerima penghargaan atas jerih payahnya dalam menulis buku.

Seperti diketahui bahwasanya yang biasa bertemu dengan banyak orang adalah seorang raja dan ulama-ulama besar. Tapi pada hari itu telah menanggalkan kepangkatan dan jabatan formalnya, dan yang ditanya sudah menulis berapa buku, sudah berapa orang yang telah digerakan untuk bersama-sama menjadi penulis?, sudah berapa exemplar bukunya dibaca oleh orang lain dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan untuk para penulis yang hadir.

Tentunya hal tersebut menjadi pelajaran berharga, karena seandainya bukan penulis dan penggerak literasi tidak akan pernah bisa hadir ditempat itu dan tidak akan pernah bertemu dengan penulis-penulis hebat senusantara, karena salah satu syarat untuk hadir ditempat itu adalah pernah menulis buku. Mungkin untuk pejabat dan ulama, biasa bertemu dengan banyak orang, dan bisa hadir dimana saja. Tapi untuk orang biasa, terutama seperti saya, hal itu sulit untuk terjadi.

Demikian pula dengan kegiatan temu penulis nasional itu, tentu saya tidak akan pernah hadir, dan naik kepanggung bersama dengan orang-orang yang luar biasa, jika saya tidak pernah menulis buku. Wallohu a’lam, salam literasi dan salam hormat untuk para penulis-penulis hebat senusantara.